로고

Menimbang Mengingat a. bahwa untuk menjamin ketahanan energi nasional guna mewujudkan kesejahteraan umum dan menjaga keberlanjutan serta kesinambungan energi di seluruh wilayah Indonesia, diperlukan pengaturan cadangan penyangga energi yang mampu untuk menyediakan energi sesuai kondisi dan ketersediaan energi setempat dengan memperhatikan komitmen nasional terhadap pembangunan berkelanjutan bagi energi bersih dan terjangkau serta ramah lingkungan; b. bahwa untuk memberikan arah bagi Pemerintah dalam melaksanakan penyediaan cadangan penyangga energi, perlu mengatur jenis, jumlah, waktu, dan lokasi cadangan penyangga energi; c. bahwa untuk menjaga ketersediaan cadangan penyangga energi baik jumlah maupun standar dan mutunya sesuai dengan kebutuhan konsumsi nasional, perlu diatur pelaksanaan pengelolaan cadangan penyangga energi; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Cadangan Penyangga Energi; 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746); 3. Peraturan ... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 2 - 3. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5609); Menetapkan MEMUTUSKAN: PERATURAN PRESIDEN TENTANG CADANGAN PENYANGGA ENERGI.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan: 1. Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja yang dapat berupa panas, cahaya, mekanika, kimia, dan elektromagnetika. 2. Sumber Energi adalah sesuatu yang dapat menghasilkan Energi, baik secara langsung maupun melalui proses konversi atau transformasi. 3. Ketahanan Energi adalah suatu kondisi terjaminnya ketersediaan Energi dan akses masyarakat terhadap Energi pada harga yang terjangkau dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup. 4. Cadangan Penyangga Energi yang selanjutnya disingkat CPE adalah jumlah ketersediaan Sumber Energi dan Energi yang disimpan secara nasional yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan Energi nasional pada kurun waktu tertentu. 5. Jenis CPE adalah Sumber Energi dan Energi yang dikonsumsi publik secara nasional, sewaktu-waktu dapat digunakan, secara teknis dan ekonomis layak untuk dicadangkan sebagai CPE. 6. Jumlah CPE adalah suatu besaran minimal Sumber Energi dan Energi yang perlu disediakan dalam rangka menjamin Ketahanan Energi, dan dinyatakan dalam suatu satuan volume untuk memenuhi kebutuhan Energi. 7. Lokasi ... - 3 - 7. Lokasi CPE adalah ternpat untuk penyimpanan CPE. 8. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus, dan didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 9. Krisis Energi adalah kondisi kekurangan Energi. 10. Darurat Energi adalah kondisi terganggunya pasokan Energi akibat terputusnya sarana dan prasarana Energi. 11. Sidang Anggota adalah sidang berkala Dewan Energi Nasional yang dipimpin oleh ketua harian Dewan Energi Nasional dan dihadiri oleh anggota Dewan Energi Nasional. 12. Sidang Paripurna adalah sidang berkala Dewan Energi Nasional yang dipimpin oleh ketua Dewan Energi Nasional dan dihadiri oleh anggota Dewan Energi Nasional. 13. Penggunaan CPE adalah kegiatan atau proses menyalurkan CPE dalam jenis, jumlah, waktu, dan lokasi tertentu. 14. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah Badan Usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 15. Bentuk Usaha Tetap adalah Badan Usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan dan berkedudukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib mematuhi peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. 16. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 17. Pemerintah ... 17. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 18. Dewan Energi Nasional yang selanjutnya disingkat DEN adalah suatu lembaga bersifat nasional, mandiri, dan tetap yang bertanggung jawab atas kebijakan Energi nasional. 19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Energi.

Pasal 2

(1)

Penyediaan CPE merupakan kewajiban yang harus disediakan oleh Pemerintah Pusat.

(2)

CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan barang milik negara berupa persediaan.

(3)

Penyediaan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. menjamin Ketahanan Energi nasional; b. mengatasi Krisis Energi dan Darurat Energi; dan c. melaksanakan pembangunan berkelanjutan.

(4)

Pembangunan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan pembangunan yang menjaga kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan dengan komitmen pada tujuan pembangunan berkelanjutan khususnya akses terhadap Energi bersih dan terjangkau serta langkah penanganan iklim dan dampaknya.

BAB II

JENIS, JUMLAH, WAKTU, DAN LOKASI CADANGAN PENYANGGA ENERGI Bagian Kesatu Umum

Pasal 3

Pengaturan CPE oleh DEN meliputi penentuan: a. Jenis CPE; b. Jumlah CPE; c. waktu CPE; dan d. Lokasi CPE. Bagian ... Bagian Kedua Jenis Cadangan Penyangga Energi Pasal 4

(1)

Jenis CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, ditetapkan dengan mempertimbangkan: a. peran strategis dalam konsumsi nasional; b. sumber perolehan yang berasal dari impor; c. sebagai modal pembangunan nasional; d. neraca Energi nasional; dan/ atau e. Sumber Energi yang siap ditransformasikan atau dipergunakan.

(2)

Penetapan Jenis CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan aspek geopolitik, kewilayahan, dan waktu dalam rangka mewujudkan Ketahanan Energi guna mendukung pertahanan dan keamanan negara.

Pasal 5

(1)

Jenis CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi: a. bahan bakar minyak jenis bensin (gasoline) yang digunakan sebagai bahan bakar transportasi; b. Liquefied Petroleum Gas (LPG) sebagai bahan bakar keperluan industri, transportasi, komersial besar, menengah dan kecil, petani, nelayan, dan rumah tangga; dan c. minyak bumi yang digunakan sebagai bahan baku keperluan operasi kilang minyak.

(2)

Bahan bakar minyak jenis bensin (gasoline) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan bahan bakar yang berasal dan/ atau diolah dari minyak bumi hasil pengilangan minyak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh instansi berwenang untuk bahan bakar motor berbusi (motor bensin) dengan spesifikasi lebih ramah lingkungan.

(3)

Liquefied Petroleum Gas (LPG) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan gas hidrokarbon cair yang terdiri atas propana, butana, atau campuran keduanya.

(4)

Minyak ...

(4)

Minyak bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat yang diperoleh dari kegiatan usaha minyak dan gas bumi, yang memenuhi spesifikasi untuk bahan baku kilang domestik dalam proses produksi bahan bakar minyak.

(5)

Jenis CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Bagian Ketiga Jumlah Cadangan Penyangga Energi Pasal 6 Jumlah CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b ditetapkan sesuai dengan Jenis CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) sebagai berikut: a. bahan bakar minyak jenis bensin (gasoline) sejumlah 9,64 (sembilan koma enam puluh empat) juta barel; b. Liquefied Petroleum Gas (LPG) sejumlah 525,78 (Hrna ratus dua puluh lima koma tujuh puluh delapan) ribu metrik ton; dan c. minyak bumi sejumlah 10,17 (sepuluh koma tujuh belas) juta barel. Bagian Keempat Waktu Cadangan Penyangga Energi Pasal 7 Waktu CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c merupakan lama waktu yang ditentukan untuk memenuhi Jumlah CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, sampai dengan kurun waktu tahun 2035 yang dipenuhi sesuai dengan kemampuan keuangan negara. Bagian ... Bagian Kelima Lokasi Cadangan Penyangga Energi Pasa18

(1)

Lokasi CPE se bagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d harus memenuhi persyaratan teknis dan kelayakan.

(2)

Persyaratan teknis dan kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1)

paling sedikit meliputi: a. aspek geologi; b. kemudahan akses dalam distribusi dan pelayanan; c. rencana tata ruang wilayah; d. aspek geopolitik, hukum, pertahanan, dan keamanan; e. aspek sosial dan budaya; f. aspek lingkungan; g. infrastruktur; h. pendanaan; 1. perencanaan mitigasi risiko; dan/ atau J. potensi Krisis Energi dan/ atau Darurat Energi.

(3)

Penentuan Lokasi CPE diputuskan dan ditetapkan dalam Sidang Anggota.

Pasal 9

(1)

Perubahan Jenis CPE, Jumlah CPE, dan/atau waktu CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 diusulkan oleh: a. anggota DEN; atau b. instansi terkait yang disampaikan kepada DEN.

(2)

Perubahan Jenis CPE, Jumlah CPE, dan/atau waktu CPE sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diputuskan dalam Sidang Anggota.

(3)

Perubahan Jenis CPE, Jumlah CPE, dan/ atau waktu CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri selaku Ketua Harian DEN.

BAB III ...

BAB III

PENGELOLAAN CADANGAN PENYANGGA ENERGI Bagian Kesatu Umum

Pasal 10

(1)

Menteri bertanggung jawab dalam pengelolaan CPE.

(2)

Pengelolaan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengikutsertakan BUMN di bidang Energi, Badan Usaha, dan/atau Bentuk Usaha Tetap yang memiliki perizinan berusaha di bidang Energi.

(3)

Pelaksanaan pengelolaan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan oleh Menteri dan disampaikan dalam Sidang Anggota dan/ atau Sidang Paripurna.

(4)

Pelaksanaan pengelolaan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan menyertakan pertimbangan aspek pertahanan dan keamanan negara.

Pasal 11

Pengelolaan CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 meliputi kegiatan: a. pengadaan persediaan CPE; b. penyediaan infrastruktur CPE; c. pemeliharaan CPE; d. Penggunaan CPE; dan e. pemulihan CPE. Bagian Kedua Pengadaan Persediaan Cadangan Penyangga Energi Pasal 12

(1)

Pengadaan persediaan CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a untuk Jenis CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) berasal dari produksi dalam negeri dan/ atau luar negeri.

(2) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Pengadaan persediaan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian ... - 9 - Bagian Ketiga Penyediaan Infrastruktur Cadangan Penyangga Energi Pasal 13

(1)

CPE disimpan dan disalurkan atau didistribusikan dalam infrastruktur CPE.

(2)

lnfrastruktur CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas fasilitas utama dan fasilitas pendukung.

(3)

Fasilitas utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan sarana dan prasarana penyimpanan CPE.

(4)

Fasilitas pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan sarana dan prasarana penyaluran atau pendistribusian CPE yang terintegrasi dengan fasilitas utama.

(5)

Sarana dan prasarana penyimpanan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat ditempatkan: a. di atas permukaan tanah; b. tertanam sebagian di dalam tanah; c. di bawah permukaan tanah baik alamiah maupun buatan; atau d. terapung di atas permukaan air.

Pasal 14

(1)

Penyediaan infrastruktur CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b yang dimiliki oleh negara dilakukan dengan: a. mengoptimalkan infrastruktur Energi yang telah ada melalui mekanisme pengelolaan barang milik negara; dan/atau b. penyediaan infrastruktur baru.

(2)

Mekanisme pengelolaan barang milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara.

(3) BUMN,

Penyediaan infrastruktur CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh Badan Usaha, dan Bentuk Usaha Tetap dilakukan dengan kerja sama dan/ atau sewa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15 ... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

- 10 -

Pasal 15

Kementerian, lembaga, dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya memberikan dukungan terhadap pemberian izin dan penyediaan lahan untuk infrastruktur CPE sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Pemeliharaan Cadangan Penyangga Energi

Pasal 16

Pemeliharaan CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c meliputi: a. pemeliharaan persediaan CPE; dan b. pemeliharaan infrastruktur CPE.

Pasal 17

(1)

Pemeliharaan persediaan CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a untuk menjaga jumlah, standar, dan mutu CPE dapat dilakukan melalui pertukaran persediaan dengan tetap menjaga ketersediaan CPE.

(2)

Pemeliharaan infrastruktur CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b dilaksanakan sesuai dengan standar keteknikan infrastruktur, Jenis CPE, dan teknologi yang digunakan.

(3)

Pemeliharaan CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dilakukan oleh Menteri melalui kerja sama dengan BUMN di bidang Energi, Badan Usaha, dan/atau Bentuk Usaha Tetap yang memiliki perizinan berusaha di bidang Energi, dengan diberikan imbalan (fee) atas jasa pemeliharaan.

(4) PRESIOEN REPUBLIK INOONESIA

Imbalan (fee) atas jasa pemeliharaan yang dilakukan oleh BUMN di bidang Energi dan/atau Badan Usaha yang memiliki penzman berusaha di bidang Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berasal dari: a. anggaran pendapatan dan belanja negara yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/ atau b. sumber ... - 11 - b. sumber pendanaan lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5)

Imbalan (fee) atas jasa pemeliharaan yang dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap yang memiliki perizinan berusaha di bidang Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berasal dari sumber pendanaan lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6)

Dalam hal kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak terlaksana, Menteri dapat menunjuk BUMN di bidang Energi, Badan Usaha, dan/atau Bentuk Usaha Tetap yang memiliki perizinan berusaha di bidang Energi untuk melaksanakan pemeliharaan persediaan CPE dan infrastruktur CPE yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan memperhatikan aspek keekonomian.

(7) BUMN

yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (6), selanjutnya dapat menunjuk anak perusahaan BUMN/perusahaan terafiliasi untuk melaksanakan pemeliharaan persediaan CPE dan infrastruktur CPE.

(8)

Pelaksanaan pemeliharaan persediaan CPE melalui pertukaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mekanisme perencanaan dan pengendalian secara berkala dan berkesinambungan. Bagian Kelima Penggunaan Cadangan Penyangga Energi Pasal 18

(1)

Penggunaan CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf d dilakukan apabila terjadi Krisis Energi dan/ atau Darurat Energi.

(2)

Ketentuan Krisis Energi dan/ atau Darurat Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara penetapan dan penanggulangan Krisis Energi dan/ atau Darurat Energi.

(3) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Penggunaan CPE apabila terjadi Krisis Energi dan/ atau Darurat Energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diputuskan melalui: a. Sidang ... - 12 - a. Sidang Anggota untuk Krisis Energi dan/ atau Darurat Energi yang bersifat teknis operasional; atau b. Sidang Paripurna untuk Krisis Energi dan/ atau Darurat Energi yang bersifat nasional.

(4)

Penggunaan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai mekanisme pengelolaan barang milik negara berupa persediaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keenam Pemulihan Cadangan Penyangga Energi Pasal 19

(1)

Pemulihan CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf e dimaksudkan untuk menjaga CPE sesuai dengan kondisi semula setelah dilakukan Penggunaan CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).

(2)

Pemulihan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh BUMN di bidang Energi, Badan Usaha, dan/ atau Bentuk Usaha Tetap yang memiliki perizinan berusaha di bidang Energi yang melakukan Penggunaan CPE.

(3)

Pemulihan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kalender setelah berakhirnya kondisi Krisis Energi dan/ atau Darurat Energi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4)

Pemulihan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diperpanjang setelah diputuskan melalui Sidang Anggota atau Sidang Paripurna.

(5)

Dalam hal pemulihan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melebihi 120 (seratus dua puluh) hari kalender atau melebihi masa perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6)

Pemulihan ...

(6)

Pemulihan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus tetap menjaga jumlah, standar, dan mutu CPE sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal20 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan teknis pengelolaan CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 19 diatur dalam Peraturan Menteri.

BAB IV PENDANAAN

Pasal 21

(1)

Pendanaan CPE meliputi pendanaan untuk pengaturan CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan pengelolaan CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.

(2) BABV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pendanaan CPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari: a. anggaran pendapatan dan belanja negara; dan/ atau b. sumber pendanaan lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 22

(1)

Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan dalam Pengelolaan CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.

(2) BUMN di

Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kepada: a. bidang Energi; b. Badan Usaha; dan/atau c. Bentuk Usaha Tetap, yang memiliki perizinan berusaha di bidang Energi.

(3)

Ketentuan ...

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 23

(1)

DEN melakukan pengawasan dalam pelaksanaan pengaturan CPE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

(2)

Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dalam: a. Sidang Anggota dan dilaporkan kepada Ketua DEN; atau b. Sidang Paripurna.

(3)

Keputusan Sidang Anggota dan/ atau Sidang Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam bentuk rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh anggota DEN dan pihak terkait dalam pelaksanaan pengelolaan CPE.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 24 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar ... - 15 - Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Presiden 1n1 dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 September 2024 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 September 2024 MENTER! SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. PRATIKNO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 189 Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Lang Perundang-undangan clan ......._...-inistrasi Hukum, I?.;. -