TENTANG P E L A Y A R A N
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2008
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri nusantara yang disatukan oleh wilayah perairan sangat luas dengan batas-batas, hak-hak, dan kedaulatan yang ditetapkan dengan undang-undang; b. bahwa dalam upaya mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mewujudkan Wawasan Nusantara serta memantapkan ketahanan nasional diperlukan sistem transportasi nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, dan memperkukuh kedaulatan negara; c. bahwa pelayaran yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran, dan perlindungan lingkungan maritim, merupakan bagian dari sistem transportasi nasional yang harus dikembangkan potensi dan peranannya untuk mewujudkan sistem transportasi yang efektif dan efisien, serta membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis; d. bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut penyelenggaraan pelayaran yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peran serta swasta dan persaingan usaha, otonomi daerah, dan akuntabilitas penyelenggara negara, dengan tetap mengutamakan keselamatan dan keamanan pelayaran demi kepentingan nasional; e. bahwa Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan penyelenggaraan pelayaran saat ini sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pelayaran; Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 25A, dan Pasal 33 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT EPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA M E M U T U S K A N: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PELAYARAN.
1. Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim. 2. Perairan Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta perairan kepulauan dan perairan pedalamannya. 3. Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal. 4. Angkutan Laut Khusus adalah kegiatan angkutan untuk melayani kepentingan usaha sendiri dalam menunjang usaha pokoknya. 5. Angkutan Laut Pelayaran-Rakyat adalah usaha rakyat yang bersifat tradisional dan mempunyai karakteristik tersendiri untuk melaksanakan angkutan di perairan dengan menggunakan kapal layar, kapal layar bermotor, dan/atau kapal motor sederhana berbendera Indonesia dengan ukuran tertentu. 6. Trayek adalah rute atau lintasan pelayanan angkutan dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya. 7. Agen Umum adalah perusahaan angkutan laut nasional atau perusahaan nasional yang khusus didirikan untuk melakukan usaha keagenan kapal, yang ditunjuk oleh perusahaan angkutan laut asing untuk mengurus kepentingan kapalnya selama berada di Indonesia. 8. Pelayaran-Perintis adalah pelayanan angkutan di perairan pada trayek-trayek yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk melayani daerah atau wilayah yang belum atau tidak terlayani oleh angkutan perairan karena belum memberikan manfaat komersial. 9. Usaha Jasa Terkait adalah kegiatan usaha yang bersifat memperlancar proses kegiatan di bidang pelayaran. 10. Angkutan Multimoda adalah angkutan barang dengan menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda angkutan yang berbeda atas dasar 1 (satu) kontrak yang menggunakan dokumen angkutan multimoda dari satu tempat diterimanya barang oleh operator angkutan multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang tersebut. 11. Usaha Pokok adalah jenis usaha yang disebutkan di dalam surat izin usaha suatu perusahaan. 12. Hipotek Kapal adalah hak agunan kebendaan atas kapal yang terdaftar untuk menjamin pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor lain. 13. Piutang-Pelayaran yang Didahulukan adalah tagihan yang wajib dilunasi lebih dahulu dari hasil eksekusi kapal mendahului tagihan pemegang hipotek kapal. 14. Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah. 15. Tatanan Kepelabuhanan Nasional adalah suatu sistem kepelabuhanan yang memuat peran, fungsi, jenis, hierarki pelabuhan, Rencana Induk Pelabuhan Nasional, dan lokasi pelabuhan serta keterpaduan intra-dan antarmoda serta keterpaduan dengan sektor lainnya. 16. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. 17. Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. 18. Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. 19. Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi. 20. Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan tempat kapal bersandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau tempat bongkar muat barang. 21. Terminal Khusus adalah terminal yang terletak di luar Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya. 22. Terminal untuk Kepentingan Sendiri adalah terminal yang terletak di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya. 23. Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan. 24. Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) adalah perairan di sekeliling daerah lingkungan kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran. 25. Rencana Induk Pelabuhan adalah pengaturan ruang pelabuhan berupa peruntukan rencana tata guna tanah dan perairan di Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan. 26. Otoritas Pelabuhan (Port Authority) adalah lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial. 27. Unit Penyelenggara Pelabuhan adalah lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, pengawasan kegiatan kepelabuhanan, dan pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial. 28. Badan Usaha Pelabuhan adalah badan usaha yang kegiatan usahanya khusus di bidang pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya. 29. Kolam Pelabuhan adalah perairan di depan dermaga yang digunakan untuk kepentingan operasional sandar dan olah gerak kapal. 30. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 31. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 32. Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan maritim. 33. Kelaiklautan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu. 34. Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian. 35. Badan Klasifikasi adalah lembaga klasifikasi kapal yang melakukan pengaturan kekuatan konstruksi dan permesinan kapal, jaminan mutu material marine, pengawasan pembangunan, pemeliharaan, dan perombakan kapal sesuai dengan peraturan klasifikasi. 36. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. 37. Kapal Perang adalah kapal Tentara Nasional Indonesia yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 38. Kapal Negara adalah kapal milik negara digunakan oleh instansi Pemerintah tertentu yang diberi fungsi dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menegakkan hukum serta tugas-tugas Pemerintah lainnya. 39. Kapal Asing adalah kapal yang berbendera selain bendera Indonesia dan tidak dicatat dalam daftar kapal Indonesia. 40. Awak Kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil. 41. Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 42. Anak Buah Kapal adalah Awak Kapal selain Nakhoda. 43. Kenavigasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, Telekomunikasi-Pelayaran, hidrografi dan meteorologi, alur dan perlintasan, pengerukan dan reklamasi, pemanduan, penanganan kerangka kapal, salvage dan pekerjaan bawah air untuk kepentingan keselamatan pelayaran kapal. 44. Navigasi adalah proses mengarahkan gerak kapal dari satu titik ke titik yang lain dengan aman dan lancar serta untuk menghindari bahaya dan/atau rintangan- pelayaran. 45. Alur-Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari. 46. Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah peralatan atau sistem yang berada di luar kapal yang didesain dan dioperasikan untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi bernavigasi kapal dan/atau lalu lintas kapal. 47. Telekomunikasi-Pelayaran adalah telekomunikasi khusus untuk keperluan dinas pelayaran yang merupakan setiap pemancaran, pengiriman atau penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk apa pun melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya dalam dinas bergerak-pelayaran yang merupakan bagian dari keselamatan pelayaran. 48. Pemanduan adalah kegiatan pandu dalam membantu, memberikan saran, dan informasi kepada Nakhoda tentang keadaan perairan setempat yang penting agar navigasi-pelayaran dapat dilaksanakan dengan selamat, tertib, dan lancar demi keselamatan kapal dan lingkungan. 49. Perairan Wajib Pandu adalah wilayah perairan yang karena kondisi perairannya mewajibkan dilakukan pemanduan kepada kapal yang melayarinya. 50. Pandu adalah pelaut yang mempunyai keahlian di bidang nautika yang telah memenuhi persyaratan untuk melaksanakan pemanduan kapal. 51. Pekerjaan Bawah Air adalah pekerjaan yang berhubungan dengan instalasi, konstruksi, atau kapal yang dilakukan di bawah air dan/atau pekerjaan di bawah air yang bersifat khusus, yaitu penggunaan peralatan bawah air yang dioperasikan dari permukaan air. 52. Pengerukan adalah pekerjaan mengubah bentuk dasar perairan untuk mencapai kedalaman dan lebar yang dikehendaki atau untuk mengambil material dasar perairan yang dipergunakan untuk keperluan tertentu. 53. Reklamasi adalah pekerjaan timbunan di perairan atau pesisir yang mengubah garis pantai dan/atau kontur kedalaman perairan. 54. Kerangka Kapal adalah setiap kapal yang tenggelam atau kandas atau terdampar dan telah ditinggalkan. 55. Salvage adalah pekerjaan untuk memberikan pertolongan terhadap kapal dan/atau muatannya yang mengalami kecelakaan kapal atau dalam keadaan bahaya di perairan termasuk mengangkat kerangka kapal atau rintangan bawah air atau benda lainnya. 56. Syahbandar adalah pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang- undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran. 57. Perlindungan Lingkungan Maritim adalah setiap upaya untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan perairan yang bersumber dari kegiatan yang terkait dengan pelayaran. 58. Mahkamah Pelayaran adalah panel ahli yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan lanjutan kecelakaan kapal. 59. Penjagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard) adalah lembaga yang melaksanakan fungsi penjagaan dan penegakan peraturan perundang-undangan di laut dan pantai yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri. 60. Badan Usaha adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau badan hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk pelayaran. 61. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi. 62. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 63. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 64. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pelayaran.
a. asas manfaat; b. asas usaha bersama dan kekeluargaan; c. asas persaingan sehat; d. asas adil dan merata tanpa diskriminasi; e. asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan; f. asas kepentingan umum; g. asas keterpaduan; h. asas tegaknya hukum; i. asas kemandirian; j. asas berwawasan lingkungan hidup; k. asas kedaulatan negara; dan l. asas kebangsaan.
a. memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui perairan dengan mengutamakan dan melindungi angkutan di perairan dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional; b. membina jiwa kebaharian; c. menjunjung kedaulatan negara; d. menciptakan daya saing dengan mengembangkan industri angkutan perairan nasional; e. menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional; f. memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara; dan g. meningkatkan ketahanan nasional.
a. semua kegiatan angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran, serta perlindungan lingkungan maritim di perairan Indonesia; b. semua kapal asing yang berlayar di perairan Indonesia; dan c. semua kapal berbendera Indonesia yang berada di luar perairan Indonesia.
a. pengaturan; b. pengendalian; dan c. pengawasan.
a. memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang secara massal melalui perairan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman, dan berdaya guna, dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat; b. meningkatkan penyelenggaraan kegiatan angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim sebagai bagian dari keseluruhan moda transportasi secara terpadu dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; c. mengembangkan kemampuan armada angkutan nasional yang tangguh di perairan serta didukung industri perkapalan yang andal sehingga mampu memenuhi kebutuhan angkutan, baik di dalam negeri maupun dari dan ke luar negeri; d. mengembangkan usaha jasa angkutan di perairan nasional yang andal dan berdaya saing serta didukung kemudahan memperoleh pendanaan, keringanan perpajakan, dan industri perkapalan yang tangguh sehingga mampu mandiri dan bersaing; e. meningkatkan kemampuan dan peranan kepelabuhanan serta keselamatan dan keamanan pelayaran dengan menjamin tersedianya alur- pelayaran, kolam pelabuhan, dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran yang memadai dalam rangka menunjang angkutan di perairan; f. mewujudkan sumber daya manusia yang berjiwa bahari, profesional, dan mampu mengikuti perkembangan kebutuhan penyelenggaraan pelayaran; dan g. memenuhi perlindungan lingkungan maritim dengan upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran yang bersumber dari kegiatan angkutan di perairan, kepelabuhanan, serta keselamatan dan keamanan.
a. angkutan laut; b. angkutan sungai dan danau; dan c. angkutan penyeberangan.
a. angkutan laut dalam negeri; b. angkutan laut luar negeri; c. angkutan laut khusus; dan d. angkutan laut pelayaran-rakyat.
a. pengembangan pusat industri, perdagangan, dan pariwisata; b. pengembangan wilayah dan/atau daerah; c. rencana umum tata ruang; d. keterpaduan intra-dan antarmoda transportasi; dan e. perwujudan Wawasan Nusantara.
a. kelaiklautan kapal; b. menggunakan kapal berbendera Indonesia dan diawaki oleh warga negara Indonesia; c. keseimbangan permintaan dan tersedianya ruangan; d. kondisi alur dan fasilitas pelabuhan yang disinggahi; dan e. tipe dan ukuran kapal sesuai dengan kebutuhan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan angkutan laut dalam negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan angkutan laut luar negeri, keagenan umum, dan perwakilan perusahaan angkutan laut asing diatur dengan Peraturan Pemerintah.
a. tidak tersedianya kapal; dan b. belum adanya perusahaan angkutan yang mampu melayani sebagian atau seluruh permintaan jasa angkutan yang ada.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan angkutan laut khusus diatur dengan Peraturan Pemerintah.
a. meningkatkan pelayanan ke daerah pedalaman dan/atau perairan yang memiliki alur dengan kedalaman terbatas termasuk sungai dan danau; b. meningkatkan kemampuannya sebagai lapangan usaha angkutan laut nasional dan lapangan kerja; dan c. meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dan kewiraswastaan dalam bidang usaha angkutan laut nasional.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan angkutan laut pelayaran-rakyat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan angkutan sungai dan danau diatur dengan Peraturan Pemerintah.
a. pengembangan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan; b. fungsi sebagai jembatan; c. hubungan antara dua pelabuhan, antara pelabuhan dan terminal, dan antara dua terminal penyeberangan dengan jarak tertentu; d. tidak mengangkut barang yang diturunkan dari kendaraan pengangkutnya; e. Rencana Tata Ruang Wilayah; dan f. jaringan trayek angkutan laut sehingga dapat mencapai optimalisasi keterpaduan angkutan antar- dan intramoda.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan angkutan penyeberangan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pelayaran-perintis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dapat dilakukan dengan cara kontrak jangka panjang dengan perusahaan angkutan di perairan menggunakan kapal berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal yang diawaki oleh warga negara Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayaran-perintis dan penugasan pada angkutan di perairan untuk daerah masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Untuk melakukan kegiatan angkutan di perairan orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha wajib memiliki izin usaha.
a. bupati/walikota yang bersangkutan bagi badan usaha yang berdomisili dalam wilayah kabupaten/kota dan beroperasi pada lintas pelabuhan dalam wilayah kabupaten/kota; b. gubernur provinsi yang bersangkutan bagi badan usaha yang berdomisili dalam wilayah provinsi dan beroperasi pada lintas pelabuhan antarkabupaten/kota dalam wilayah provinsi; atau c. Menteri bagi badan usaha yang melakukan kegiatan pada lintas pelabuhan antarprovinsi dan internasional.
a. bupati/walikota yang bersangkutan bagi orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha yang berdomisili dalam wilayah kabupaten/kota dan beroperasi pada lintas pelabuhan dalam wilayah kabupaten/kota; atau b. gubernur yang bersangkutan bagi orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha yang berdomisili dan beroperasi pada lintas pelabuhan antarkabupaten/kota dalam wilayah provinsi, pelabuhan antarprovinsi, dan pelabuhan internasional.
a. bupati/walikota sesuai dengan domisili orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha; atau b. Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha yang berdomisili di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
a. bupati/walikota yang bersangkutan bagi kapal yang melayani trayek dalam wilayah kabupaten/kota; b. gubernur provinsi yang bersangkutan bagi kapal yang melayani trayek antarkabupaten/kota dalam wilayah provinsi; atau c. Menteri bagi kapal yang melayani trayek antarprovinsi dan/atau antarnegara.
a. bupati/walikota sesuai dengan domisili badan usaha; atau b. Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk badan usaha yang berdomisili di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
a. bupati/walikota yang bersangkutan bagi kapal yang melayani lintas pelabuhan dalam wilayah kabupaten/kota; b. gubernur provinsi yang bersangkutan bagi kapal yang melayani lintas pelabuhan antarkabupaten/kota dalam provinsi; dan c. Menteri bagi kapal yang melayani lintas pelabuhan antarprovinsi dan/atau antarnegara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan perizinan angkutan di perairan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
a. bongkar muat barang; b. jasa pengurusan transportasi; c. angkutan perairan pelabuhan; d. penyewaan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan angkutan laut; e. tally mandiri; f. depo peti kemas; g. pengelolaan kapal (ship management); h. perantara jual beli dan/atau sewa kapal (ship broker); i. keagenan Awak Kapal (ship manning agency); j. keagenan kapal; dan k. perawatan dan perbaikan kapal (ship repairing and maintenance).
Setiap badan usaha yang didirikan khusus untuk usaha jasa terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) wajib memiliki izin usaha.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan perizinan usaha jasa terkait dengan angkutan di perairan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Tarif usaha jasa terkait ditetapkan oleh penyedia jasa terkait berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa terkait sesuai dengan jenis, struktur, dan golongan yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, struktur, dan golongan tarif angkutan dan usaha jasa terkait diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai wajib angkut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut; b. musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut; c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau d. kerugian pihak ketiga.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab pengangkut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pengangkutan barang khusus dan barang berbahaya wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
a. kayu gelondongan (logs); b. barang curah; c. rel; dan d. ternak.
a. bahan cair; b. bahan padat; dan c. bahan gas.
a. bahan atau barang peledak (explosives); b. gas yang dimampatkan, dicairkan, atau dilarutkan dengan tekanan (compressed gases, liquified or dissolved under pressure); c. cairan mudah menyala atau terbakar (flammable liquids); d. bahan atau barang padat mudah menyala atau terbakar (flammable solids); e. bahan atau barang pengoksidasi (oxidizing substances); f. bahan atau barang beracun dan mudah menular (toxic and infectious substances); g. bahan atau barang radioaktif (radioactive material); h. bahan atau barang perusak (corrosive substances); dan i. berbagai bahan atau zat berbahaya lainnya (miscellaneous dangerous substances).
a. pengemasan, penumpukan, dan penyimpanan di pelabuhan, penanganan bongkar muat, serta penumpukan dan penyimpanan selama berada di kapal; b. keselamatan sesuai dengan peraturan dan standar, baik nasional maupun internasional bagi kapal khusus pengangkut barang berbahaya; dan c. pemberian tanda tertentu sesuai dengan barang berbahaya yang diangkut.
Pemilik, operator, dan/atau agen perusahaan angkutan laut yang mengangkut barang berbahaya dan barang khusus wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Syahbandar sebelum kapal pengangkut barang khusus dan/atau barang berbahaya tiba di pelabuhan.
Badan Usaha Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan wajib menyediakan tempat penyimpanan atau penumpukan barang berbahaya dan barang khusus untuk menjamin keselamatan dan kelancaran arus lalu lintas barang di pelabuhan serta bertanggung jawab terhadap penyusunan sistem dan prosedur penanganan barang berbahaya dan barang khusus di pelabuhan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkutan barang khusus dan barang berbahaya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pelaksanaan angkutan multimoda dilakukan berdasarkan 1 (satu) dokumen yang diterbitkan oleh penyedia jasa angkutan multimoda.
Penyedia jasa angkutan multimoda wajib mengasuransikan tanggung jawabnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai angkutan multimoda diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pengembangan dan pengadaan armada angkutan perairan nasional dilakukan dalam rangka memberdayakan angkutan perairan nasional dan memperkuat industri perkapalan nasional yang dilakukan secara terpadu dengan dukungan semua sektor terkait.
a. memberikan fasilitas pembiayaan dan perpajakan; b. memfasilitasi kemitraan kontrak jangka panjang antara pemilik barang dan pemilik kapal; dan c. memberikan jaminan ketersediaan bahan bakar minyak untuk angkutan di perairan.
a. menetapkan kawasan industri perkapalan terpadu; b. mengembangkan pusat desain, penelitian, dan pengembangan industri kapal nasional; c. mengembangkan standardisasi dan komponen kapal dengan menggunakan sebanyak-banyaknya muatan lokal dan melakukan alih teknologi; d. mengembangkan industri bahan baku dan komponen kapal; e. memberikan insentif kepada perusahaan angkutan perairan nasional yang membangun dan/atau mereparasi kapal di dalam negeri dan/atau yang melakukan pengadaan kapal dari luar negeri; f. membangun kapal pada industri galangan kapal nasional apabila biaya pengadaannya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah; g. membangun kapal yang pendanaannya berasal dari luar negeri dengan menggunakan sebanyak- banyaknya muatan lokal dan pelaksanaan alih teknologi; dan h. memelihara dan mereparasi kapal pada industri perkapalan nasional yang biayanya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberdayaan industri angkutan perairan dan perkuatan industri perkapalan nasional diatur dengan Peraturan Pemerintah.
a. peringatan; b. denda administratif; c. pembekuan izin atau pembekuan sertifikat; atau d. pencabutan izin atau pencabutan sertifikat.
Pengalihan hipotek dari penerima hipotek kepada penerima hipotek yang lain dilakukan dengan membuat akta pengalihan hipotek oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal di tempat kapal didaftarkan dan dicatat dalam Daftar Induk Pendaftaran Kapal.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembebanan hipotek diatur dengan Peraturan Menteri.
a. untuk pembayaran upah dan pembayaran lainnya kepada Nakhoda, Anak Buah Kapal, dan awak pelengkap lainnya dari kapal dalam hubungan dengan penugasan mereka di kapal, termasuk biaya repatriasi dan kontribusi asuransi sosial yang harus dibiayai; b. untuk membayar uang duka atas kematian atau membayar biaya pengobatan atas luka badan, baik yang terjadi di darat maupun di laut yang berhubungan langsung dengan pengoperasian kapal; c. untuk pembayaran biaya salvage atas kapal; d. untuk biaya pelabuhan dan alur-pelayaran lainnya serta biaya pemanduan; dan e. untuk membayar kerugian yang ditimbulkan oleh kerugian fisik atau kerusakan yang disebabkan oleh pengoperasian kapal selain dari kerugian atau kerusakan terhadap muatan, peti kemas, dan barang bawaan penumpang yang diangkut di kapal.
a. kerusakan yang timbul dari angkutan minyak atau bahan berbahaya dan beracun lainnya melalui laut; dan b. bahan radioaktif atau kombinasi antara bahan radioaktif dengan bahan beracun, eksplosif atau bahan berbahaya dari bahan bakar nuklir, produk, atau sampah radioaktif.
a. biaya yang timbul dari pengangkatan kapal yang tenggelam atau terdampar yang dilakukan oleh Pemerintah untuk menjamin keselamatan pelayaran atau perlindungan lingkungan maritim; dan b. biaya perbaikan kapal yang menjadi hak galangan atau dok (hak retensi) jika pada saat penjualan paksa kapal sedang berada di galangan atau dok yang berada di wilayah hukum Indonesia.
a. peran, fungsi, jenis, dan hierarki pelabuhan; b. Rencana Induk Pelabuhan Nasional; dan c. lokasi pelabuhan.
a. simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya; b. pintu gerbang kegiatan perekonomian; c. tempat kegiatan alih moda transportasi; d. penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan; e. tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang; dan f. mewujudkan Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara.
a. pemerintahan; dan b. pengusahaan.
a. pelabuhan laut; dan b. pelabuhan sungai dan danau.
a mempunyai hierarki terdiri atas: a. pelabuhan utama; b. pelabuhan pengumpul; dan c. pelabuhan pengumpan.
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota; b. potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah; c. potensi sumber daya alam; dan d. perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun internasional.
a. kebijakan pelabuhan nasional; dan b. rencana lokasi dan hierarki pelabuhan.
a. Rencana Induk Pelabuhan Nasional; b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; c. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota; d. keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain terkait di lokasi pelabuhan; e. kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan; dan f. keamanan dan keselamatan lalu lintas kapal.
a. fasilitas pokok; dan b. fasilitas penunjang.
a. fasilitas pokok; dan b. fasilitas penunjang.
a. wilayah daratan yang digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang; dan b. wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan alur- pelayaran, tempat labuh, tempat alih muat antarkapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, kegiatan pemanduan, tempat perbaikan kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan.
a. Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul setelah mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota akan kesesuaian dengan tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota; dan b. gubernur atau bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan.
Suatu wilayah tertentu di daratan atau di perairan dapat ditetapkan oleh Menteri menjadi lokasi yang berfungsi sebagai pelabuhan, sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota serta memenuhi persyaratan kelayakan teknis dan lingkungan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman dan tata cara penetapan Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kegiatan pemerintahan dan pengusahaan di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 diselenggarakan secara terpadu dan terkoordinasi.
a. pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan; b. keselamatan dan keamanan pelayaran; dan/atau c. kepabeanan; d. keimigrasian; e. kekarantinaan.
a. Otoritas Pelabuhan; atau b. Unit Penyelenggara Pelabuhan.
a. Menteri untuk Unit Penyelenggara Pelabuhan Pemerintah; dan b. gubernur atau bupati/walikota untuk Unit Penyelenggara Pelabuhan pemerintah daerah.
a. menyediakan lahan daratan dan perairan pelabuhan; b. menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan; c. menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi- Pelayaran; d. menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan; e. menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan; f. menyusun Rencana Induk Pelabuhan, serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan; g. mengusulkan tarif untuk ditetapkan Menteri, atas penggunaan perairan dan/atau daratan, dan fasilitas pelabuhan yang disediakan oleh Pemerintah serta jasa kepelabuhanan yang diselenggarakan oleh Otoritas Pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan h. menjamin kelancaran arus barang.
a. mengatur dan mengawasi penggunaan lahan daratan dan perairan pelabuhan; b. mengawasi penggunaan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan; c. mengatur lalu lintas kapal ke luar masuk pelabuhan melalui pemanduan kapal; dan d. menetapkan standar kinerja operasional pelayanan jasa kepelabuhanan.
Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) diberi hak pengelolaan atas tanah dan pemanfaatan perairan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Aparat Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan merupakan pegawai negeri sipil yang mempunyai kemampuan dan kompetensi di bidang kepelabuhanan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
a. menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan, dan alur-pelayaran; b. menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi- Pelayaran; c. menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan; d. memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan; e. menyusun Rencana Induk Pelabuhan, serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan; f. menjamin kelancaran arus barang; dan g. menyediakan fasilitas pelabuhan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
a. penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk bertambat; b. penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan bakar dan pelayanan air bersih; c. penyediaan dan/atau pelayanan fasilitas naik turun penumpang dan/atau kendaraan; d. penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas; e. penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan; f. penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering, dan Ro-Ro; g. penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang; h. penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan konsolidasi barang; dan/atau i. penyediaan dan/atau pelayanan jasa penundaan kapal.
Kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan yang dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) dilakukan berdasarkan konsesi atau bentuk lainnya dari Otoritas Pelabuhan, yang dituangkan dalam perjanjian.
Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 berperan sebagai operator yang mengoperasikan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya.
a. menyediakan dan memelihara kelayakan fasilitas pelabuhan; b. memberikan pelayanan kepada pengguna jasa pelabuhan sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh Pemerintah; c. menjaga keamanan, keselamatan, dan ketertiban pada fasilitas pelabuhan yang dioperasikan; d. ikut menjaga keselamatan, keamanan, dan ketertiban yang menyangkut angkutan di perairan; e. memelihara kelestarian lingkungan; f. memenuhi kewajiban sesuai dengan konsesi dalam perjanjian; dan g. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, baik secara nasional maupun internasional.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Usaha Pelabuhan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
a. Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul; dan b. gubernur atau bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan.
a. Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul; dan b. gubernur atau bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan pembangunan dan pengoperasian pelabuhan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
a. ditetapkan menjadi bagian dari pelabuhan terdekat; b. wajib memiliki Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu; dan c. ditempatkan instansi Pemerintah yang melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, serta instansi yang melaksanakan fungsi pemerintahan sesuai dengan kebutuhan.
a. pelabuhan terdekat tidak dapat menampung kegiatan pokok tersebut; dan b. berdasarkan pertimbangan ekonomis dan teknis operasional akan lebih efektif dan efisien serta lebih menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran apabila membangun dan mengoperasikan terminal khusus.
Terminal khusus dilarang digunakan untuk kepentingan umum kecuali dalam keadaan darurat dengan izin Menteri.
Terminal khusus yang sudah tidak dioperasikan sesuai dengan izin yang telah diberikan dapat diserahkan kepada Pemerintah atau dikembalikan seperti keadaan semula atau diusulkan untuk perubahan status menjadi terminal khusus untuk menunjang usaha pokok yang lain atau menjadi pelabuhan.
a. sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional; b. layak secara ekonomis dan teknis operasional; c. membentuk atau mendirikan Badan Usaha Pelabuhan; d. mendapat konsesi dari Otoritas Pelabuhan; e. keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran; dan f. kelestarian lingkungan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai terminal khusus dan perubahan status terminal khusus diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Setiap pelayanan jasa kepelabuhanan dikenakan tarif sesuai dengan jasa yang disediakan.
a. pertumbuhan dan pengembangan ekonomi nasional; b. kepentingan perdagangan internasional; c. kepentingan pengembangan kemampuan angkutan laut nasional; d. posisi geografis yang terletak pada lintasan pelayaran internasional; e. Tatanan Kepelabuhanan Nasional; f. fasilitas pelabuhan; g. keamanan dan kedaulatan negara; dan h. kepentingan nasional lainnya.
a. aspek administrasi; b. aspek ekonomi; c. aspek keselamatan dan keamanan pelayaran; d. aspek teknis fasilitas kepelabuhanan; e. fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, instansi bea cukai, imigrasi, dan karantina; dan f. jenis komoditas khusus.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Peran pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dilakukan untuk memberikan manfaat bagi pemerintah daerah.
a. mendorong pengembangan kawasan perdagangan, kawasan industri, dan pusat kegiatan perekonomian lainnya; b. mengawasi terjaminnya kelestarian lingkungan di pelabuhan; c. ikut menjamin keselamatan dan keamanan pelabuhan; d. menyediakan dan memelihara infrastruktur yang menghubungkan pelabuhan dengan kawasan perdagangan, kawasan industri, dan pusat kegiatan perekonomian lainnya; e. membina masyarakat di sekitar pelabuhan dan memfasilitasi masyarakat di wilayahnya untuk dapat berperan serta secara positif terselenggaranya kegiatan pelabuhan; f. menyediakan pusat informasi muatan di tingkat wilayah; g. memberikan izin mendirikan bangunan di sisi daratan; dan h. memberikan rekomendasi dalam penetapan lokasi pelabuhan dan terminal khusus.
a. kelaiklautan kapal; dan b. kenavigasian.
a. keselamatan kapal; b. pencegahan pencemaran dari kapal; c. pengawakan kapal; d. garis muat kapal dan pemuatan; e. kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang; f. status hukum kapal; g. manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal; dan h. manajemen keamanan kapal.
a. Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; b. Telekomunikasi-Pelayaran; c. hidrografi dan meteorologi; d. alur dan perlintasan; e. pengerukan dan reklamasi; f. pemanduan; g. penanganan kerangka kapal; dan h. salvage dan pekerjaan bawah air.
Pembangunan dan pengoperasian pelabuhan dilakukan dengan tetap memperhatikan keselamatan dan keamanan kapal yang beroperasi di pelabuhan, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang serta keselamatan dan keamanan pelabuhan.
a. prosedur pengamanan fasilitas pelabuhan; b. sarana dan prasarana pengamanan pelabuhan; c. sistem komunikasi; dan d. personel pengaman.
Setiap pengoperasian kapal dan pelabuhan wajib memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan serta perlindungan lingkungan maritim.
a. kepelabuhanan; b. pengoperasian kapal; c. pengangkutan limbah, bahan berbahaya, dan beracun di perairan; d. pembuangan limbah di perairan; dan e. penutuhan kapal.
a. material; b. konstruksi; c. bangunan; d. permesinan dan perlistrikan; e. stabilitas; f. tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio; dan g. elektronika kapal.
a. sertifikat keselamatan kapal penumpang; b. sertifikat keselamatan kapal barang; dan c. sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal penangkap ikan.
a. masa berlaku sudah berakhir; b. tidak melaksanakan pengukuhan sertifikat (endorsement); c. kapal rusak dan dinyatakan tidak memenuhi persyaratan keselamatan kapal; d. kapal berubah nama; e. kapal berganti bendera; f. kapal tidak sesuai lagi dengan data teknis dalam sertifikat keselamatan kapal; g. kapal mengalami perombakan yang mengakibatkan perubahan konstruksi kapal, perubahan ukuran utama kapal, perubahan fungsi atau jenis kapal; h. kapal tenggelam atau hilang; atau i. kapal ditutuh (scrapping).
a. keterangan dalam dokumen kapal yang digunakan untuk penerbitan sertifikat ternyata tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya; b. kapal sudah tidak memenuhi persyaratan keselamatan kapal; atau c. sertifikat diperoleh secara tidak sah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengesahan gambar dan pengawasan pembangunan kapal, serta pemeriksaan dan sertifikasi keselamatan kapal diatur dengan Peraturan Menteri.
Setiap kapal wajib diawaki oleh Awak Kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional.
a. membuat catatan setiap kelahiran; b. membuat catatan setiap kematian; dan c. menyaksikan dan mencatat surat wasiat.
Untuk tindakan penyelamatan, Nakhoda berhak menyimpang dari rute yang telah ditetapkan dan mengambil tindakan lainnya yang diperlukan.
a. meninggalkan kapal tanpa izin Nakhoda; b. tidak kembali ke kapal pada waktunya; c. tidak melaksanakan tugas dengan baik; d. menolak perintah penugasan; e. berperilaku tidak tertib; dan/atau f. berperilaku tidak layak.
Setiap orang dilarang mempekerjakan seseorang di kapal dalam jabatan apa pun tanpa disijil dan tanpa memiliki kompetensi dan keterampilan serta dokumen pelaut yang dipersyaratkan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyijilan, pengawakan kapal, dan dokumen pelaut diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai garis muat dan pemuatan diatur dengan Peraturan Menteri.
a. gaji; b. jam kerja dan jam istirahat; c. jaminan pemberangkatan ke tempat tujuan dan pemulangan ke tempat asal; d. kompensasi apabila kapal tidak dapat beroperasi karena mengalami kecelakaan; e. kesempatan mengembangkan karier; f. pemberian akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan atau minuman; dan g. pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian asuransi kecelakaan kerja.
a. ruang pengobatan atau perawatan; b. peralatan medis dan obat-obatan; dan c. tenaga medis.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian kerja dan persyaratan fasilitas kesehatan penumpang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
a. pengukuran kapal; b. pendaftaran kapal; dan c. penetapan kebangsaan kapal.
a. pengukuran dalam negeri untuk kapal yang berukuran panjang kurang dari 24 (dua puluh empat) meter; b. pengukuran internasional untuk kapal yang berukuran panjang 24 (dua puluh empat) meter atau lebih; dan c. pengukuran khusus untuk kapal yang akan melalui terusan tertentu.
a. kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang- kurangnya GT 7 (tujuh Gross Tonnage); b. kapal milik warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; dan c. kapal milik badan hukum Indonesia yang merupakan usaha patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia.
a. Surat Laut untuk kapal berukuran GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage) atau lebih; b. Pas Besar untuk kapal berukuran GT 7 (tujuh Gross Tonnage) sampai dengan ukuran kurang dari GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage); atau c. Pas Kecil untuk kapal berukuran kurang dari GT 7 (tujuh Gross Tonnage).
Kapal negara dapat diberi Surat Tanda Kebangsaan Kapal Indonesia.
Kapal berkebangsaan Indonesia dilarang mengibarkan bendera negara lain sebagai tanda kebangsaan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengukuran dan penerbitan surat ukur, tata cara, persyaratan, dan dokumentasi pendaftaran kapal, serta tata cara dan persyaratan penerbitan Surat Tanda Kebangsaan Kapal diatur dengan Peraturan Menteri.
a. peringatan; b. denda administratif; c. pembekuan izin atau pembekuan sertifikat; d. pencabutan izin atau pencabutan sertifikat; e. tidak diberikan sertifikat; atau f. tidak diberikan Surat Persetujuan Berlayar.
a. memelihara dan merawat Sarana Bantu Navigasi- Pelayaran; b. menjamin keandalan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dengan standar yang telah ditetapkan; dan c. melaporkan kepada Menteri tentang pengoperasian Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran.
Pengoperasian Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dilaksanakan oleh petugas yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan, dan keterampilan yang dibuktikan dengan sertifikat.
Setiap orang dilarang merusak atau melakukan tindakan apa pun yang mengakibatkan tidak berfungsinya Sarana Bantu Navigasi- Pelayaran serta fasilitas alur-pelayaran di laut, sungai, dan danau.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran diatur dengan Peraturan Pemerintah.
a. memelihara dan merawat Telekomunikasi-Pelayaran; b. menjamin keandalan Telekomunikasi-Pelayaran dengan standar yang telah ditetapkan; dan c. melaporkan kepada Menteri tentang pengoperasian Telekomunikasi-Pelayaran.
Pengoperasian Telekomunikasi-Pelayaran dilaksanakan oleh petugas yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan, dan keterampilan yang dibuktikan dengan sertifikat.
Setiap orang dilarang merusak atau melakukan tindakan apa pun yang mengakibatkan tidak berfungsinya Telekomunikasi- Pelayaran serta fasilitas alur-pelayaran di laut, sungai, dan danau.
Ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan Telekomunikasi- Pelayaran diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pemerintah melaksanakan survei dan pemetaan hidrografi untuk pemutakhiran data pada buku petunjuk-pelayaran, peta laut, dan peta alur-pelayaran sungai dan danau.
a. pemberian informasi mengenai keadaan cuaca dan laut serta prakiraannya; b. kalibrasi dan sertifikasi perlengkapan pengamatan cuaca di kapal; dan c. bimbingan teknis pengamatan cuaca di laut kepada Awak Kapal tertentu untuk menunjang masukan data meteorologi.
a. alur-pelayaran di laut; dan b. alur-pelayaran sungai dan danau.
a. menetapkan alur-pelayaran; b. menetapkan sistem rute; c. menetapkan tata cara berlalu lintas; dan d. menetapkan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya.
a. keselamatan berlayar; b. kelestarian lingkungan; c. tata ruang perairan; dan d. tata pengairan untuk pekerjaan di sungai dan danau.
a. skema pemisah lalu lintas di laut; b. rute dua arah; c. garis haluan yang dianjurkan; d. rute air dalam; e. daerah yang harus dihindari; f. daerah lalu lintas pedalaman; dan g. daerah kewaspadaan.
a. kondisi alur-pelayaran; dan b. pertimbangan kepadatan lalu lintas.
Tata cara berlalu lintas di perairan dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap alur-pelayaran wajib dilengkapi dengan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dan Telekomunikasi-Pelayaran.
a. tata cara berlalu lintas; b. alur-pelayaran; c. sistem rute; d. daerah-pelayaran lalu lintas kapal; dan e. Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran.
a. ketahanan nasional; b. keselamatan berlayar; c. eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam; d. jaringan kabel dan pipa dasar laut; e. konservasi sumber daya alam dan lingkungan; f. rute yang biasanya digunakan untuk pelayaran internasional; g. tata ruang laut; dan h. rekomendasi organisasi internasional yang berwenang.
a. Pemerintah harus menetapkan dan mengumumkan zona keamanan dan zona keselamatan pada setiap lokasi kegiatan yang dapat mengganggu keselamatan berlayar; b. setiap membangun, memindahkan, dan/atau membongkar bangunan atau instalasi harus memenuhi persyaratan keselamatan dan mendapatkan izin dari Pemerintah; c. setiap bangunan atau instalasi dimaksud dalam huruf b, yang sudah tidak digunakan wajib dibongkar oleh pemilik bangunan atau instalasi; d. pembongkaran sebagaimana dimaksud dalam huruf c dilaksanakan dengan ketentuan yang berlaku dan dilaporkan kepada Pemerintah untuk diumumkan; dan e. pemilik atau operator yang akan mendirikan bangunan atau instalasi sebagaimana dimaksud dalam huruf c wajib memberikan jaminan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan penetapan alur dan perlintasan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
a. kapal perang; dan b. kapal negara yang digunakan untuk tugas pemerintahan.
Pengelola terminal khusus atau Badan Usaha Pelabuhan yang mengelola dan mengoperasikan pemanduan, wajib membayar persentase dari pendapatan yang berasal dari jasa pemanduan kepada Pemerintah sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan perairan pandu, persyaratan dan kualifikasi petugas pandu, serta penyelenggaraan pemanduan diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan salvage dan pekerjaan bawah air diatur dengan Peraturan Menteri.
a. peringatan; b. pembekuan izin atau pembekuan sertifikat; atau c. pencabutan izin atau pencabutan sertifikat.
a. mengawasi kelaiklautan kapal, keselamatan, keamanan dan ketertiban di pelabuhan; b. mengawasi tertib lalu lintas kapal di perairan pelabuhan dan alur-pelayaran; c. mengawasi kegiatan alih muat di perairan pelabuhan; d. mengawasi kegiatan salvage dan pekerjaan bawah air; e. mengawasi kegiatan penundaan kapal; f. mengawasi pemanduan; g. mengawasi bongkar muat barang berbahaya serta limbah bahan berbahaya dan beracun; h. mengawasi pengisian bahan bakar; i. mengawasi ketertiban embarkasi dan debarkasi penumpang; j. mengawasi pengerukan dan reklamasi; k. mengawasi kegiatan pembangunan fasilitas pelabuhan; l. melaksanakan bantuan pencarian dan penyelamatan; m. memimpin penanggulangan pencemaran dan pemadaman kebakaran di pelabuhan; dan n. mengawasi pelaksanaan perlindungan lingkungan maritim.
a. mengkoordinasikan seluruh kegiatan pemerintahan di pelabuhan; b. memeriksa dan menyimpan surat, dokumen, dan warta kapal; c. menerbitkan persetujuan kegiatan kapal di pelabuhan; d. melakukan pemeriksaan kapal; e. menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar; f. melakukan pemeriksaan kecelakaan kapal; g. menahan kapal atas perintah pengadilan; dan h. melaksanakan sijil Awak Kapal.
Nakhoda wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan warta kapal kepada Syahbandar berdasarkan format yang telah ditentukan oleh Menteri.
Setiap kapal yang memasuki pelabuhan, selama berada di pelabuhan, dan pada saat meninggalkan pelabuhan wajib mematuhi peraturan dan melaksanakan petunjuk serta perintah Syahbandar untuk kelancaran lalu lintas kapal serta kegiatan di pelabuhan.
Syahbandar berwenang melakukan pemeriksaan kelaiklautan dan keamanan kapal di pelabuhan.
a. kapal yang bersangkutan terkait dengan perkara pidana; atau b. kapal yang bersangkutan terkait dengan perkara perdata.
a. penandatanganan perjanjian kerja laut yang dilakukan oleh pelaut dan perusahaan angkutan laut diketahui oleh Syahbandar; dan b. berdasarkan penandatanganan perjanjian kerja laut, Nakhoda memasukkan nama dan jabatan Awak Kapal sesuai dengan kompetensinya ke dalam buku sijil yang disahkan oleh Syahbandar.
a. peringatan; b. pembekuan izin atau pembekuan sertifikat; atau c. pencabutan izin.
a. pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari pengoperasian kapal; dan b. pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari kegiatan kepelabuhanan.
a. pembuangan limbah di perairan; dan b. penutuhan kapal.
Setiap Awak Kapal wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran lingkungan yang bersumber dari kapal.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran akibat pengoperasian kapal diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pengoperasian pelabuhan wajib memenuhi persyaratan untuk mencegah timbulnya pencemaran yang bersumber dari kegiatan di pelabuhan.
Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, Badan Usaha Pelabuhan, dan pengelola terminal khusus wajib menanggulangi pencemaran yang diakibatkan oleh pengoperasian pelabuhan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran di pelabuhan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembuangan limbah di perairan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Persyaratan perlindungan lingkungan maritim untuk kegiatan penutuhan kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 diatur dengan Peraturan Menteri.
a. peringatan; b. denda administratif; c. pembekuan izin; atau d. pencabutan izin.
a. Syahbandar pelabuhan terdekat apabila bahaya terjadi di wilayah perairan Indonesia; atau b. Pejabat Perwakilan Republik Indonesia terdekat dan pejabat pemerintah negara setempat yang berwenang apabila bahaya terjadi di luar wilayah perairan Indonesia.
a. kapal tenggelam; b. kapal terbakar; c. kapal tubrukan; dan d. kapal kandas.
Dalam hal terjadi kecelakaan kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 setiap orang yang berada di atas kapal yang mengetahui terjadi kecelakaan dalam batas kemampuannya harus memberikan pertolongan dan melaporkan kecelakaan tersebut kepada Nakhoda dan/atau Anak Buah Kapal.
Nakhoda yang mengetahui kecelakaan kapalnya atau kapal lain wajib mengambil tindakan penanggulangan, meminta dan/atau memberikan pertolongan, dan menyebarluaskan berita mengenai kecelakaan tersebut kepada pihak lain.
a. Syahbandar pelabuhan terdekat apabila kecelakaan kapal terjadi di dalam wilayah perairan Indonesia; atau b. Pejabat Perwakilan Republik Indonesia terdekat dan pejabat pemerintah negara setempat yang berwenang apabila kecelakaan kapal terjadi di luar wilayah perairan Indonesia.
Kecelakaan kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 merupakan tanggung jawab Nakhoda kecuali dapat dibuktikan lain.
Mahkamah Pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 250 memiliki fungsi untuk melaksanakan pemeriksaan lanjutan atas kecelakaan kapal dan menegakkan kode etik profesi dan kompetensi Nakhoda dan/atau perwira kapal setelah dilakukan pemeriksaan pendahuluan oleh Syahbandar.
Mahkamah Pelayaran berwenang memeriksa tubrukan yang terjadi antara kapal niaga dengan kapal niaga, kapal niaga dengan kapal negara, dan kapal niaga dengan kapal perang.
a. meneliti sebab kecelakaan kapal dan menentukan ada atau tidak adanya kesalahan atau kelalaian dalam penerapan standar profesi kepelautan yang dilakukan oleh Nakhoda dan/atau perwira kapal atas terjadinya kecelakaan kapal; dan b. merekomendasikan kepada Menteri mengenai pengenaan sanksi administratif atas kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh Nakhoda dan/atau perwira kapal.
a. peringatan; atau b. pencabutan sementara Sertifikat Keahlian Pelaut.
f. Dalam pemeriksaan lanjutan Mahkamah Pelayaran dapat menghadirkan pejabat pemerintah di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran dan pihak terkait lainnya. g. Dalam pemeriksaan lanjutan, pemilik, atau operator kapal wajib menghadirkan Nakhoda dan/atau Anak Buah Kapal. h. Pemilik, atau operator kapal yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenakan sanksi berupa: peringatan; pembekuan izin; atau pencabutan izin.
Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi, kewenangan, dan tugas Mahkamah Pelayaran serta tata cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas Komite Nasional Keselamatan Transportasi serta tata cara pemeriksaan dan investigasi kecelakaan kapal diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Tanggung jawab pelaksanaan pencarian dan pertolongan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 258 ayat (1) dikoordinasikan dan dilakukan oleh institusi yang bertanggung jawab di bidang pencarian dan pertolongan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pencarian dan pertolongan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
a. sumber daya manusia di bidang angkutan di perairan; b. sumber daya manusia di bidang kepelabuhanan; c. sumber daya manusia di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran; dan d. sumber daya manusia di bidang perlindungan lingkungan maritim.
a. jenis dan jenjang pendidikan dan pelatihan; b. peserta pendidikan dan pelatihan; c. hak dan kewajiban pendidikan dan pelatihan; d. kurikulum dan metode pendidikan dan pelatihan; e. tenaga pendidik dan pelatih; f. prasarana dan sarana pendidikan dan pelatihan; g. standardisasi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; h. pembiayaan pendidikan dan pelatihan; dan i. pengendalian dan pengawasan terhadap pendidikan dan pelatihan.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan dan pelatihan di bidang pelayaran yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
a. memberikan beasiswa pendidikan; b. membangun lembaga pendidikan sesuai dengan standar internasional; c. melakukan kerja sama dengan lembaga pendidikan yang ada; dan/atau d. mengadakan perangkat simulator, buku pelajaran, dan terbitan maritim yang mutakhir.
a. peringatan; b. denda administratif; c. pembekuan izin; atau d. pencabutan izin.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan dan pengembangan sumber daya manusia, tata cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif, serta besarnya denda administratif diatur dengan Peraturan Pemerintah.
a. mendukung operasional pelayaran; b. meningkatkan pelayanan kepada masyarakat atau publik; dan c. mendukung perumusan kebijakan di bidang pelayaran. m. Sistem informasi pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. n. Pemerintah daerah menyelenggarakan sistem informasi pelayaran sesuai dengan kewenangannya berdasarkan pedoman dan standar yang ditetapkan oleh Pemerintah.
h. sistem informasi angkutan di perairan paling sedikit memuat: usaha dan kegiatan angkutan di perairan; armada dan kapasitas ruang kapal nasional; muatan kapal dan pangsa muatan kapal nasional; usaha dan kegiatan jasa terkait dengan angkutan di perairan; dan trayek angkutan di perairan. i. sistem informasi pelabuhan paling sedikit memuat: kedalaman alur dan kolam pelabuhan; kapasitas dan kondisi fasilitas pelabuhan; arus peti kemas, barang, dan penumpang di pelabuhan; arus lalu lintas kapal di pelabuhan; kinerja pelabuhan; operator terminal di pelabuhan; 8) tarif jasa kepelabuhanan; dan 9) Rencana Induk Pelabuhan dan/atau rencana pembangunan pelabuhan. c. sistem informasi keselamatan dan keamanan pelayaran paling sedikit memuat: 1) kondisi angin, arus, gelombang, dan pasang surut; 2) kapasitas Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, Telekomunikasi-Pelayaran, serta alur dan perlintasan; 3) kapal negara di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran; 4) sumber daya manusia bidang kepelautan; 5) daftar kapal berbendera Indonesia; 6) kerangka kapal di perairan Indonesia; 7) kecelakaan kapal; dan 8) lalu lintas kapal di perairan. d. sistem informasi perlindungan lingkungan maritim paling sedikit memuat: 1) keberadaan bangunan di bawah air (kabel laut dan pipa laut); 2) lokasi pembuangan limbah; dan 3) lokasi penutuhan kapal. e. sistem informasi sumber daya manusia dan peran serta masyarakat di bidang pelayaran paling sedikit memuat: 1) jumlah dan kompetensi sumber daya manusia di bidang pelayaran; dan 2) kebijakan yang diterbitkan oleh Pemerintah di bidang pelayaran.
Penyelenggaraan sistem informasi pelayaran dilakukan dengan membangun dan mengembangkan jaringan informasi secara efektif, efisien, dan terpadu yang melibatkan pihak terkait dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
d. Data dan informasi pelayaran didokumentasikan dan dipublikasikan serta dapat diakses dan digunakan oleh masyarakat yang membutuhkan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. e. Pengelolaan sistem informasi pelayaran oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lain. f. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian dan pengelolaan sistem informasi pelayaran diatur dengan Peraturan Menteri.
e. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 272 ayat (1) dapat dikenakan sanksi administratif, berupa: peringatan; pembekuan izin; atau pencabutan izin. f. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif serta besarnya denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
a. memantau dan menjaga ketertiban penyelenggaraan kegiatan pelayaran; b. memberi masukan kepada Pemerintah dalam penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar teknis di bidang pelayaran; c. memberi masukan kepada Pemerintah, pemerintah daerah dalam rangka pembinaan, penyelenggaraan, dan pengawasan pelayaran; d. menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepada pejabat yang berwenang terhadap kegiatan penyelenggaraan kegiatan pelayaran yang mengakibatkan dampak penting terhadap lingkungan; dan/atau e. melaksanakan gugatan perwakilan terhadap kegiatan pelayaran yang mengganggu, merugikan, dan/atau membahayakan kepentingan umum.
a. melakukan pengawasan keselamatan dan keamanan pelayaran; b. melakukan pengawasan, pencegahan, dan penanggulangan pencemaran di laut; c. pengawasan dan penertiban kegiatan serta lalu lintas kapal; d. pengawasan dan penertiban kegiatan salvage, pekerjaan bawah air, serta eksplorasi dan eksploitasi kekayaan laut; e. pengamanan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; dan f. mendukung pelaksanaan kegiatan pencarian dan pertolongan jiwa di laut.
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan umum penegakan hukum di laut; b. menyusun kebijakan dan standar prosedur operasi penegakan hukum di laut secara terpadu; c. kegiatan penjagaan, pengawasan, pencegahan dan penindakan pelanggaran hukum serta pengamanan pelayaran dan pengamanan aktivitas masyarakat dan Pemerintah di wilayah perairan Indonesia; dan d. memberikan dukungan teknis administrasi di bidang penegakan hukum di laut secara terpadu.
a. melaksanakan patroli laut; b. melakukan pengejaran seketika (hot pursuit); c. memberhentikan dan memeriksa kapal di laut; dan d. melakukan penyidikan.
Aparat penjagaan dan penegakan peraturan di bidang pelayaran yang tidak menggunakan dan menunjukkan identitas yang jelas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 279 ayat (3) dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan serta organisasi dan tata kerja penjaga laut dan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan sehubungan dengan tindak pidana di bidang pelayaran; b. menerima laporan atau keterangan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang pelayaran; c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang pelayaran; e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang pelayaran; f. memotret dan/atau merekam melalui media audiovisual terhadap orang, barang, kapal atau apa saja yang dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana di bidang pelayaran; g. memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan menurut Undang-Undang ini dan pembukuan lainnya yang terkait dengan tindak pidana pelayaran; h. mengambil sidik jari; i. menggeledah kapal, tempat dan memeriksa barang yang terdapat di dalamnya apabila dicurigai adanya tindak pidana di bidang pelayaran; j. menyita benda-benda yang diduga keras merupakan barang yang digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang pelayaran; k. memberikan tanda pengaman dan mengamankan apa saja yang dapat dijadikan sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana di bidang pelayaran; l. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana di bidang pelayaran; m. menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang pelayaran serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka; n. mengadakan penghentian penyidikan; dan o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Setiap orang yang mengoperasikan kapal asing untuk mengangkut penumpang dan/atau barang antarpulau atau antarpelabuhan di wilayah perairan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Setiap orang yang melayani kegiatan angkutan laut khusus yang mengangkut muatan barang milik pihak lain dan atau mengangkut muatan atau barang milik pihak lain dan/atau mengangkut muatan atau barang umum tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Setiap orang yang mengoperasikan kapal pada angkutan di perairan tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Setiap orang yang mengoperasikan kapal pada angkutan sungai dan danau tanpa izin trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Setiap orang yang mengoperasikan kapal pada angkutan penyeberangan tanpa memiliki persetujuan pengoperasian kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (6) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Setiap orang yang menyelenggarakan usaha jasa terkait tanpa memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Setiap orang yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk mengangkut penumpang dan/atau barang terutama angkutan pos sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Setiap orang yang tidak mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Setiap orang yang tidak memberikan fasilitas khusus dan kemudahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Setiap orang yang mengangkut barang berbahaya dan barang khusus yang tidak menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Setiap orang yang tidak mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Setiap orang yang tidak memberikan jaminan atas pelaksanaan tanggung jawab ganti rugi dalam melaksanakan kegiatan di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Setiap orang yang membangun dan mengoperasikan terminal khusus tanpa izin dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Setiap orang yang menggunakan terminal khusus untuk kepentingan umum tanpa memiliki izin dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Setiap orang yang mengoperasikan terminal khusus untuk melayani perdagangan dari dan ke luar negeri tanpa memenuhi persyaratan dan belum ada penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (4) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Setiap orang yang tidak membantu pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Setiap orang yang tidak memelihara kapalnya sehingga tidak memenuhi sesuai persyaratan keselamatan kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Setiap orang yang mengoperasikan kapal yang tidak memenuhi persyaratan perlengkapan navigasi dan/atau navigasi elektronika kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Setiap orang yang mengoperasikan kapal tanpa dilengkapi dengan perangkat komunikasi radio dan kelengkapannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Setiap orang yang mengoperasikan kapal tidak dilengkapi dengan peralatan meteorologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Nakhoda yang sedang berlayar dan mengetahui adanya cuaca buruk yang membahayakan keselamatan berlayar namun tidak menyebarluaskannya kepada pihak lain dan/atau instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Setiap orang yang mempekerjakan Awak Kapal tanpa memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 135 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Setiap orang yang menghalang-halangi keleluasaan Nakhoda untuk melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Setiap orang yang mempekerjakan seseorang di kapal dalam jabatan apa pun tanpa disijil dan tanpa memiliki kompetensi dan keterampilan serta dokumen pelaut yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Setiap orang yang menggunakan peti kemas sebagai bagian dari alat angkut tanpa memenuhi persyaratan kelaikan peti kemas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Setiap orang yang tidak memasang tanda pendaftaran pada kapal yang telah terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Nakhoda yang mengibarkan bendera negara lain sebagai tanda kebangsaan dimaksud dalam Pasal 167 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
a. penjara paling lama 12 (dua belas) tahun jika hal itu dapat mengakibatkan bahaya bagi kapal berlayar atau denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah); b. penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, jika hal itu dapat mengakibatkan bahaya bagi kapal berlayar dan perbuatan itu berakibat kapal tenggelam atau terdampar dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); atau c. penjara seumur hidup atau penjara untuk waktu tertentu paling lama 20 (dua puluh) tahun, jika hal itu dapat mengakibatkan bahaya bagi kapal berlayar dan berakibat matinya seseorang.
Nakhoda yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 193 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Setiap orang yang melakukan pekerjaan pengerukan serta reklamasi alur-pelayaran dan kolam pelabuhan tanpa izin Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Petugas pandu yang melakukan pemanduan tanpa memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud dalam pasal 199 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pemilik kapal dan/atau Nakhoda yang tidak melaporkan kerangka kapalnya yang berada di perairan Indonesia kepada instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pemilik kapal yang tidak menyingkirkan kerangka kapal dan/atau muatannya yang mengganggu keselamatan dan keamanan pelayaran dalam batas waktu yang ditetapkan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
Nakhoda yang melakukan kegiatan perbaikan, percobaan berlayar, kegiatan alih muat di kolam pelabuhan, menunda, dan bongkar muat barang berbahaya tanpa persetujuan dari Syahbandar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 216 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Setiap Awak Kapal yang tidak melakukan pencegahan dan penanggulangan terhadap terjadinya pencemaran lingkungan yang bersumber dari kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 227 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Setiap orang yang mengoperasikan kapalnya dengan mengeluarkan gas buang melebihi ambang batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Setiap orang yang tidak mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Setiap orang yang melakukan pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun tanpa memperhatikan spesifikasi kapal sebagaimana dimaksud dalam pasal 233 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Setiap orang yang melakukan penutuhan kapal dengan tidak memenuhi persyaratan perlindungan lingkungan maritim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Nakhoda yang mengetahui adanya bahaya dan kecelakaan di kapalnya, kapal lain, atau setiap orang yang ditemukan dalam keadaan bahaya, yang tidak melakukan tindakan pencegahan dan menyebarluaskan berita mengenai hal tersebut kepada pihak lain, tidak melaporkan kepada Syahbandar atau Pejabat Perwakilan RI terdekat dan pejabat pemerintah negara setempat yang berwenang apabila bahaya dan kecelakaan terjadi di luar wilayah perairan Indonesia serta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 ayat (3) atau ayat (4), Pasal 247 atau Pasal 248 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Setiap orang yang berada di atas kapal yang mengetahui terjadi kecelakaan dalam batas kemampuannya tidak memberikan pertolongan dan melaporkan kecelakaan kepada Nakhoda dan/atau Anak Buah Kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 246 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Setiap orang yang mengoperasikan kapal atau pesawat udara yang tidak membantu usaha pencarian dan pertolongan terhadap setiap orang yang mengalami musibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 258 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Dalam hal panggilan terhadap korporasi, maka pemanggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan disampaikan kepada pengurus di tempat pengurus berkantor, di tempat korporasi itu beroperasi, atau di tempat tinggal pengurus.
Dalam hal tindak pidana di bidang pelayaran dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda yang ditentukan dalam Bab ini.
d. Setiap pejabat yang melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya atau pada waktu melakukan tindak pidana menggunakan kekuasaan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). e. Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.
Ketentuan ketenagakerjaan di bidang pelayaran dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Ketentuan mengenai pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 dan Pasal 264 berlaku secara mutatis mutandis untuk bidang transportasi.
Kewenangan penegakan hukum pada perairan Zona Ekonomi Eksklusif dilaksanakan oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kapal asing yang saat ini masih melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri tetap dapat melakukan kegiatannya paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.
Administrator Pelabuhan dan Kantor Pelabuhan tetap melaksanakan tugas dan fungsinya sampai dengan terbentuknya lembaga baru berdasarkan Undang-Undang ini.
Pelabuhan umum, pelabuhan penyeberangan, pelabuhan khusus, dan dermaga untuk kepentingan sendiri, yang telah diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran kegiatannya tetap dapat diselenggarakan dengan ketentuan peran, fungsi, jenis, hierarki, dan statusnya wajib disesuaikan dengan Undang- Undang ini paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.
Penjagaan dan penegakan hukum di laut dan pantai serta koordinasi keamanan di laut tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sampai dengan terbentuknya Penjagaan Laut dan Pantai.
Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya dari Undang-Undang ini ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.
Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, dan Syahbandar harus terbentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.
Rencana Induk Pelabuhan Nasional harus ditetapkan oleh Pemerintah paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang- Undang ini berlaku.
Pelabuhan utama yang berfungsi sebagai pelabuhan hub internasional harus ditetapkan oleh Pemerintah paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.
Penjagaan Laut dan Pantai harus sudah terbentuk paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.
Pada saat Undang-Undang ini berlaku semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3493) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 7 Mei 2008 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 Mei 2008 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd ANDI MATTALATTA
Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Negara Kesatuan Republik Indonesia telah dianugerahi sebagai negara kepulauan yang terdiri atas beribu pulau, sepanjang garis khatulistiwa, di antara dua benua dan dua samudera sehingga mempunyai posisi dan peranan penting dan strategis dalam hubungan antarbangsa. Posisi strategis Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dimanfaatkan secara maksimal sebagai modal dasar pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk mewujudkan Indonesia yang aman, damai, adil, dan demokratis, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional dan perwujudan Wawasan Nusantara, perlu disusun sistem transportasi nasional yang efektif dan efisien, dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia, barang, dan jasa, membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis, serta mendukung pengembangan wilayah dan lebih memantapkan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, turut mendukung pertahanan dan keamanan, serta peningkatan hubungan internasional. Transportasi merupakan sarana untuk memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, dalam rangka memantapkan perwujudan Wawasan Nusantara, meningkatkan serta mendukung pertahanan dan keamanan negara, yang selanjutnya dapat mempererat hubungan antarbangsa. Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada penyelenggaraannya yang mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara serta semakin meningkatnya kebutuhan jasa angkutan bagi mobilitas orang dan barang dalam negeri serta ke dan dari luar negeri. Di samping itu, transportasi juga berperan sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar tetapi belum berkembang, dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya. Menyadari pentingnya peran transportasi tersebut, angkutan laut sebagai salah satu moda transportasi harus ditata dalam satu kesatuan sistem transportasi nasional yang terpadu dan mampu mewujudkan penyediaan jasa transportasi yang seimbang sesuai dengan tingkat kebutuhan dan tersedianya pelayanan angkutan yang selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, polusi rendah, dan efisien. Angkutan laut yang mempunyai karakteristik pengangkutan secara nasional dan menjangkau seluruh wilayah melalui perairan perlu dikembangkan potensi dan ditingkatkan peranannya sebagai penghubung antarwilayah, baik nasional maupun internasional termasuk lintas batas, karena digunakan sebagai sarana untuk menunjang, mendorong, dan menggerakkan pembangunan nasional dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menjadi perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengingat penting dan strategisnya peranan angkutan laut yang menguasai hajat hidup orang banyak maka keberadaannya dikuasai oleh negara yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah. Dalam perjalanan waktu, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran perlu dilakukan penyesuaian karena telah terjadi berbagai perubahan paradigma dan lingkungan strategis, baik dalam sistem ketatanegaraan Indonesia seperti penerapan otonomi daerah atau adanya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, pengertian istilah “pelayaran” sebagai sebuah sistem pun telah berubah dan terdiri dari angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran, serta perlindungan lingkungan maritim, yang selanjutnya memerlukan penyesuaian dengan kebutuhan dan perkembangan zaman serta ilmu pengetahuan dan teknologi agar dunia pelayaran dapat berperan di dunia internasional. Atas dasar hal tersebut di atas, maka disusunlah Undang-Undang tentang Pelayaran yang merupakan penyempurnan dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992, sehingga penyelenggaraan pelayaran sebagai sebuah sistem dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat, bangsa dan negara, memupuk dan mengembangkan jiwa kebaharian, dengan mengutamakan kepentingan umum, dan kelestarian lingkungan, koordinasi antara pusat dan daerah, serta pertahanan keamanan negara.
i. pengaturan untuk bidang angkutan di perairan memuat prinsip pelaksanaan asas cabotage dengan cara pemberdayaan angkutan laut nasional yang memberikan iklim kondusif guna memajukan industri angkutan di perairan, antara lain adanya kemudahan di bidang perpajakan, dan permodalan dalam pengadaan kapal serta adanya kontrak jangka panjang untuk angkutan; Dalam rangka pemberdayaan industri angkutan laut nasional, dalam Undang Undang ini diatur pula mengenai hipotek kapal. Pengaturan ini merupakan salah satu upaya untuk meyakinkan kreditor bahwa kapal Indonesia dapat dijadikan agunan berdasarkan peraturan perundang- undangan, sehingga diharapkan perusahaan angkutan laut nasional akan mudah memperoleh dana untuk pengembangan armadanya; j. pengaturan untuk bidang kepelabuhanan memuat ketentuan mengenai penghapusan monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan operator serta memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta secara proposional di dalam penyelenggaraan kepelabuhanan; k. pengaturan untuk bidang keselamatan dan keamanan pelayaran memuat ketentuan yang mengantisipasi kemajuan teknologi dengan mengacu pada konvensi internasional yang cenderung menggunakan peralatan mutakhir pada sarana dan prasarana keselamatan pelayaran, di samping mengakomodasi ketentuan mengenai sistem keamanan pelayaran yang termuat dalam “International Ship and Port Facility Security Code”; dan l. pengaturan untuk bidang perlindungan lingkungan maritim memuat ketentuan mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan laut yang bersumber dari pengoperasian kapal dan sarana sejenisnya dengan mengakomodasikan ketentuan internasional terkait seperti “International Convention for the Prevention of Pollution from Ships”. Selain hal tersebut di atas, yang juga diatur secara tegas dan jelas dalam Undang- Undang ini adalah pembentukan institusi di bidang penjagaan laut dan pantai (Sea and Coast Guard) yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Menteri. Penjaga laut dan pantai memiliki fungsi komando dalam penegakan aturan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, dan fungsi koordinasi di bidang penegakan hukum di luar keselamatan pelayaran. Penjagaan laut dan pantai tersebut merupakan pemberdayaan Badan Koordinasi Keamanan Laut dan perkuatan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai. Diharapkan dengan pengaturan ini penegakan aturan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran dapat dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi dengan baik sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan penegakan hukum di laut yang dapat mengurangi citra Indonesia dalam pergaulan antarbangsa. Terhadap Badan Usaha Milik Negara yang selama ini telah menyelenggarakan kegiatan pengusahaan pelabuhan tetap dapat menyelenggarakan kegiatan yang sama dengan mendapatkan pelimpahan kewenangan Pemerintah, dalam upaya meningkatkan peran Badan Usaha Milik Negara guna mendukung pertumbuhan ekonomi. Dengan diundangkannya Undang-Undang tentang Pelayaran ini, berbagai ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan pelayaran, antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wet Borepublikek Van Koophandel), Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim Tahun 1939, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea, 1982), Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dan sepanjang menyangkut aspek keselamatan dan keamanan pelayaran tunduk pada pengaturan Undang-Undang tentang Pelayaran ini. Dalam Undang-Undang ini diatur hal-hal yang bersifat pokok, sedangkan yang bersifat teknis dan operasional akan diatur dalam Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Cukup jelas.
Huruf a Yang dimaksud ”asas manfaat” adalah pelayaran harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan bagi warga negara, serta upaya peningkatan pertahanan dan keamanan negara. Huruf b Yang dimaksud ”asas usaha bersama dan kekeluargaan” adalah penyelenggaraan usaha di bidang pelayaran dilaksanakan untuk mencapai tujuan nasional yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan. Huruf c Yang dimaksud dengan ”asas persaingan sehat” adalah penyelenggaraan angkutan perairan di dalam negeri harus mampu mengembangkan usahanya secara mandiri, kompetitif, dan profesional. Huruf d Yang dimaksud dengan ”asas adil dan merata tanpa diskriminasi” adalah penyelenggaraan pelayaran harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat tanpa membedakan suku, agama, dan keturunan serta tingkat ekonomi. Huruf e Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah pelayaran harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan international. Huruf f Yang dimaksud dengan “asas kepentingan umum” adalah penyelenggaraan pelayaran harus mengutamakan kepentingan masyarakat luas. Huruf g Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah pelayaran harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik intra-maupun antarmoda transportasi. Huruf h Yang dimaksud dengan “asas tegaknya hukum” adalah Undang- Undang ini mewajibkan kepada Pemerintah untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia untuk selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan pelayaran. Huruf i Yang dimaksud dengan “asas kemandirian” adalah pelayaran harus bersendikan kepada kepribadian bangsa, berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, mengutamakan kepentingan nasional dalam pelayaran dan memperhatikan pangsa muatan yang wajar dalam angkutan di perairan dari dan ke luar negeri. Huruf j Yang dimaksud dengan “asas berwawasan lingkungan hidup” adalah penyelenggaraan pelayaran harus dilakukan berwawasan lingkungan. Huruf k Yang dimaksud dengan “asas kedaulatan negara” adalah penyelenggaraan pelayaran harus dapat menjaga keutuhan wilayah Negara Republik Indonesia. Huruf l Yang dimaksud dengan “asas kebangsaan” adalah penyelenggaraan pelayaran harus dapat mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Cukup jelas.
Termasuk dalam perairan Indonesia adalah perairan daratan antara lain sungai, danau, waduk, kanal, dan terusan.
(2) kapal yang digerakkan oleh angin adalah kapal layar; (3) kapal yang digerakkan dengan tenaga mekanik adalah kapal yang mempunyai alat penggerak mesin, misalnya kapal motor, kapal uap, kapal dengan tenaga matahari, dan kapal nuklir; (4) kapal yang ditunda atau ditarik adalah kapal yang bergerak dengan menggunakan alat penggerak kapal lain; 2 kendaraan berdaya dukung dinamis adalah jenis kapal yang dapat dioperasikan di permukaan air atau di atas permukaan air dengan menggunakan daya dukung dinamis yang diakibatkan oleh kecepatan dan/atau rancang bangun kapal itu sendiri, misalnya jet foil, hidro foil, hovercraft, dan kapal-kapal cepat lainnya yang memenuhi kriteria tertentu; 3 kendaraan di bawah permukaan air adalah jenis kapal yang mampu bergerak di bawah permukaan air; dan 4 alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah adalah alat apung dan bangunan terapung yang tidak mempunyai alat penggerak sendiri, serta ditempatkan di suatu lokasi perairan tertentu dan tidak berpindah-pindah untuk waktu yang sama, misalnya hotel terapung, tongkang akomodasi (acomodation barge) untuk menunjang kegiatan lepas pantai dan tongkang penampung minyak (oil storage barge), serta unit pengeboran lepas pantai berpindah (mobile offshore drilling units/modu).
Pengertian dikuasai oleh negara adalah bahwa negara mempunyai hak penguasaan atas penyelenggaraan pelayaran yang perwujudannya meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Penggunaan kapal berbendera Indonesia oleh perusahaan angkutan laut nasional dimaksudkan dalam rangka pelaksanaan asas cabotage guna melindungi kedaulatan negara (sovereignity) dan mendukung perwujudan Wawasan Nusantara serta memberikan kesempatan berusaha yang seluas-luasnya bagi perusahaan angkutan laut nasional dalam memperoleh pangsa muatan.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “intramoda” meliputi angkutan laut dalam negeri, angkutan laut luar negeri, angkutan laut khusus, dan angkutan pelayaran-rakyat. Yang dimaksud dengan “antarmoda” adalah keterpaduan transportasi darat, transportasi laut, dan transportasi udara. Intra dan antarmoda tersebut merupakan satu kesatuan transportasi nasional.
Yang dimaksud dengan “trayek tetap dan teratur (liner)” adalah pelayanan angkutan laut yang dilakukan secara tetap dan teratur dengan berjadwal dan menyebutkan pelabuhan singgah. Yang dimaksud dengan “trayek tidak tetap dan tidak teratur (tramper)” adalah pelayanan angkutan laut yang dilakukan secara tidak tetap dan tidak teratur.
Yang dimaksud dengan “jaringan trayek” adalah kumpulan dari trayek yang menjadi satu kesatuan pelayanan angkutan penumpang dan/atau barang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya.
Cukup jelas.
Penyusunan jaringan trayek tetap dan teratur dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dan usaha kepada pengguna jasa dan penyedia jasa angkutan laut.
Cukup jelas.
Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “keseimbangan permintaan dan tersedianya ruangan kapal (supply and demand)” adalah terwujudnya pelayanan pada suatu trayek yang dapat diukur dengan tingkat faktor muat (load factor) tertentu. Penyelenggaraan angkutan laut yang telah melakukan keperintisan dengan menempatkan kapalnya pada jaringan trayek tetap dan teratur perlu diberikan proteksi sampai batas waktu tertentu. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “pangsa muatan yang wajar” adalah bahwa wajar tidak selalu dalam arti memperoleh bagian yang sama (equal share), tetapi memperoleh pangsa sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, misalnya dalam perjanjian bilateral, konvensi internasional yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dan peraturan lainnya. Khusus untuk barang milik Pemerintah perlu diupayakan agar pengangkutannya dilaksanakan oleh perusahaan angkutan laut nasional. Perusahaan angkutan laut nasional dapat melakukan kerja sama dengan perusahaan angkutan laut asing untuk menetapkan perjanjian perolehan pangsa muatan (fair share agreement).
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “perusahaan nasional” adalah perusahaan angkutan laut nasional dan badan usaha yang khusus didirikan untuk kegiatan keagenan yang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
Yang dimaksud dengan “secara berkesinambungan” adalah bahwa kegiatan angkutan laut ke atau dari pelabuhan Indonesia yang terbuka untuk perdagangan luar negeri yang dilakukan oleh perusahaan angkutan laut asing secara terus menerus dan tidak terputus.
Cukup jelas.
Termasuk dalam kegiatan angkutan laut khusus antara lain kegiatan angkutan yang dilakukan oleh usaha bidang industri, pariwisata, pertambangan, pertanian serta kegiatan khusus seperti penelitian, pengerukan, kegiatan sosial, dan sebagainya, serta tidak melayani pihak lain dan tidak mengangkut barang umum. Angkutan laut khusus baik dalam negeri maupun luar negeri dapat diselenggarakan dalam rangka memenuhi kebutuhan yang karena sifat muatannya belum dapat diselenggarakan oleh penyedia jasa angkutan laut umum.
Yang dimaksud dengan izin operasi adalah izin yang diberikan kepada pelaksana kegiatan angkutan laut khusus berkaitan dengan pengoperasian kapalnya guna menunjang usaha pokoknya.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud “usaha masyarakat” adalah usaha yang dilakukan oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan mendorong usaha-usaha yang bersifat kooperatif. Usaha masyarakat tersebut memiliki ciri dan sifat tradisional yaitu mengandung nilai-nilai budaya bangsa yang tidak hanya terdapat pada cara pengelolaan usaha serta pengelolanya misalnya mengenai hubungan kerja antarpemilik kapal dengan awak kapal, tetapi juga pada jenis dan bentuk kapal yang digunakan. Hal-hal tersebut perlu dilestarikan dan dikembangkan dengan memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
a. ukuran dan tipe kapal yang tertentu (pinisi, lambo, nade, dan lete); b. tenaga penggerak angin dengan menggunakan layar atau mesin dengan tenaga kurang dari 535 TK atau 535 TK X 0,736 = 393,76 KW; c. pengawakan yang mempunyai kualifikasi berbeda dengan kualifikasi yang ditetapkan bagi kapal; d. lingkup operasinya dapat menjangkau daerah terpencil yang tidak memiliki fasilitas pelabuhan dan kedalaman air yang rendah serta negara yang berbatasan; dan e. Kegiatan bongkar muat dilakukan dengan tenaga manusia (padat karya).
Yang dimaksud dengan “orang perseorangan warga negara Indonesia” adalah orang perorangan (pribadi) yang memenuhi persyaratan untuk berusaha di bidang angkutan laut pelayaran- rakyat. Persyaratan tersebut antara lain Kartu Tanda Penduduk, surat laik kapal sungai dan danau, keterangan domisili, dll.
Ketentuan ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya memberikan pelindungan terhadap kelangsungan usaha angkutan laut pelayaran-rakyat, dan diarahkan untuk memenuhi tuntutan pasar, di samping melakukan kegiatan angkutan, dapat pula melakukan kegiatan bongkar muat dan kegiatan ekspedisi muatan, tanpa mengurangi pembinaan terhadap unsur angkutan lainnya di perairan.
Pengembangan angkutan laut pelayaran-rakyat dapat dilakukan oleh Pemerintah dalam bentuk pengaturan, bimbingan, dan pelatihan dengan memanfaatkan karakteristiknya. Angkutan laut pelayaran-rakyat dapat melayari angkutan sungai dan danau sepanjang memenuhi persyaratan alur dan kedalaman sungai dan danau. Yang dimaksud dengan “meningkatkan kemampuannya sebagai lapangan usaha angkutan laut nasional dan lapangan kerja” adalah dengan memberikan kemudahan mendapatkan permodalan dari lembaga keuangan.
Kegiatan angkutan laut pelayaran-rakyat selain melakukan kegiatan angkutan pelayaran-rakyat di wilayah perairan Indonesia, juga dapat menyinggahi pelabuhan negara tetangga (lintas batas) yang berbatasan dalam rangka melakukan kegiatan perdagangan tradisional antarnegara.
Cukup jelas.
Penggunaan kapal berbendera Indonesia oleh perusahaan angkutan sungai dan danau di dalam negeri dimaksudkan dalam rangka pelaksanaan asas cabotage guna melindungi kedaulatan negara (sovereignity) dan mendukung perwujudan Wawasan Nusantara di negara kepulauan Indonesia. Yang dimaksud dengan “orang perseorangan warga negara Indonesia” adalah orang perorangan (pribadi) yang memenuhi persyaratan untuk berusaha di bidang angkutan sungai dan danau. Persyaratan antara lain Kartu Tanda Penduduk, surat laik kapal sungai dan danau, dan keterangan domisili.
Yang dimaksud dengan “perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah negara tetangga“ adalah perjanjian yang telah disepakati antarnegara yang memuat antara lain persyaratan kapal, kuota kapal, dan persyaratan administrasi.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “intramoda” dalam kegiatan angkutan sungai dan danau adalah angkutan penyeberangan. Yang dimaksud dengan “antarmoda” adalah keterpaduan transportasi darat, transportasi laut, dan transportasi udara. Intra maupun antarmoda tersebut merupakan satu kesatuan transportasi nasional.
Yang dimaksud dengan “trayek tetap” adalah pelayanan angkutan sungai dan danau yang dilakukan secara tetap dan teratur dengan berjadwal dan menyebutkan pelabuhan singgah. Yang dimaksud dengan “trayek tidak tetap dan tidak teratur” adalah pelayanan angkutan sungai dan danau yang dilakukan secara tidak tetap dan tidak teratur.
Yang dimaksud dengan “izin dari Syahbandar” adalah persetujuan berlayar.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Penggunaan kapal berbendera Indonesia oleh perusahaan angkutan penyeberangan di dalam negeri dimaksudkan dalam rangka pelaksanaan asas cabotage guna melindungi kedaulatan negara (sovereignity) dan mendukung perwujudan Wawasan Nusantara.
Kegiatan angkutan penyeberangan antara Negara Republik Indonesia dengan negara tetangga asing dilaksanakan menurut asas timbal balik (reciprocal).
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “jarak tertentu” adalah bahwa tidak semua daratan yang dipisahkan oleh perairan dihubungkan oleh angkutan penyeberangan, tetapi daratan yang dihubungkan merupakan pengembangan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan, dengan tetap memenuhi karakteristik angkutan penyeberangan. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pelaksanaan angkutan ke dan dari wilayah terpencil biasanya secara komersial kurang menguntungkan sehingga pelaksana angkutan pada umumnya tidak tertarik untuk melayani rute demikian. Oleh sebab itu, guna mengembangkan daerah tersebut dan menembus isolasi, angkutan ke dan dari daerah terpencil dan belum berkembang dengan daerah yang sudah berkembang atau maju diselenggarakan oleh Pemerintah dengan mengikutsertakan pelaksana angkutan di perairan, baik swasta maupun koperasi.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup Jelas.
Yang dimaksud dengan “secara terpadu dengan lintas sektoral berdasarkan pendekatan pembangunan wilayah” adalah bahwa penyusunan usulan trayek angkutan laut perintis dikoordinasikan oleh pemerintah daerah dengan mengikutsertakan instansi terkait serta memperhatikan keterpaduan dengan program sektor lain seperti antara lain perdagangan, perkebunan, transmigrasi, perikanan, pariwisata, pendidikan, dan pertanian dalam rangka pengembangan potensi daerah.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “kontrak jangka panjang” adalah paling sedikit untuk jangka waktu lima tahun yang dimaksudkan untuk memberikan jaminan agar perusahaan angkutan laut yang menyelenggarakan pelayaran-perintis dapat melakukan peremajaan kapal.
Cukup jelas.
Kewajiban memiliki izin usaha dalam melakukan kegiatan angkutan di perairan dimaksudkan sebagai alat pembinaan, pengendalian, dan pengawasan angkutan di perairan untuk memberikan kepastian usaha dan perlindungan hukum bagi penyedia dan pengguna jasa.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “GT” adalah singkatan dari Gross Tonnage yang berarti, isi kotor kapal secara keseluruhan yang dihitung sesuai dengan ketentuan konvensi internasional tentang pengukuran kapal (International Tonnage Measurement of Ships) tahun 1969.
Dalam rangka mengembangkan industri pelayaran nasional dimungkinkan adanya investasi dari asing, sedangkan mengenai kepemilikan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud “barang tertentu” adalah barang milik penumpang, barang curah cair yang dibongkar atau dimuat melalui pipa, barang curah kering yang dibongkar atau dimuat melalui conveyor atau sejenisnya, barang yang diangkut melalui kapal Ro-Ro, dan semua jenis barang di pelabuhan yang tidak terdapat perusahaan bongkar muat. Sementara itu, untuk bongkar muat barang selain yang disebutkan di atas harus dilakukan oleh perusahaan bongkar muat.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “cargodoring” adalah pekerjan melepaskan barang dari tali atau jala (ex tackle) di dermaga dan mengangkut dari dermaga ke gudang atau lapangan penumpukan selanjutnya menyusun di gudang atau lapangan penumpukan atau sebaliknya. Yang dimaksud dengan “receiving/delivery” adalah pekerjaan memindahkan barang dari timbunan atau tempat penumpukan di gudang atau lapangan penumpukan dan menyerahkan sampai tersusun di atas kendaraan di pintu gudang atau lapangan penumpukan atau sebaliknya. Yang dimaksud dengan “stuffing” adalah pekerjaan penumpukan ke dalam peti kemas yang dilakukan di gudang atau lapangan penumpukan. Yang dimaksud dengan “stripping” adalah pekerjaan pembongkaran dari dalam peti kemas yang dilakukan di gudang atau di lapangan penumpukan.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Jenis tarif merupakan suatu pungutan atas setiap pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara angkutan laut kepada pengguna jasa angkutan laut. Struktur tarif merupakan kerangka tarif yang dikaitkan dengan tatanan waktu dan satuan ukuran dari setiap jenis pelayanan jasa angkutan dalam satu paket angkutan. Golongan tarif merupakan penggolongan tarif yang ditetapkan berdasarkan jenis pelayanan, klasifikasi, dan fasilitas yang disediakan oleh penyelenggara angkutan.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Ketentuan ini dimaksudkan agar perusahaan angkutan tidak membedakan perlakuan terhadap pengguna jasa angkutan sepanjang yang bersangkutan telah memenuhi perjanjian pengangkutan yang disepakati. Perjanjian pengangkutan harus dilengkapi dengan dokumen pengangkutan sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian internasional maupun peraturan perundang-undangan nasional.
Yang dimaksud dengan ”dokumen muatan” adalah Bill of Lading atau Konosemen dan Manifest.
Yang dimaksud dalam “keadaan tertentu” adalah seperti bencana alam, kecelakaan di laut, kerusuhan sosial yang berdampak nasional, dan negara dalam keadaan bahaya setelah dinyatakan resmi oleh Pemerintah.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Huruf a Yang dimaksud dengan “kematian atau lukanya penumpang yang diangkut” adalah matinya atau lukanya penumpang yang diakibatkan oleh kecelakaan selama dalam pengangkutan dan terjadi di dalam kapal, dan/atau kecelakan pada saat naik ke atau turun dari kapal, sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Huruf b Tanggung jawab tersebut sesuai dengan perjanjian pengangkutan dan peraturan perundang-undangan. Huruf c Tanggung jawab tersebut meliputi antara lain memberikan pelayanan kepada penumpang dalam batas kelayakan selama menunggu keberangkatan dalam hal terjadi keterlambatan pemberangkatan karena kelalaian perusahaan angkutan di perairan. Huruf d Yang dimaksud dengan “pihak ketiga” adalah orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum yang tidak ada kaitannya dengan pengoperasian kapal, tetapi meninggal atau luka atau menderita kerugian akibat pengoperasian kapal.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “asuransi perlindungan dasar” adalah asuransi sebagaimana diatur di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.
Pelayanan khusus bagi penumpang yang menyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah usia 5 (lima) tahun, orang sakit, dan orang lanjut usia dimaksudkan agar mereka juga dapat menikmati pelayanan angkutan dengan baik. Yang dimaksud dengan “fasilitas khusus” dapat berupa penyediaan jalan khusus di pelabuhan dan sarana khusus untuk naik ke atau turun dari kapal, atau penyediaan ruang yang disediakan khusus bagi penempatan kursi roda atau sarana bantu bagi orang sakit yang pengangkutannya mengharuskan dalam posisi tidur. Yang dimaksud dengan “cacat” misalnya penumpang yang menggunakan kursi roda karena lumpuh, cacat kaki, atau tuna netra dan sebagainya. Tidak termasuk dalam pengertian orang sakit dalam ketentuan ini adalah orang yang menderita penyakit menular sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan “orang lanjut usia” adalah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “kapal khusus yang mengangkut barang berbahaya” adalah kapal yang dirancang khusus untuk mengangkut barang berbahaya yang antara lain berupa gas, minyak bumi, bahan kimia (chemical), dan radioaktif.
Cukup jelas
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “tanggung jawab operator bersifat terbatas” adalah tanggung jawab operator transportasi multi- moda terhadap kerugian yang disebabkan oleh keterlambatan penyerahan adalah terbatas pada suatu jumlah yang sebanding dengan 2 (dua) setengah kali biaya angkut yang harus dibayar atas barang yang terlambat, tetapi tidak melebihi jumlah biaya angkut yang harus dibayar berdasarkan kontrak transportasi multimoda. Keseluruhan jumlah tanggung jawab yang menjadi beban operator transportasi multimoda tidak boleh melebihi batas tanggung jawab yang diakibatkan oleh kerugian total terhadap barang.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Huruf a Yang dimaksud dengan “pemberian fasilitas di bidang pembiayaan dan perpajakan” adalah: a. mengembangkan lembaga keuangan nonbank khusus untuk pembiayaan pengadaan armada niaga nasional; b. memfasilitasi tersedianya pembiayaan bagi pengembangan armada niaga nasional baik yang berasal dari perbankan dan lembaga keuangan nonbank dengan kondisi pinjaman yang menarik; dan c. memberikan insentif fiskal bagi pengembangan dan pengadaan armada angkutan perairan nasional. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas.
Huruf a Yang dimaksud dengan “kawasan industri perkapalan terpadu” adalah pusat industri yang meliputi antara lain fasilitas pembangunan, perawatan, perbaikan, dan pemeliharaan, yang terintegrasi dengan industri penunjangnya, seperti material kapal, permesinan, dan perlengkapan kapal. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud “bahan baku dan komponen kapal” antara lain material, suku cadang, dan perlengkapan kapal. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “kekuatan eksekutorial” adalah pemegang hipotek dapat menggunakan grosse akta hipotek sebagai landasan hukum untuk melaksanakan eksekusi tanpa melalui proses gugatan di pengadilan.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Biaya salvage diprioritaskan dari piutang-pelayaran yang didahulukan lainnya agar tidak mengganggu alur-pelayaran dan kolam pelabuhan yang dapat menghambat kelancaran lalu lintas kapal.
Cukup jelas.
Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “pintu gerbang kegiatan perekonomian” adalah sarana perkembangan perekonomian daerah, nasional, dan kegiatan perdagangan internasional. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas.
Cukup jelas.
Huruf a Yang dimaksud dengan “pelabuhan laut” adalah pelabuhan yang dapat digunakan untuk melayani angkutan laut dan/atau angkutan penyeberangan. Huruf b Cukup jelas
Huruf a Pelabuhan utama berfungsi sebagai: a. pelabuhan internasional; dan b. pelabuhan hub internasional. Yang dimaksud dengan “Pelabuhan internasional” adalah pelabuhan utama yang terbuka untuk perdagangan luar negeri. Yang dimaksud dengan “Pelabuhan hub internasional” adalah pelabuhan utama yang terbuka untuk perdagangan luar negeri dan berfungsi sebagai pelabuhan alih muat (transhipment) barang antarnegara. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “kelayakan teknis” antara lain mengenai kondisi perairan (gelombang, arus, kedalaman, dan pasang surut) dan kondisi lahan (kontur permukaan tanah). Yang dimaksud dengan “kelayakan lingkungan” adalah tempat yang akan digunakan untuk lokasi pelabuhan tidak menganggu lingkungan dan sesuai dengan peruntukannya.
Cukup jelas.
Huruf a Yang dimaksud dengan “fasilitas pokok” antara lain dermaga, gudang, lapangan penumpukan, terminal penumpang, terminal peti kemas, terminal Ro-Ro, fasilitas penampungan dan pengolahan limbah, fasilitas bunker, fasilitas pemadam kebakaran, fasilitas gudang untuk bahan atau barang berbahaya dan beracun, fasilitas pemeliharaan dan perbaikan peralatan, serta Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran. Huruf b Yang dimaksud dengan “fasilitas penunjang” antara lain kawasan perkantoran, fasilitas pos dan telekomunikasi, fasilitas pariwisata dan perhotelan, instalasi air bersih, listrik dan telekomunikasi, jaringan jalan dan rel kereta api, jaringan air limbah, drainase dan sampah, tempat tunggu kendaraan bermotor, kawasan perdagangan, kawasan industri, dan fasilitas umum lainnya (peribadatan, taman, tempat rekreasi, olahraga, jalur hijau, dan kesehatan).
Huruf a Yang dimaksud dengan “fasilitas pokok” antara lain alur- pelayaran, perairan tempat labuh, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, perairan tempat alih muat kapal, perairan untuk kapal yang mengangkut bahan atau barang berbahaya, perairan untuk kegiatan karantina, perairan alur penghubung intrapelabuhan, perairan pandu, dan perairan untuk kapal pemerintah. Huruf b Yang dimaksud dengan “fasilitas penunjang” antara lain perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal, perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar), perairan tempat kapal mati, perairan untuk keperluan darurat, dan perairan untuk kegiatan rekreasi (wisata air).
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “koordinat geografis” adalah koordinat yang ditentukan dengan lintang dan bujur.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “dikuasai oleh negara” adalah bahwa negara mempunyai hak penguasaan atas penyelenggaraan daratan dan/atau perairan yang ditetapkan sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan yang perwujudannya meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan.
Cukup jelas.
Penetapan Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan untuk pelabuhan laut pengumpan regional ditetapkan oleh gubernur, sedangkan pelabuhan pengumpan lokal ditetapkan oleh bupati/walikota.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “kegiatan pemerintahan lainnya” antara lain kegiatan kehutanan dan pertambangan yang diselenggarakan oleh instansi yang berwenang dalam rangka mencegah pembalakan liar (illegal logging) dan penambangan liar (illegal mining) yang ke luar masuk melalui pelabuhan.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
1 (satu) Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan dapat membawahi beberapa pelabuhan (cluster).
Yang dimaksud dengan “bentuk lainnya” antara lain persewaan lahan, pergudangan, dan penumpukan. Dalam perjanjian paling sedikit memuat hak dan kewajiban para pihak, kinerja yang harus dicapai oleh Badan Usaha Pelabuhan, dan jangka waktu konsesi.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “kegiatan yang menunjang kelancaran operasional dan memberikan nilai tambah bagi pelabuhan” antara lain perkantoran, fasilitas pariwisata dan perhotelan, instalasi air bersih, listrik dan telekomunikasi, jaringan air limbah dan sampah, pelayanan bunker, dan tempat tunggu kendaraan bermotor.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “dalam keadaan tertentu” adalah apabila ternyata terdapat Badan Usaha Pelabuhan yang mampu memanfaatkan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya untuk melayani kegiatan yang memberikan manfaat komersial.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pada pelabuhan pengumpan regional izin diberikan oleh gubernur, sedangkan pada pelabuhan pengumpan lokal izin diberikan oleh bupati.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “persyaratan operasional” adalah Standar Operasional Pelabuhan, sumber daya manusia yang mengoperasikan, kesiapan instansi lain seperti karantina, bea cukai, dan imigrasi sesuai kebutuhan.
Pada pelabuhan pengumpan regional izin diberikan oleh gubernur, sedangkan pada pelabuhan pengumpan lokal izin diberikan oleh bupati.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “kegiatan tertentu” adalah kegiatan untuk menunjang kegiatan usaha pokok yang tidak terlayani oleh pelabuhan karena sifat barang atau kegiatannya memerlukan pelayanan khusus atau karena lokasinya jauh dari pelabuhan. Kegiatan usaha pokok yang dimaksud antara lain adalah: a. pertambangan; b. energi; c. kehutanan; d. pertanian; e. perikanan; f. industri; dan g. dok dan galangan kapal.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Huruf a Yang dimaksud dengan “aspek administrasi” adalah rekomendasi dari gubernur, bupati/walikota, dan Syahbandar setempat. Huruf b Yang dimaksud dengan “aspek ekonomi” adalah menunjang industri tertentu, dengan arus barang khusus bervolume besar. Huruf c Yang dimaksud dengan “aspek keselamatan dan keamanan pelayaran” adalah dipenuhinya kedalaman perairan dan kolam pelabuhan, Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, stasiun radio pantai, termasuk sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia. Huruf d Yang dimaksud dengan “aspek teknis fasilitas kepelabuhanan” adalah fasilitas pokok, fasilitas penunjang, serta fasilitas pencegahan dan penanggulangan pencemaran. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah peraturan mengenai pemerintahan daerah.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Yang dimaksud dengan “Manajemen Keselamatan dan Pencegahan Pencemaran dari kapal” adalah satu kesatuan sistem dan prosedur serta mekanisme yang tertulis dan terdokumentasi bagi perusahaan angkutan laut dan kapal niaga untuk pengaturan, pengelolaan, pengawasan, dan peninjauan ulang serta peningkatan terus menerus dalam rangka memastikan dan mempertahankan terpenuhinya seluruh kesesuaian terhadap standar keselamatan dan pencegahan pencemaran yang dipersyaratkan dalam ketentuan internasional yang terkait dengan manajemen keselamatan kapal dan pencegahan pencemaran. Huruf h Yang dimaksud dengan “Manajemen Keamanan Kapal” adalah satu kesatuan sistem dan prosedur dan mekanisme yang tertulis dan terdokumentasi bagi perusahaan angkutan laut dan kapal niaga untuk pengaturan, pengelolaan, pengawasan, dan peninjauan ulang serta peningkatan terus menerus dalam rangka memastikan terpenuhinya seluruh kesesuaian terhadap kesiapan kapal menghadapi, mempertahankan, dan menjaga keamanan kapal dalam rangka meningkatkan keselamatan kapal.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “ketentuan internasional” adalah ketentuan yang diterbitkan oleh International Authority of Lighthouse Association (IALA), antara lain yang mengatur standardisasi serta kecukupan dan keandalan Sarana Bantu Navigasi- Pelayaran (SBNP) dan International Telecommunication Union (ITU) dan International Maritime Pilotage Association (IMPA).
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimksud dengan “Sistem pengamanan fasilitas pelabuhan” adalah prosedur pengamanan di fasilitas pelabuhan pada semua tingkatan keamanan (security level). Huruf a Cukup jelas. Huruf b Sarana dan prasarana pengamanan fasilitas pelabuhan meliputi pagar pengaman, pos penjagaan, peralatan monitor, peralatan detektor, peralatan komunikasi, dan penerangan. Huruf c Yang dimaksud dengan “Sistem komunikasi” adalah tata cara berhubungan atau komunikasi internal fasilitas pelabuhan, komunikasi antara koordinator keamanan pelabuhan dengan fasilitas pelabuhan dan dengan instansi terkait. Huruf d Yang dimaksud dengan “Personel pengaman” adalah personel yang memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan pengamanan sesuai dengan manajemen pengamanan (International Ship and Port Facility Security Code/ISPS Code).
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “pengadaan kapal” adalah kegiatan memasukkan kapal dari luar negeri, baik kapal bekas maupun kapal baru untuk didaftarkan dalam daftar kapal Indonesia. Yang dimaksud dengan “pembangunan kapal” adalah pembuatan kapal baru baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang langsung berbendera Indonesia. Yang dimaksud dengan “pengerjaan kapal” adalah tahapan pekerjaan dan kegiatan pada saat dilakukan perombakan, perbaikan, dan perawatan kapal. Yang dimaksud dengan “perlengkapan kapal” adalah bagian yang termasuk dalam perlengkapan navigasi, alat penolong, penemu (smoke detector) dan pemadam kebakaran, radio dan elektronika kapal, dan peta- peta serta publikasi nautika, serta perlengkapan pengamatan meteorologi untuk kapal dengan ukuran dan daerah pelayaran tertentu.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “perombakan” adalah perombakan konstruksi dan memerlukan pengesahan gambar dan perhitungan konstruksi karena mengubah fungsi, stabilitas, struktur, dan dimensi kapal.
Cukup jelas.
Sertifikat keselamatan diberikan kepada semua jenis kapal ukuran GT 7 (tujuh Gross Tonnage) atau lebih kecuali: a. kapal perang; b. kapal negara; dan c. kapal yang digunakan untuk keperluan olah raga.
Huruf a Jenis sertifikat kapal penumpang antara lain: 1. Sertifikat Keselamatan Kapal Penumpang (meliputi keselamatan konstruksi, perlengkapan, dan radio kapal); dan 2. Sertifikat Pembebasan (sertifikat yang memperbolehkan bebas dari beberapa persyaratan yang harus dipenuhi). Huruf b Jenis-jenis sertifikat keselamatan kapal barang sesuai dengan SOLAS 1974 antara lain: 2 Sertifikat Keselamatan Kapal Barang; 3 Sertifikat Keselamatan Konstruksi Kapal Barang; 4 Sertifikat Keselamatan Perlengkapan Kapal Barang; 4. Sertifikat Keselamatan Radio Kapal Barang; dan 5. Sertifikat Pembebasan (sertifikat yang memperbolehkan bebas dari beberapa persyaratan yang harus dipenuhi). Huruf c Sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal penangkap ikan sebagai bukti terpenuhinya persyaratan keselamatan kapal dan pengawakan.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “pejabat pemerintah” adalah pejabat pemeriksa keselamatan kapal yang mempunyai kualifikasi dan keahlian di bidang keselamatan yang diangkat oleh Menteri.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “sewaktu waktu” adalah di luar jadwal yang ditentukan untuk perawatan berkala, karena adanya kebutuhan.
Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” adalah diberikannya keringanan terhadap persyaratan keselamatan kapal dalam kondisi sebagai berikut: a. kapal yang melakukan percobaan berlayar; b. kapal yang digunakan dalam penanggulangan bencana; c. kapal berlayar dalam cuaca buruk dan/atau mengalami musibah yang mengakibatkan rusak atau hilangnya perlengkapan kapal; d. kapal yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pencarian dan pertolongan; e. kapal berlayar menuju galangan untuk perbaikan (docking); atau f. kapal dengan jenis, kategori, ukuran, konstruksi, atau bahan utamanya, dengan mempertimbangkan daerah-pelayarannya tidak efisien apabila harus memasang perlengkapan keselamatan tertentu atau alat komunikasi tertentu. Sebagai contoh kapal dengan jenis, kategori, ukuran, konstruksi, atau bahan utamanya, harus memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan internasional, tetapi karena daerah- pelayarannya lokal dan dekat maka persyaratan peralatan keselamatannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “operator kapal” adalah setiap orang yang berdasarkan alas hak tertentu dengan pemilik kapal mengoperasikan kapal.
Yang dimaksud dengan “menyimpang dari rute” adalah tindakan yang dilakukan oleh Nakhoda dalam rangka penyelamatan dalam hal terjadinya gangguan cuaca seperti badai tropis (tropical cyclone) atau taifun (hurricane). Yang dimaksud dengan “tindakan lainnya yang diperlukan” yaitu tindakan yang harus dilakukan Nakhoda untuk melakukan pertolongan setelah mendengar isyarat bahaya (distress signal) dari kapal lain yang menyatakan “I’m in danger and required immediate assitance” (Convention on the International Regulations for Preventing Collisions at Sea, 1972/COLREGs).
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “dewan kapal” adalah dewan yang dibentuk di atas kapal yang terdiri atas perwira kapal dengan tugas membantu dan memberikan saran kepada pengganti sementara Nakhoda dalam menjalankan kewenangannya.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “buku harian kapal (log book)” adalah catatan yang memuat keterangan mengenai berbagai hal yang terkait dengan operasional kapal.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “dapat dijadikan alat bukti” adalah buku harian kapal merupakan catatan otentik sehingga dapat digunakan untuk membuktikan terjadinya peristiwa atau keberadaan seseorang di kapal.
Cukup jelas.
Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan “berperilaku yang tidak layak” antara lain: a. mempengaruhi orang lain untuk mogok kerja, terlambat melakukan dinas jaga dan/atau melawan perintah atasan; b. mengucapkan kata-kata yang bersifat menghina, memfitnah, dan/atau tidak santun; c. memiliki minuman keras, material pornografi, dan/atau obat terlarang; atau d. berjudi, mabuk, dan tindakan asusila.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Huruf a Yang dimaksud dengan “metode pengukuran dalam negeri” adalah metode pengukuran yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia yang diterapkan pada kapal Indonesia yang tidak tunduk pada ketentuan Konvensi Internasional tentang Pengukuran Kapal (International on Tonnage Measurent of Ship 1969/TMS 1969). Huruf b Yang dimaksud dengan “metode pengukuran internasional” adalah metode pengukuran yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia berdasarkan Konvensi Internasional tentang Pengukuran Kapal (International on Tonnage Measurent of Ship 1969/TMS 1969). Huruf c Yang dimaksud dengan “metode pengukuran khusus” dipergunakan untuk pengukuran dan penentuan tonase kapal yang akan melewati terusan tertentu antara lain metode pengukuran terusan Suez dan metode pengukuran terusan Panama.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “tanda selar” adalah rangkaian huruf dan angka yang terdiri dari GT, angka yang menunjukan besarnya tonase kotor, nomor surat ukur, dan kode pengukuran dari pelabuhan yang menerbitkan surat ukur. Contoh :
GT : Singkatan dari Gross Tonnage 123 : Angka tonase kotor kapal No. : Singkatan dari nomor 45 : Nomor surat ukur Ba : Kode pengukuran dari pelabuhan yang menerbitkan surat ukur (Ba adalah kode pengukuran dari pelabuhan Tanjung Priok)
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “pendaftaran kapal” adalah pendaftaran hak milik atas kapal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Yang dimaksud dengan “grosse akta pendaftaran” adalah salinan resmi dari minut (asli dari akta pendaftaran). Bukti hak milik atas kapal merupakan dokumen kepemilikan yang disampaikan oleh pemilik kapal pada saat mendaftarkan kapalnya antara lain berupa: 1. Bagi kapal bangunan baru a) kontrak pembangunan kapal; b) berita acara serah terima kapal; dan c) surat keterangan galangan. 2. Bagi kapal yang pernah didaftar di negara lain a) bill of sale; dan b) protocol of delivery and acceptance.
Yang dimaksud dengan “tanda pendaftaran” merupakan rangkaian angka dan huruf yang terdiri atas angka tahun pendaftaran, kode pengukuran dari tempat kapal didaftar, nomor urut akta pendaftaran, dan kode kategori kapal. Contoh :
2008 : Tahun pendaftaran kapal Pst : Kode pengukuran dari tempat kapal di daftar No. : Nomor 4999 : Nomor akta pendaftaran kapal L : Kode kategori kapal (L kode kategori untuk kapal laut, N kode kategori untuk kapal nelayan, P kode kategori untuk kapal pedalaman yaitu kapal yang berlayar di sungai dan danau)
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “Surat Laut”, “Pas Besar”, dan “Pas Kecil” adalah Surat Tanda Kebangsaan Kapal yang diberikan sebagai legalitas untuk dapat mengibarkan bendera Indonesia sebagai bendera kebangsaan kapal termasuk kapal penangkap ikan.
Yang dimaksud “perairan sungai dan danau” meliputi sungai, danau, waduk, kanal, terusan, dan rawa.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “identitas kapal” adalah nama kapal dan pelabuhan tempat kapal didaftar yang dicantumkan pada badan kapal, bendera kebangsaan yang dikibarkan pada buritan kapal sesuai dengan Surat Tanda Kebangsaan yang diberikan oleh Pemerintah negara yang bersangkutan.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “kapal untuk jenis dan ukuran tertentu” adalah kapal barang dengan ukuran GT 500 (lima ratus Gross Tonnage) atau lebih dan kapal penumpang semua ukuran yang melakukan pelayaran internasional, sedangkan untuk kapal yang berlayar di dalam negeri jenis dan ukurannya akan ditetapkan tersendiri.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “lembaga yang diberikan kewenangan oleh Pemerintah” adalah badan klasifikasi yang diakui Pemerintah.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “ukuran tertentu” adalah kapal barang dengan ukuran GT 500 (lima ratus Gross Tonnage) atau lebih dan kapal penumpang semua ukuran yang melakukan pelayaran internasional, sedangkan untuk kapal yang berlayar di dalam negeri jenis dan ukurannya akan ditetapkan tersendiri.
Cukup jelas.
Untuk kapal yang berlayar di dalam negeri pengaturan mengenai sertifikat ditetapkan tersendiri.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “kepentingan tertentu lainnya” antara lain penandaan wilayah negara di pulau terluar antara lain berupa menara suar.
Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang- undangan” adalah sesuai dengan ketentuan nasional dan memperhatikan ketentuan internasional. Ketentuan nasional yaitu Standar Nasional Indonesia yang berkaitan dengan Sistem Pelampungan “A” (standar navigasi yang mengacu pada standar Eropa). Ketentuan internasional yaitu: g. United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 82) yang berkaitan dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI); 2) Safety of Life at Sea (SOLAS) yang berkaitan dengan keselamatan navigasi (Safety of Navigation-Chapter V); c. Ketentuan yang dikeluarkan oleh International Maritime Organization (IMO) yang berkaitan dengan Resolusi tentang keselamatan navigasi (Safety of Navigation); d. Ketentuan yang dikeluarkan oleh International Hydrography Organization (IHO) yang berkaitan dengan hidrografi; dan e. Ketentuan yang dikeluarkan oleh International Association Marine Aids to Navigation and Lighthouse Authorities (IALA) yang berkaitan dengan rekomendasi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran.
Yang dimaksud dengan “dalam keadaan tertentu” adalah apabila Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dipergunakan untuk mendukung kegiatan yang bukan untuk kepentingan umum antara lain anjungan minyak (oil platform), pengerukan, salvage, dan terminal khusus di lokasi tertentu.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “hambatan” adalah keadaan yang dapat mengganggu atau menghalangi lalu lintas angkutan di perairan antara lain kerangka kapal di alur-pelayaran.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “kapal tertentu” adalah kapal perang, kapal negara, kapal rumah sakit, kapal yang memasuki suatu pelabuhan khusus untuk keperluan meminta pertolongan atau kapal yang memberi pertolongan jiwa manusia, kapal yang melakukan percobaan berlayar, dan kapal swasta yang melakukan tugas pemerintahan.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang- undangan” adalah ketentuan nasional dan ketentuan internasional di bidang telekomunikasi, antara lain: (3) Ketentuan nasional yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi; dan (4) Ketentuan internasional, yaitu International Telecommunication Union (ITU) yang telah diratifikasi terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2004 tentang Pengesahan Instruments Amending The Constitution and The Convention of The International Telecommunication Union, Marrakesh, 2002 (Instrumen Perubahan Konstitusi dan Konvensi Perhimpunan Telekomunikasi Internasional, Marrakesh 2002) dan International Maritime Organization (IMO).
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “hambatan” antara lain adalah adanya gangguan frekuensi yang penggunaannya tidak sesuai dengan peruntukannya.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “komunikasi marabahaya” adalah komunikasi yang menunjukkan adanya stasiun atau unit bergerak atau orang lain dalam keadaan benar-benar bahaya dan membutuhkan pertolongan segera (MAYDAY MAYDAY MAYDAY). Yang dimaksud dengan “komunikasi segera” adalah komunikasi yang berisikan informasi untuk meminta pertolongan terhadap orang yang sakit di atas kapal atau informasi untuk meminta pertolongan terhadap orang jatuh di laut (PAN PAN PAN). Yang dimaksud dengan “komunikasi keselamatan” adalah komunikasi yang berisi informasi tentang: a. adanya pergeseran posisi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; b. padamnya Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; c. adanya pengeboran minyak pada suatu posisi di alur-pelayaran; d. munculnya sebuah karang; e. adanya benda terapung yang membahayakan-pelayaran; f. dukungan untuk operasi pencarian dan pertolongan (Search and Rescue); atau g. pelaporan adanya kapal misterius (phantom ship). (SECURITY SECURITY SECURITY) Yang dimaksud dengan “siaran tanda waktu standar” adalah pancaran tanda waktu untuk kapal, stasiun pantai, dan pihak lain yang memerlukan informasi waktu dan mencocokkan kronometer.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “awak kapal tertentu” adalah perwira nautika yang bertanggung jawab terhadap keadaan cuaca.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “sebagian penyelenggaraan alur-pelayaran” adalah alur yang menuju ke terminal khusus.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “kepentingan lainnya” antara lain pembangunan pelabuhan, penahan gelombang, penambangan, dan bangunan lainnya yang memerlukan pekerjaan pengerukan yang dapat mengakibatkan terganggunya alur-pelayaran.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “wilayah tertentu” antara lain perairan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), jalur Traffic Separation Scheme (TSS), area Ship to Ship Transfer (STS), perairan yang telah ditetapkan Ship Reporting System (SRS). Yang dimaksud dengan “semua informasi” adalah informasi yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan pelayaran.
Yang dimaksud dengan “terus menerus, langsung, dan secepatnya” adalah berlayar dari laut bebas melintas perairan Indonesia dan langsung menuju ke laut bebas lainnya sesuai dengan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut).
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “keadaan darurat” adalah kapal yang mengalami musibah atau memberikan pertolongan kepada orang atau kapal yang sedang mengalami musibah.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan “memberikan jaminan” adalah kewajiban bagi pemilik atau operator untuk memiliki jaminan asuransi atau menempatkan sejumlah uang sebagai jaminan untuk menggantikan biaya pembongkaran bangunan atau instalasi yang tidak digunakan lagi oleh pemilik atau operator.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “perairan wajib pandu” adalah suatu wilayah perairan yang karena kondisinya wajib dilakukan pemanduan bagi kapal berukuran GT 500 (lima ratus Gross Tonnage) atau lebih. Yang dimaksud dengan “perairan pandu luar biasa” adalah suatu wilayah perairan yang karena kondisi perairannya tidak wajib dilakukan pemanduan tetapi apabila Nakhoda memerlukan dapat mengajukan permintaan jasa pemanduan.
Cukup jelas.
Pelimpahan pemanduan kepada Badan Usaha Pelabuhan dilaksanakan pada pelabuhan yang diusahakan secara komersial atau terminal khusus. Yang dimaksud dengan “dapat dilimpahkan” adalah untuk memenuhi kebutuhan, sesuai persyaratan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta dapat dicabut apabila pelaksanaan tugasnya tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pelaksanaan penegakan hukum di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran oleh Syahbandar dilakukan di dalam wilayah Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan.
Cukup jelas.
Persyaratan kompetensi berlaku juga pada Syahbandar di pelabuhan perikanan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Cukup jelas.
Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “penerbitan persetujuan kegiatan kapal di pelabuhan” antara lain menerbitkan izin untuk kegiatan pengelasan, pembersihan tangki (tank cleaning), perpindahan sandar kapal, melarang atau mengizinkan orang naik ke atas kapal, dan alih muat barang. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “ketentuan internasional” adalah mengenai sistem keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan (International Ship and Port Facility Security Code/ISPS Code). Yang dimaksud dengan “Syahbandar bertindak selaku komite keamanan pelabuhan (port security commitee)” adalah Syahbandar atas nama Pemerintah selaku Designated Authority (DA) berwenang menentukan tingkat keamanan di pelabuhan (security level).
Yang dimaksud dengan “dapat meminta bantuan” adalah Syahbandar berhak meminta dukungan dan bantuan apabila diperlukan antara lain jika terjadi tindak pidana atau kriminal.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “surat dan dokumen kapal” antara lain Surat Ukur, Surat Tanda Kebangsaan Kapal, Sertifikat Keselamatan, Sertifikat Garis Muat, Sertifikat Pengawakan Kapal, dan dokumen muatan.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “warta kapal” adalah informasi tentang kondisi umum kapal dan muatannya (ship condition).
Yang dimaksud dengan “petunjuk serta perintah Syahbandar” antara lain menolak kedatangan kapal, memerintahkan perpindahan kapal, dan menentukan tempat labuh jangkar.
Cukup jelas.
Cukup jelas
Yang dimaksud dengan “dalam keadaan tertentu” adalah apabila Syahbandar mendapat laporan adanya indikasi bahwa kapal tidak memenuhi persyaratan kelaiklautan dan keamanan.
Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang- undangan” meliputi konvensi internasional yang mengatur mengenai port state control.
Cukup jelas.
Surat Persetujuan Berlayar yang dalam kelaziman internasional disebut port clearance diterbitkan setelah dipenuhinya persyaratan kelaiklautan kapal dan kewajiban lainnya.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas
Cukup jelas
Yang dimaksud “dapat” adalah apabila dari hasil pemeriksaan pendahuluan terdapat keterangan dan/atau bukti awal mengenai kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh Nakhoda dan/atau perwira kapal.
Cukup jelas
Yang dimaksud dengan “klaim-pelayaran (maritime claim)” sesuai dengan ketentuan mengenai penahanan kapal (arrest of ships), timbul karena: a. kerugian atau kerusakan yang disebabkan oleh pengoperasian kapal; b. hilangnya nyawa atau luka parah yang terjadi baik di daratan atau perairan atau laut yang diakibatkan oleh pengoperasian kapal; c. kerusakan terhadap lingkungan, kapalnya, atau barang muatannya sebagai akibat kegiatan operasi salvage atau perjanjian tentang salvage; d. kerusakan atau ancaman kerusakan terhadap lingkungan, garis pantai atau kepentingan lainnya yang disebabkan oleh kapal, termasuk biaya yang diperlukan untuk mengambil langkah pencegahan kerusakan terhadap lingkungan, kapalnya, atau barang muatannya, serta untuk pemulihan lingkungan sebagai akibat terjadinya kerusakan yang timbul; e. biaya-biaya atau pengeluaran yang berkaitan dengan pengangkatan, pemindahan, perbaikan, atau terhadap kapal, termasuk juga biaya penyelamatan kapal dan awak kapal; f. biaya pemakaian atau pengoperasian atau penyewaan kapal yang tertuang dalam perjanjian pencarteran (charter party) atau lainnya; g. biaya pengangkutan barang atau penumpang di atas kapal, yang tertuang dalam perjanjian pencarteran atau lainnya; h. kerugian atau kerusakan barang termasuk peti atau koper yang diangkut di atas kapal; i. kerugian dan kerusakan kapal dan barang karena terjadinya peristiwa kecelakaan di laut (general average); j. biaya penarikan kapal (towage); k. biaya pemanduan (pilotage); l. biaya barang, perlengkapan, kebutuhan kapal, Bahan Bakar Minyak atau bunker, peralatan kapal termasuk peti kemas yang disediakan untuk pelayanan dan kebutuhan kapal untuk pengoperasian, pengurusan, penyelamatan atau pemeliharaan kapal; m. biaya pembangunan, pembangunan ulang atau rekondisi, perbaikan, mengubah atau melengkapi kebutuhan kapal; n. biaya pelabuhan, kanal, galangan, bandar, alur pelayaran, dan/atau biaya pungutan lainnya; o. gaji dan lainnya yang terutang bagi Nakhoda, perwira dan Anak Buah Kapal serta lainnya yang dipekerjakan di atas kapal termasuk biaya untuk repatriasi, asuransi sosial untuk kepentingan mereka; p. pembiayaan atau disbursements yang dikeluarkan untuk kepentingan kapal atas nama pemilik kapal; q. premi asuransi (termasuk “mutual insurance call”) kapal yang harus dibayar oleh pemilik kapal atau pencarter kapal tanpa Anak Buah Kapal atau bare boat (demise charterer); r. komisi, biaya, perantara atau broker atau keagenan yang harus dibayar berkaitan dengan kapal atas nama pemilik kapal tanpa Anak Buah Kapal (demise charterer); s. biaya sengketa berkenaan dengan status kepemilikan kapal; t. biaya sengketa yang terjadi di antara rekan pemilikan kapal (co- owner) berkenaan dengan pengoperasian dan penghasilan atau hasil tambang kapal; u. biaya gadai atau hipotek kapal atau pembebanan lain yang sifatnya sama atas kapal; dan v. biaya sengketa yang timbul dari perjanjian penjualan kapal.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “dokumen pelaut” adalah dokumen identitas pelaut dan perjanjian kerja laut. Dokumen identitas pelaut antara lain terdiri atas Buku Pelaut dan Kartu Identitas Pelaut. Yang dimaksud dengan “disijil” adalah dimasukkan dalam buku daftar awak kapal yang disebut buku sijil yang berisi daftar awak kapal yang bekerja di atas kapal sesuai dengan jabatannya dan tanggal naik turunnya yang disahkan oleh Syahbandar.
Cukup jelas
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas
Yang dimaksud dengan “penanggung jawab unit kegiatan lain di perairan” antara lain pengelola unit pengeboran minyak dan fasilitas penampungan minyak di perairan.
Cukup jelas
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “institusi yang berwenang untuk penanganan lebih lanjut” adalah institusi yang menangani pengendalian pencemaran secara nasional.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan limbah bahan berbahaya dan beracun termasuk juga limbah radioaktif.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “limbah” antara lain dapat berupa limbah minyak, bahan kimia, bahan berbahaya dan beracun, sampah, serta kotoran.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “lokasi tertentu” adalah pembuangan limbah tidak boleh dilakukan pada alur-pelayaran, kawasan lindung, kawasan suaka alam, taman nasional, taman wisata alam, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, sempadan pantai, kawasan terumbu karang, kawasan mangrove, kawasan perikanan dan budidaya, kawasan pemukiman, dan daerah sensitif terhadap pencemaran. Yang dimaksud dengan “pembuangan limbah” termasuk juga berupa kerangka kapal.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud ”penutuhan kapal” adalah kegiatan pemotongan dan penghancuran kapal yang tidak digunakan lagi dengan aman dan berwawasan lingkungan (safe and environmentally sound manner).
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “bahaya” adalah ancaman yang disebabkan oleh faktor eksternal dan internal dari kapal.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “orang” termasuk juga orang yang berada di menara suar yang ditemukan dalam keadaan bahaya. Yang dimaksud dengan “pihak lain” antara lain Nakhoda kapal lain yang berada di sekitar lokasi bahaya, stasiun radio pantai dan pejabat berwenang terdekat yang memilki kewenangan untuk menindaklanjuti proses kecelakaan tersebut.
Pelaporan oleh Nakhoda dilakukan untuk setiap bahaya bagi keselamatan kapal, baik yang terjadi di dalam maupun luar negeri, baik yang mengakibatkan atau dapat mengakibatkan kerusakan pada alur atau bangunan di perairan yang dapat mengganggu keselamatan berlayar maupun tidak. Yang dimaksud dengan “melaporkan” adalah menyampaikan berita bahaya bagi keselamatan kapal dengan cara sistem telekomunikasi antara lain melalui Stasiun Radio Pantai, Vessel Traffic Information System (VTIS), semaphore, morse serta sarana lain yang dapat digunakan untuk menyampaikan berita atau menarik perhatian bagi pihak lain.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “pihak lain” antara lain Nakhoda kapal lain yang berada di sekitar lokasi kecelakaan, stasiun radio pantai dan pejabat berwenang terdekat yang memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti proses kecelakaan tersebut.
Yang dimaksud dengan “melaporkan” adalah menyampaikan berita kecelakaan kapal dengan cara sistem telekomunikasi antara lain melalui Stasiun Radio Pantai, Vessel Traffic Information System (VTIS), semaphore, morse serta sarana lain yang dapat digunakan untuk menyampaikan berita atau menarik perhatian bagi pihak lain.
Yang dimaksud dengan “dibuktikan lain” adalah berdasarkan pembuktian telah dilakukan upaya dan melaksanakan kewajiban berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan Komite Nasional Keselamatan Transportasi adalah institusi yang diberi kewenangan untuk melakukan investigasi sebab terjadinya kecelakaan.
Cukup jelas.
Hasil investigasi yang dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi disampaikan kepada Menteri yang disertai dengan rekomendasi untuk memperbaiki kebijakan yang terkait dengan sistem, sarana dan prasarana transportasi, serta sumber daya manusia.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Sistem informasi pelayaran bertujuan untuk memberikan informasi di bidang angkutan perairan dan kepelabuhanan serta terjaminnya keselamatan dan keamanan pelayaran dan memberikan perlindungan lingkungan maritim.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “penyidik lainnya” adalah penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain Perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan ” melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab” adalah bahwa dalam melaksanakan tugasnya penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “izin” adalah izin untuk membangun fasilitas yang diterbitkan oleh pemerintah daerah dan izin operasional yang tunduk pada Undang-Undang ini.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Penentuan waktu 3 (tiga) tahun dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan waktu yang cukup bagi Pemerintah merencanakan pengembangan pelabuhan dan Badan Usaha Milik Negara. Untuk keperluan pengembangan tersebut atas perintah Menteri dilakukan: a. evaluasi aset Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan usaha pelabuhan; dan (3) audit secara menyeluruh terhadap aset Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan usaha pelabuhan.
Yang dimaksud dengan “tetap diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara” adalah Badan Usaha Milik Negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1991, Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1991, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1991, dan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1991, tetap menyelenggarakan kegiatan usaha di pelabuhan yang meliputi: a. kegiatan yang diatur dalam Pasal 90 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang ini; b. penyediaan kolam pelabuhan sesuai dengan peruntukannya berdasarkan pelimpahan dari Pemerintah dan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. pelayanan jasa pemanduan berdasarkan pelimpahan dari Pemerintah dan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan d. penyediaan dan pengusahaan tanah sesuai kebutuhan berdasarkan pelimpahan dari Pemerintah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan “harus ditetapkan” adalah menetapkan beberapa pelabuhan utama sebagai hub internasional termasuk juga mengevaluasi pelabuhan hub internasional yang telah ditetapkan sebelum Undang-Undang ini diundangkan.
Yang dimaksud dengan “dievaluasi dan disesuaikan” termasuk keberadaan pelabuhan perikanan yang berada di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.