UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI
No.217, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Panas Bumi. {enyelenggaraan. Pemanfaatan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5585)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Panas Bumi merupakan sumber daya alam terbarukan dan merupakan kekayaan alam yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting untuk menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan guna mewujudkan kesejahteraan rakyat; b. bahwa Panas Bumi merupakan energi ramah lingkungan yang potensinya besar dan pemanfaatannya belum optimal sehingga perlu didorong dan ditingkatkan secara terencana dan terintegrasi guna mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil; c. bahwa dalam rangka menjaga keberlanjutan dan ketahanan energi nasional serta efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan Panas Bumi untuk pemanfaatan tidak langsung sebagai pembangkit tenaga listrik, kewenangan penyelenggaraannya perlu dilaksanakan oleh Pemerintah; d. bahwa Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi belum mengatur pemanfaatan Panas Bumi secara komprehensif sehingga perlu diganti; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Panas Bumi; Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 ayat (2), ayat (3) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PANAS BUMI.
1. Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, serta batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panas Bumi. 2. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 3. Wilayah Kerja Panas Bumi yang selanjutnya disebut Wilayah Kerja adalah wilayah dengan batas-batas koordinat tertentu digunakan untuk pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung. 4. Izin Panas Bumi adalah izin melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk pemanfaatan tidak langsung pada Wilayah Kerja tertentu. 5. Izin Pemanfaatan Langsung adalah izin untuk melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung pada lokasi tertentu. 6. Survei Pendahuluan adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan, analisis, dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi, geofisika, dan geokimia, serta survei landaian suhu apabila diperlukan, untuk memperkirakan letak serta ada atau tidak adanya sumber daya Panas Bumi. 7. Eksplorasi adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, pengeboran uji, dan pengeboran sumur eksplorasi yang bertujuan untuk memperoleh informasi kondisi geologi bawah permukaan guna menemukan dan mendapatkan perkiraan cadangan Panas Bumi. 8. Studi Kelayakan adalah kajian untuk memperoleh informasi secara terperinci terhadap seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan pemanfaatan Panas Bumi yang diusulkan. 9. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan pada Wilayah Kerja tertentu yang meliputi pengeboran sumur pengembangan dan sumur reinjeksi, pembangunan fasilitas lapangan dan penunjangnya, serta operasi produksi Panas Bumi. 10. Pemanfaatan Langsung adalah kegiatan pengusahaan pemanfaatan Panas Bumi secara langsung tanpa melakukan proses pengubahan dari energi panas dan/atau fluida menjadi jenis energi lain untuk keperluan nonlistrik. 11. Pemanfaatan Tidak Langsung adalah kegiatan pengusahaan pemanfaatan Panas Bumi dengan melalui proses pengubahan dari energi panas dan/atau fluida menjadi energi listrik. 12. Badan Usaha adalah badan hukum yang berusaha di bidang Panas Bumi yang berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi, atau perseroan terbatas dan didirikan berdasarkan hukum Indonesia serta berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 13. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. 14. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 15. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 16. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Panas Bumi.
a. manfaat; b. efisiensi; c. keadilan; d. pengoptimalan ekonomi dalam pemanfaatan sumber daya energi; e. keterjangkauan; f. berkelanjutan; g. kemandirian; h. keamanan dan keselamatan; dan i. kelestarian fungsi lingkungan hidup.
a. mengendalikan kegiatan pengusahaan Panas Bumi untuk menunjang ketahanan dan kemandirian energi guna mendukung pembangunan yang berkelanjutan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; b. meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan berupa Panas Bumi untuk memenuhi kebutuhan energi nasional; dan c. meningkatkan pemanfaatan energi bersih yang ramah lingkungan guna mengurangi emisi gas rumah kaca.
a. Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung yang berada pada: 1. lintas wilayah provinsi termasuk Kawasan Hutan produksi dan Kawasan Hutan lindung; 2. Kawasan Hutan konservasi; 3. kawasan konservasi di perairan; dan 4. wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas di seluruh Indonesia. b. Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung yang berada di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Kawasan Hutan produksi, Kawasan Hutan lindung, Kawasan Hutan konservasi, dan wilayah laut.
a. lintas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi termasuk Kawasan Hutan produksi dan Kawasan Hutan lindung; dan b. wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.
a. wilayah kabupaten/kota termasuk Kawasan Hutan produksi dan Kawasan Hutan lindung; dan b. wilayah laut paling jauh 1/3 (satu per tiga) dari wilayah laut kewenangan provinsi.
a. pembuatan kebijakan nasional; b. pengaturan di bidang Panas Bumi; c. pemberian Izin Panas Bumi; d. pemberian Izin Pemanfaatan Langsung pada wilayah yang menjadi kewenangannya; e. pembinaan dan pengawasan; f. pengelolaan data dan informasi geologi serta potensi Panas Bumi; g. inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan cadangan Panas Bumi; h. pelaksanaan Eksplorasi, Eksploitasi, dan/atau pemanfaatan Panas Bumi; dan i. pendorongan kegiatan penelitian, pengembangan dan kemampuan perekayasaan.
a. pembentukan peraturan perundang-undangan daerah provinsi di bidang Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung; b. pemberian Izin Pemanfaatan Langsung pada wilayah yang menjadi kewenangannya; c. pembinaan dan pengawasan; d. pengelolaan data dan informasi geologi serta potensi Panas Bumi pada wilayah provinsi; dan e. inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan cadangan Panas Bumi pada wilayah provinsi.
a. pembentukan peraturan perundang-undangan daerah kabupaten/kota di bidang Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung; b. pemberian Izin Pemanfaatan Langsung pada wilayah yang menjadi kewenangannya; c. pembinaan dan pengawasan; d. pengelolaan data dan informasi geologi serta potensi Panas Bumi pada wilayah kabupaten/kota; dan e. inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan cadangan Panas Bumi pada wilayah kabupaten/kota.
a. pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung; dan b. pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung.
a. wisata; b. agrobisnis; c. industri; dan d. kegiatan lain yang menggunakan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung.
Pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung menjadi prioritas utama dalam pengusahaan Panas Bumi.
a. lintas wilayah provinsi termasuk Kawasan Hutan produksi dan Kawasan Hutan lindung; b. Kawasan Hutan konservasi; c. kawasan konservasi di perairan; dan d. wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas di seluruh Indonesia.
a. lintas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi termasuk Kawasan Hutan produksi dan Kawasan Hutan lindung; dan b. wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.
a. wilayah kabupaten/kota termasuk Kawasan Hutan produksi dan Kawasan Hutan lindung; dan b. wilayah laut paling jauh 1/3 (satu per tiga) dari wilayah laut kewenangan provinsi.
Harga energi Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung diatur oleh Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 serta pengaturan harga energi Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
a. Eksplorasi; b. Eksploitasi; dan c. pemanfaatan.
Dalam melaksanakan kegiatan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Badan Usaha pemegang Izin Panas Bumi harus mengikuti kaidah keteknikan, keuangan, dan pengelolaan yang sesuai dengan standar nasional serta menjunjung tinggi etika bisnis.
a. nama Badan Usaha; b. nomor pokok wajib pajak Badan Usaha; c. jenis kegiatan pengusahaan; d. jangka waktu berlakunya Izin Panas Bumi; e. hak dan kewajiban pemegang Izin Panas Bumi; f. Wilayah Kerja; dan g. tahapan pengembalian Wilayah Kerja.
a. mendapatkan: 1. izin pinjam pakai untuk menggunakan Kawasan Hutan produksi atau Kawasan Hutan lindung; atau 2. izin untuk memanfaatkan Kawasan Hutan konservasi, dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan; dan b. melaksanakan kegiatan pengusahaan Panas Bumi dengan memperhatikan tujuan utama pengelolaan hutan lestari sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal kegiatan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung berada pada wilayah konservasi di perairan, pemegang Izin Panas Bumi wajib mendapatkan izin dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan.
Pemerintah dalam melakukan Eksplorasi, Eksploitasi, dan/atau pemanfaatan dapat menugasi badan layanan umum atau badan usaha milik negara yang berusaha di bidang Panas Bumi.
Izin Panas Bumi diberikan untuk melakukan Eksplorasi, Eksploitasi, dan pemanfaatan.
a. memiliki izin lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang termasuk dalam Studi Kelayakan; dan b. menyampaikan hasil Studi Kelayakan kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan.
a. habis masa berlakunya; b. dikembalikan; c. dicabut; atau d. dibatalkan.
a. permohonan perpanjangan Izin Panas Bumi tidak diajukan; atau b. permohonan perpanjangan Izin Panas Bumi diajukan tetapi ditolak.
a. melakukan pelanggaran terhadap salah satu ketentuan yang tercantum dalam Izin Panas Bumi; dan/atau b. tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. pemegang Izin Panas Bumi memberikan data, informasi, atau keterangan yang tidak benar dalam permohonan; atau b. Izin Panas Bumi dinyatakan batal berdasarkan putusan pengadilan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Izin Panas Bumi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara seluruh kegiatan Eksplorasi, Eksploitasi, atau pemanfaatan; dan/atau c. pencabutan Izin Panas Bumi.
Hak atas Wilayah Kerja tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi.
a. memperlihatkan: 1. Izin Pemanfaatan Langsung atau salinan yang sah; atau 2. Izin Panas Bumi atau salinan yang sah; b. memberitahukan maksud dan tempat kegiatan yang akan dilakukan; dan c. melakukan penyelesaian atau jaminan penyelesaian yang disetujui oleh pemakai tanah di atas tanah negara dan/atau pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42.
Dalam hal pemegang Izin Panas Bumi telah diberi Wilayah Kerja terhadap bidang tanah yang dipergunakan langsung untuk pengusahaan Panas Bumi dan area pengamanannya, pemegang Izin Panas Bumi diberi hak pakai atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Penyelesaian penggunaan tanah negara, hak atas tanah, tanah ulayat, dan/atau Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. Izin Pemanfaatan Langsung; atau b. Izin Panas Bumi dan telah menyelesaikan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42.
Pemegang Izin Pemanfaatan Langsung berhak melakukan pengusahaan Panas Bumi sesuai dengan izin yang diberikan.
a. memahami dan menaati peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan memenuhi standar yang berlaku; b. melakukan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi kegiatan pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan fungsi lingkungan hidup; c. menyampaikan rencana kerja dan rencana anggaran kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya; dan d. menyampaikan laporan tertulis secara berkala atas pelaksanaan rencana kerja dan rencana anggaran serta kegiatan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.
a. iuran produksi; b. pajak daerah; dan c. retribusi daerah.
a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara seluruh kegiatan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung; dan/atau c. pencabutan Izin Pemanfaatan Langsung.
a. melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung yang berupa Eksplorasi, Eksploitasi, dan pemanfaatan di Wilayah Kerjanya sesuai dengan Izin Panas Bumi yang diberikan; b. menggunakan data dan informasi selama jangka waktu berlakunya Izin Panas Bumi di Wilayah Kerjanya.
a. memahami dan menaati peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan memenuhi standar yang berlaku; b. melakukan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi kegiatan pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan fungsi lingkungan hidup; c. melaksanakan Eksplorasi, Eksploitasi, dan pemanfaatan sesuai dengan kaidah teknis yang baik dan benar; d. mengutamakan pemanfaatan barang, jasa, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri secara transparan dan bersaing; e. memberikan dukungan terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Panas Bumi; f. memberikan dukungan terhadap kegiatan penciptaan, pengembangan kompetensi, dan pembinaan sumber daya manusia di bidang Panas Bumi; g. melaksanakan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat; h. menyampaikan rencana jangka panjang Eksplorasi, Eksploitasi, dan pemanfaatan kepada Menteri yang mencakup rencana kegiatan dan rencana anggaran serta menyampaikan besarnya cadangan; i. menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya; dan j. menyampaikan laporan tertulis pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung kepada Menteri secara berkala atas: 1. rencana kerja dan rencana anggaran; dan 2. realisasi pelaksanaan rencana kerja dan rencana anggaran.
a. iuran tetap; b. iuran produksi; dan c. pungutan negara lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. pajak daerah; b. retribusi daerah; dan c. pendapatan lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah dapat memberikan kemudahan fiskal dan nonfiskal kepada Badan Usaha untuk mengembangkan dan memanfaatkan Panas Bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara seluruh kegiatan Eksplorasi, Eksploitasi, dan pemanfaatan; dan/atau c. pencabutan Izin Panas Bumi.
Ketentuan mengenai penyerahan, pengelolaan, dan pemanfaatan data dan informasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung yang dilakukan oleh pemegang Izin Panas Bumi.
a. keselamatan dan kesehatan kerja; dan b. lindungan lingkungan.
a. Eksplorasi; b. Studi Kelayakan; c. Eksploitasi dan pemanfaatan; d. keuangan; e. pengolahan data Panas Bumi; f. keselamatan dan kesehatan kerja; g. pengelolaan lindungan lingkungan dan reklamasi; h. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri; i. pengembangan tenaga kerja Indonesia; j. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat; k. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi Panas Bumi; l. penerapan kaidah keteknikan yang baik dan benar; dan m. kegiatan lain di bidang pengusahaan Panas Bumi sepanjang menyangkut kepentingan umum.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
a. menjaga, melindungi, dan memelihara kelestarian wilayah kegiatan pengusahaan Panas Bumi; dan b. menyampaikan laporan terjadinya bahaya, pencemaran, dan/atau perusakan lingkungan di wilayah kegiatan pengusahaan Panas Bumi.
a. memperoleh informasi yang berkaitan dengan pengusahaan Panas Bumi melalui Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya; b. memperoleh manfaat atas kegiatan pengusahaan Panas Bumi melalui kewajiban perusahaan untuk memenuhi tanggung jawab sosial perusahaan dan/atau pengembangan masyarakat sekitar; c. memperoleh ganti rugi yang layak akibat kesalahan dalam kegiatan pengusahaan Panas Bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan d. mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap kerugian akibat kegiatan pengusahaan Panas Bumi yang menyalahi ketentuan.
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang diterima berkenaan dengan tindak pidana dalam pengusahaan Panas Bumi; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan yang diduga melakukan tindak pidana dalam pengusahaan Panas Bumi; c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka dalam perkara tindak pidana pengusahaan Panas Bumi; d. menggeledah tempat dan/atau sarana yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana dalam pengusahaan Panas Bumi; e. melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana pengusahaan Panas Bumi dan menghentikan penggunaan peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana; f. menyegel dan/atau menyita alat pengusahaan Panas Bumi yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagai alat bukti; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana dalam pengusahaan Panas Bumi; dan h. menghentikan penyidikan perkara tindak pidana dalam pengusahaan Panas Bumi.
Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung tanpa Izin Pemanfaatan Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Setiap Orang yang memegang Izin Pemanfaatan Langsung yang dengan sengaja melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung tidak pada lokasi yang ditetapkan dalam Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp7.000.000.000,00 (tujuh miliar rupiah).
Setiap Orang yang memegang Izin Pemanfaatan Langsung yang dengan sengaja melakukan pengusahaan Panas Bumi yang tidak sesuai dengan peruntukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Badan Usaha pemegang Izin Panas Bumi yang dengan sengaja melakukan Eksplorasi, Eksploitasi, dan/atau pemanfaatan bukan pada Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp70.000.000.000,00 (tujuh puluh miliar rupiah).
Badan Usaha yang dengan sengaja melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung tanpa Izin Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Badan Usaha pemegang Izin Panas Bumi yang dengan sengaja menggunakan Izin Panas Bumi tidak sesuai dengan peruntukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Setiap Orang yang dengan sengaja menghalangi atau merintangi pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung terhadap pemegang Izin Pemanfaatan Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Setiap Orang yang dengan sengaja menghalangi atau merintangi pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung terhadap pemegang Izin Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp70.000.000.000,00 (tujuh puluh miliar rupiah).
Setiap Orang yang dengan sengaja mengirim, menyerahkan, dan/atau memindahtangankan data dan informasi tanpa izin Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 74 dan Pasal 75 dilakukan oleh Badan Usaha, selain pidana penjara atau pidana denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap Badan Usaha tersebut ditambah dengan 1/3 (sepertiga) dari pidana denda.
a. perampasan barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana; b. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau c. kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana.
a. semua kuasa pengusahaan sumber daya Panas Bumi yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini, dinyatakan tetap berlaku selama 30 (tiga puluh) tahun terhitung sejak diundangkannya Undang-Undang ini; b. semua kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya Panas Bumi yang telah ditandatangani sebelum berlakunya Undang- Undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya masa kontrak; dan c. semua izin pengusahaan sumber daya Panas Bumi yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya izin, dengan ketentuan harus melakukan Eksploitasi paling lambat tanggal 31 Desember 2014.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini dianggap telah memiliki izin dan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini wajib disesuaikan menjadi Izin Pemanfaatan Langsung.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Badan Usaha yang telah ditetapkan sebagai pemenang lelang Wilayah Kerja dan belum mendapatkan izin usaha pertambangan Panas Bumi, proses pemberian Izin Panas Bumi selanjutnya dilakukan oleh Menteri.
Kuasa pengusahaan sumber daya Panas Bumi, kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya Panas Bumi, dan izin pengusahaan sumber daya Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dan izin usaha pertambangan Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 dapat melakukan kegiatan di Kawasan Hutan konservasi melalui izin pemanfaatan jasa lingkungan.
a. yang telah berproduksi, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2015; dan b. yang belum berproduksi, terhitung sejak unit pertama berproduksi secara komersial.
a. pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kuasa pengusahaan sumber daya Panas Bumi, kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya Panas Bumi, dan izin pengusahaan sumber daya Panas Bumi yang sebelumnya dilakukan oleh Pemerintah tetap berada pada Pemerintah. b. pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan izin usaha pertambangan Panas Bumi yang sebelumnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah beralih menjadi kewenangan Pemerintah sejak Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi disesuaikan menjadi Izin Panas Bumi.
Badan Usaha yang telah melakukan perjanjian jual beli uap atau tenaga listrik Panas Bumi sebelum berlakunya Undang-Undang ini dapat melakukan negosiasi ulang berdasarkan kelaziman bisnis dengan prinsip saling menguntungkan.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 17 September 2014 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 September 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN