로고

「관세에 관한 인도네시아 공화국 법률 1995년 제10호」

• 국 가 ‧ 지 역: 인도네시아 • 법률번 호: 1995년 제10호 • 제 정 일: 1995년 12월 30일

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan perkembangan yang pesat dalam kehidupan nasional, khususnya di bidang perekonomian, termasuk bentuk-bentuk dan praktek penyelenggaraan kegiatan perdagangan internasional; b. bahwa dalam upaya untuk selalu menjaga agar perkembangan seperti tersebut di atas dapat berjalan sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan dalam garis-garis besar daripada haluan Negara dan lebih dapat diciptakan kepastian hukum dan kemudahan administrasi berkaitan dengan aspek Kepabeanan bagi bentukbentuk dan praktek penyelenggaraan kegiatan perdagangan internasional yang terus berkembang serta dalam rangka antisipasi atas globalisasi ekonomi, diperlukan langkah-langkah pembaruan; c. bahwa peraturan perundangundangan Kepabeanan yang selama ini berlaku sudah tidak dapat mengikuti perkembangan perekonomian nasional dalam hubungannya dengan perdagangan internasional; d. bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut, dipandang perlu untuk membentuk Undang-undang tentang Kepabeanan yang dapat memenuhi perkembangan keadaan dan kebutuhan pelayanan Kepabeanan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945; Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945; Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEPABEANAN. 전능하신 신의 은총으로 인도네시아 공화국 대통령은, 고려함: a. 국가 개발의 이행은 국제 무 역 활동의 형태와 관행을 포함하 여, 특히 경제 부문에서 국민 생 활의 급속한 발전을 가져왔다. b. 국가정책개요에 언급된 국가 개발정책에 따라 상기 발전을 항 상 보장하는 노력의 일환으로 지 속적으로 발전하는 국제 무역 활 동의 형태와 관행에 대한 관세 측면의 법적 확실성과 행정상 편 의를 더욱 확립하고 경제세계화 에 대한 예상 차원에서 새로운 조치가 필요하다. c. 지금까지 통용되던 관세법령 은 더 이상 국제 무역과 관련하 여 국가 경제 발전을 따라갈 수 없다. d. 해당 사항을 구체화하기 위하 여 판차실라 및 「1945년 헌 법」에 기초한 관세 서비스의 조 건과 필요의 발전을 충족할 수 있는 관세에 관한 법률을 제정하 는 것이 필요하다. 검토함: 「1945년 헌법」 제5조제1항, 제20조제1항 및 제23조제2항 인도네시아 공화국 국민대표의회의 승인으로 다음과 같이 결정한다. 확정함: 관세에 관한 법률

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean dan pemungutan Bea Masuk. 2. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempattempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undangundang ini. 3. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu-lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 4. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya Kewajiban Pabean sesuai dengan ketentuan Undangundang ini. 5. Pos Pengawasan Pabean adalah tempat yang digunakan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pengawasan terhadap lalulintas impor dan ekspor. 6. Kewajiban Pabean adalah semua kegiatan di bidang Kepabeanan yang wajib dilakukan untuk memenuhi ketentuan dalam Undangundang ini. 7. Pemberitahuan Pabean adalah pernyataan yang dibuat oleh Orang dalam rangka melaksanakan Kewajiban Pabean dalam bentuk dan syarat yang ditetapkan dalam Undangundang ini. 8. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. 9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. 10. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan di bidang Kepabeanan dan Cukai. 11. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-undang ini. 12. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum. 13. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean. 14. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah Pabean. 15. Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-undang ini yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. 16. Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya. 17. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun, mengolah, memamerkan, dan/atau menyediakan barang untuk dijual dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk. 18. Tempat Penimbunan Pabean adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu yang disediakan oleh Pemerintah di Kantor Pabean yang berada dibawah pengelolaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menyimpan barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai negara, dan barang yang menjadi milik negara berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 2

(1) Barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang Bea Masuk.

(2) Barang yang telah dimuat atau akan dimuat di sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari Daerah Pabean dianggap telah diekspor dan diperlakukan sebagai barang ekspor.

(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan barang ekspor dalam hal dapat dibuktikan bahwa barang tersebut ditujukan untuk dibongkar di suatu tempat dalam Daerah Pabean.

Pasal 3

(1) Terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean.

(2) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang.

(3) Pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara selektif.

(4) Tata cara pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 4

(1) Terhadap barang ekspor dilakukan penelitian dokumen.

(2) Dalam hal tertentu, dapat dilakukan pemeriksaan fisik atas barang ekspor.

(3) Tata cara pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 5

(1) Pemenuhan Kewajiban Pabean dilakukan di Kantor Pabean atau tempat lain yang disamakan dengan Kantor Pabean dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean.

(2) Pemberitahuan Pabean diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean atau tempat lain yang disamakan dengan Kantor Pabean dalam bentuk formulir atau melalui media elektronik.

(3) Untuk pelaksanaan dan pengawasan pemenuhan Kewajiban Pabean, ditetapkan Kawasan Pabean dan Pos Pengawasan Pabean.

(4) Penetapan Kawasan Pabean, Kantor Pabean, dan Pos Pengawasan Pabean dilakukan oleh Manteri.

Pasal 6

Terhadap barang yang diimpor atau diekspor, berlaku segala ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.

BAB II IMPOR DAN EKSPOR

Bagian Pertama Impor

Paragraf 1 Kedatangan, Pembongkaran, Penimbunan, dan Pengeluaran Barang

Pasal 7

(1) Barang impor harus dibawa ke Kantor Pabean tujuan pertama melalui jalur yang ditetapkan dan kedatangan tersebut wajib diberitahukan oleh pengangkutnya.

(2) Dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, dengan tanpa memenuhi ketentuan pada ayat (1), pengangkut dapat membongkar barang impor terlebih dahulu, kemudian wajib melaporkan hal tersebut ke Kantor Pabean terdekat.

(3) Pengangkut yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling sedikit Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).

(4) Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) tetapi jumlah barang yang dibongkar kurang dari yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi diluar kemampuannya, disamping wajib membayar Bea Masuk atas barang yang kurang dibongkar, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(5) Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), tetapi jumlah barang yang dibongkar lebih banyak dari yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(6) Barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sementara menunggu pengeluarannya dari Kawasan Pabean, dapat ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara.

(7) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean setelah dipenuhinya Kewajiban Pabean untuk :

a. diimpor untuk dipakai; b. diimpor sementara; c. ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat; d. diangkut ke Tempat Penimbunan Sementara di Kawasan Pabean lainnya; e. diangkut terus atau diangkut lanjut; atau f. diekspor kembali.

(8) Barangsiapa yang mengeluarkan barang dari Kawasan Pabean sebelum diberikan persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(9) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (6), dan ayat (7) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Paragraf 2 Impor untuk Dipakai

Pasal 8

(1) Impor untuk dipakai adalah :

a. memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean dengan tujuan untuk dipakai; atau b. memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean untuk dimiliki atau dikuasai oleh Orang yang berdomisili di Indonesia.

(2) Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor untuk dipakai :

a. setelah diserahkan Pemberitahuan Pabean dan dilunasi Bea Masuknya; b. setelah diserahkan Pemberitahuan Pabean dan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42; atau c. setelah diserahkan dokumen pelengkap pabean dan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42.

(3) Barang impor yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas ke Daerah Pabean pada saat kedatangan wajib diberitahukan oleh pembawanya kepada Pejabat Bea dan Cukai.

(4) Barang impor yang dikirim melalui yang dikirim melalui pos atau jasa titipan hanya dapat dikeluarkan atas persetujuan Pejabat Bea dan Cukai.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

(6) Importir yang tidak melunasi Bea Masuk atas barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b atau huruf c dalam jangka waktu yang ditetapkan menurut Undangundang ini dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar sepuluh persen dari Bea Masuk yang wajib dilunasinya.

Paragraf 3 Impor Sementara

Pasal 9

(1) Barang impor dapat dikeluarkan sebagai barang impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali.

(2) Barang impor sementara sampai saat diekspor kembali berada dalam pengawasan pabean.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) serta penentuan jangka waktu sementara diat

(4) Barangsiapa yang tidak mengekspor kembali barang impor sementara dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa denda seratus persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.

Pasal 10

(1) Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean.

(2) Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan atas barang pribadi penumpang, awak pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu.

(3) Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor, sementara menunggu pemuatannya dapat ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara.

(4) Barang yang telah diberitahukan untuk diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika dibatalkan harus dilaporkan kepada Pejabat Bea dan Cukai.

(5) Eksportir yang tidak melaporkan pembatalan ekspornya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenai saksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Bagian Ketiga Pengangkutan Barang

Pasal 11

(1) Pengangkut pada saat sarana pengangkutnya akan meninggalkan Kantor Pabean dengan tujuan ke luar Daerah Pabean wajib memberitahukan barang yang diangkutnya dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean.

(2) Pengangkut barang dari satu tempat ke tempat lain dalam Daerah Pabean wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean sepanjang mengenai :

a. barang impor dari Tempat Penimbunan Sementara atau Tempat Penimbunan Berikat dengan tujuan Tempat Penimbunan Berikat lainnya; b. barang impor yang diangkut terus dan/atau diangkut lanjut; c. barang ekspor yang diangkut terus dan/atau diangkut lanjut; d. barang dari Daerah Pabean yang pengangkutnya melalui suatu tempat di luar Daerah Pabean

(3) Pengangkut yang tidak memberitahukan barang yang diangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(4) Pengangkut yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a atau huruf b, tetapi barang yang diangkutnya tidak sampai ke tempat tujuan atau jumlah barang setelah sampai di tempat tujuan tidak sesuai dengan Pemberitahuan Pabean, dan tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, disamping wajib membayar Bea Masuk atas barang yang tidak sampai di tempat tujuan atau kurang dibongkar tersebut, dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(5) Pengangkutan tenaga listrik, barang cair, atau gas untuk impor atau Ekspor dapat dilakukan melalui transmisi atau saluran pipa.

(6) Persyaratan dan tata cara pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (5) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BAB III TARIP DAN NILAI PABEAN

Bagian Pertama Tarip

Paragraf 1 Tarip Bea Masuk

Pasal 12

(1) Barang impor dipungut Bea Masuk berdasarkan tarif setinggi-tingginya empat puluh persen dari nilai pabean untuk perhitungan Bea Masuk.

(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :

a. barang impor hasil pertanian tertentu; b. barang impor termasuk dalam daftar eksklusif Skedul XXI-Indonesia pada Persetujuan Umum Mengenai tarif dan Perdagangan; dan c. barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1).

(3) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 13

(1) Bea Masuk dapat dikenakan berdasarkan tarif yang besarnya berbeda dengan yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) terhadap :

a. barang impor yang dikenakan tarif Bea Masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional; b. barang impor bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, atau barang kiriman melalui pos atau jasa titipan; atau c. barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan barang ekspor Indonesia secara diskriminatif.

(2) Tata cara pengenaan dan besarnya tarif Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Paragraf 2 Klasifikasi Barang

Pasal 14

(1) Untuk penetapan tarif Bea Masuk, barang dikelompokkan berdasarkan sistem klasifikasi barang.

(2) Ketentuan tentang klasifikasi barang diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Bagian Kedua

Nilai Pabean

Pasal 15

(1) Nilai pabean untuk penghitung Bea Masuk adalah nilai transaksi dari barang yang bersangkutan.

(2) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), nilai pabean untuk menghitung Bea Masuk dihitung berdasarkan nilai transaksi dari barang indentik.

(3) Dalam hal nilai pabean untuk menghitung Bea Masuk tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk dihitung berdasarkan nilai transaksi dari barang serupa.

(4) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk dihitung berdasarkan metode deduksi.

(5) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk dihitung berdasarkan metode komputasi.

(6) Dalam hal nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), atau ayat (5), nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk dihitung dengan menggunakan tata cara yang wajar dan konsisten dengan prinsip dan ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), atau ayat (5) berdasarkan data yang tersedia di daerah Pabean dengan pembatasan tertentu.

(7) Ketentuan tentang nilai pabean untuk menghitung Bea Masuk diatur mlebih lanjut oleh Manteri.

Bagian Ketiga Penetapan Tarif dan Nilai Pabean

Pasal 16

(1) Pejabat Bea dan Cukai dapat menetapkan tarif atas barang impor sebelum penyerahan Pemberitahuan Pabean atau dalam waktu tiga puluh hari sejak tanggal Pemberitahuan Pabean.

(2) Pejabat Bea dan Cukai dapat menetapkan nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk atas barang impor dalam waktu tiga puluh hari sejak tanggal Pemberitahuan Pabean.

(3) Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk kecuali importir mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1), importir harus melunasi Bea Masuk yang kurang dibayar sesuai dengan penetapan.

(4) Importir yang salah memberitahukan nilai pabean untuk menghitung Bea Masuk sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak lima ratus persen dari Bea Masuk yang kurang dibayar atau paling sedikit seratus persen dari Bea Masuk yang kurang dibayar.

(5) Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) mengakibatkan kelebihan pembayaran Bea Masuk, pengembalian Bea Masuk dibayar sebesar kelebihannya.

(6) Ketentuan tentang penetapan tarif dan nilai pabean diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 17

(1) Direktur Jenderal dapat menetapkan kembali tarif dan nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk dalam jangka waktu du tahun terhitung sejak tanggal Pemberitahuan Pebean.

(2) Dalam hal penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbeda dengan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Direktur Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada importir untuk :

a. melunasi Bea Masuk yang kurang dibayar; atau b. diberikan pengembalian Bea Masuk yang lebih dibayar.

(3) Bea masuk yang kurang dibayar atau pengembalian Bea Masuk yang dibayar lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibayar sesuai dengan penetapan kembali.

BAB IV BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN

Bagian Pertama Bea Masuk Antidumping

Pasal 18

Bea Masuk Antidumping dikenakan terhadap barang impor dalam hal : a. harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya; dan b. impor barang tersebut : 1. menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; 2. mengecam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; dan 3. menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri.

Pasal 19

(1) Bea Masuk Antidumping dikenakan terhadap barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 setinggitingginya sebesar selisih antara nilai normal dengan harga ekspor dari barang tersebut.

(2) Bea Masuk Antidumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tambahan dari Bea Masuk yang dipungut berdasarkan Pasal 12 ayat (1).

Pasal 20

Ketentuan tentang persyaratan dan tata cara pengenaan Bea Masuk Antidumping serta penanganannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua Bea Masuk Imbalan

Pasal 21

Bea Masuk Imbalan dikenakan terhadap barang impor dalam hal : a. ditemukan adanya subsidi yang diberikan di negara pengekspor terhadap barang tersebut; dan b. impor barang tersebut : 1. menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; 2. mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; atau 3. menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri.

Pasal 22

(1) Bea Masuk Imbalan dikenakan terhadap barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 setinggitingginya sebesar selisih antara subsidi dengan :

a. biaya permohonan, tanggungan atau pungutan lain yang dikeluarkan untuk memperoleh subsidi; dan/atau b. pungutan yang dikenakan pada saat ekspor untuk mengganti subsidi yang diberikan kepada barang ekspor tersebut.

(2) Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tambahan dari Bea Masuk yang dipungut berdasarkan Pasal 12 ayat (1).

Pasal 23

Ketentuan tentang persyaratan dan tata cara pengenaan Bea Masuk Imbalan serta penanganannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V TIDAK DIPUNGUT, PEMBEBASAN, KERINGANAN, DAN PENGEMBALIAN BEA MASUK

Bagian Pertama Tidak Dipungut Bea Masuk

Pasal 24

Barang yang dimasukkan ke Daerah Pabean untuk diangkut terus atau diangkut lanjut ke luar Daerah Pabean tidak dipungut Bea Masuk.

Bagian Kedua Pembebasan dan Keringanan Bea Masuk

Pasal 25

(1) Pembebasan Bea Masuk diberikan atas Impor :

a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik; b. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia; c. barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor; d. buku ilmu pengetahuan; e. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan; f. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum; g. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; h. barang untuk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang cacat lainnya; i. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; j. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; k. barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan; l. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah; m.barang pindahan; n. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu.

(2) Perubahan atas barang impor yang diberikan pembebasan berdasarkan tujuan pemakaiannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri.

(3) Ketentuan tentang pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

(4) Barangsiapa yang tidak memenuhi ketentuan tentang pembebasan Bea Masuk yang ditetapkan menurut Undangundang ini, jika mengakibatkan kerugian pada penerimaan negara, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar seratus persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.

Pasal 26

(1) Pembebasan atau keringanan Bea Masuk dapat diberikan atas Impor:

a. mesin untuk pembangunan dan pengembangan industri; b. barang dan bahan dalam rangka pembangunan dan pengembangan industri untuk jangka waktu tertentu; c. peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan; d. bibit dan benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan, atau perikanan; e. hasil laut yang ditangkap dengan sarana penangkap yang telah mendapat izin; f. barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan, dan pengujian; g. barang yang telah diekspor, kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama; h. barang yang mengalami kerusakan, penurunan mutu, kemusnahan, atau penyusutan volume atau berat karena alamiah antara saat diangkut ke dalam Daerah Pabean dan saat diberikan persetujuan impor untuk dipakai; i. bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan jaringan; j. barang oleh Pemerintah pusat atau Pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum; k. barang dengan tujuan untuk diimpor sementara.

(2) Perubahan atas barang impor yang dapat diberikan pembebasan atau kekeringan berdasarkan tujuan pemakaiannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri.

(3) Ketentuan tentang pembebasan atau keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

(4) Barangsiapa yang tidak memenuhi ketentuan pembebasan atau keringanan Bea Masuk yang ditetapkan menurut Undang-undang ini, jika mengakibatkan kerugian pada penerimaan negara, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar seratus persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.

Bagian Ketiga Pengembalian Bea Masuk

Pasal 27

(1) Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian Bea Masuk yang telah dibayar atas :

a. kelebihan pembayaran Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5), Pasal 17 ayat (3), atau karena kesalahan tata usaha; b. impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26; c. impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali atau dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai; d. impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai kedapatan jumlah yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telah dibayar bea masuknya, cacat, bukan batang yang dipesan, atau berkualitas lebih rendah; atau e. kelebihan pembayaran Bea Masuk sebagai akibat putusan lembaga banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99.

(2) Ketentuan tentang pengembalian Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BAB VI PEMBERITAHUAN PABEAN DAN TANGGUNG JAWAB ATAS BEA MASUK

Bagian Pertama Pemberitahuan Pabean

Pasal 28

Ketentuan dan tata cara tentang : a. bentuk, isi, dan keabsahan Pemberitahuan Pabean dan buku catatan pabean; b. penyerahan dan pendaftaran Pemberitahuan Pabean; c. penelitian, perubahan, penambahan, dan pembatalan Pemberitahuan Pabean dan buku catatan pabean; d. pendistribusian dan penatausahaan Pemberitahuan Pabean dan buku catatan pabean; e. penggunaan dokumen pelengkap pabean; diatur oleh Menteri.

Bagian Kedua Pengurusan Pemberitahuan Pabean

Pasal 29

(1) Pengurusan Pemberitahuan Pabean yang diwajibkan Undang-undang ini dilakukan oleh pengangkut, importir, atau eksportir.

(2) Dalam hal pengurusan Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan sendiri, importir atau eksportir menguasakannya kepada pengusaha pengurusan jasa kepabeanan.

(3) Ketentuan tentang pengurusan Pemberitahuan Pabean diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Bagian Ketiga Tanggung Jawab atas Bea Masuk

Pasal 30

(1) Importir bertanggung jawab terhadap Bea Masuk yang terutang sejak tanggal Pemberitahuan Pabean atas Impor.

(2) Bea Masuk yang harus dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan tarif yang berlaku pada tanggal Pemberitahuan Pabean atas Impor dan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

Pasal 31

Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang mendapat kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) bertanggung jawab terhadap Bea Masuk yang terutang dalam hal importir tidak ditemukan.

Pasal 32

(1) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara bertanggung jawab terhadap Bea Masuk yang terutang atas barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementaranya.

(2) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementaranya :

a. musnah tanpa sengaja; b. telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai, atau diimpor sementara; atau c. telah dipindahkan ke Tempat Penimbunan Sementara lain, Tempat Penimbunan Berikat, atau Tempat Penimbunan Pabean

(3) Perhitungan Bea Masuk atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang harus dilunasi, sepanjang tidak dapat didasarkan pada tarif dan nilai pabean barang yang bersangkutan, didasarkan pada tarif tertinggi untuk golongan barang yang tertera dalam Pemberitahuan Pabean pada saat barang tersebut ditimbun di Pejabat Bea dan Cukai.

Pasal 33

(1) Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat bertanggung jawab terhadap Bea Masuk yang terutang atas barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Berikatnya.

(2) Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Berikatnya :

a. musnah tanpa sengaja; b. telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai, atau diimpor sementara; atau c. telah dipindahkan ke Tempat Penimbunan Sementara, Tempat Penimbunan Berikat lain, atau Tempat Penimbunan Pabean.

(3) Perhitungan Bea Masuk atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang harus dilunasi didasarkan pada tarif yang berlaku pada saat dilakukan pencacahan dan nilai pabean barang pada saat ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat.

Pasal 34

(1) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 tidak lagi dipenuhi, Bea Masuk atas barang impor yang terutang menjadi tanggung jawab : a. Orang yang mendapatkan pembebasan atau kekeringan; atau b. Orang yang menguasai barang yang bersangkutan dalam hal Orang sebagaimana dimaksud huruf a tidak ditemukan.

a. Orang yang mendapatkan pembebasan atau kekeringan; atau b. Orang yang menguasai barang yang bersangkutan dalam hal Orang sebagaimana dimaksud huruf a tidak ditemukan.

(2) Perhitungan Bea Masuk yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (a) didasarkan pada tarif dan nilai pabean yang berlaku pada tanggal Pemberitahuan Pabean atas Impor.

Pasal 35

Barangsiapa yang kedapatan menguasai barang impor di tempat kedatangan sarana pengangkutan atau di daerah perbatasan yang ditunjuk bertanggung jawab terhadap Bea Masuk yang terutang atas barang tersebut.

BAB VII PEMBAYARAN BEA MASUK, PENAGIHAN UTANG, DAN JAMINAN

Bagian Pertama Pembayaran Bea Masuk

Pasal 36

(1) Bea masuk, denda administrasi, dan bunga yang terutang kepada negara menurut Undang-undang ini, dibayar di kas negara atau di tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri.

(2) Bea Masuk, denda administrasi, dan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jumlahnya dibulatkan dalam rupiah penuh.

(3) Ketentuan tentang tata cara pembayaran, penerimaan, penyetoran Bea Masuk, denda administrasi, dan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta pembulatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 37

(1) Bea Masuk dan denda administrasi yang terutang wajib dibayar selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari sejak timbulnya kewajiban membayar menurut Undangundang ini.

(2) Dalam hal tertentu, kewajiban membayar Bea Masuk dan denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan penundaan.

(3) Ketentuan tentang penundaan pembayaran utang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Bagian Kedua Penagihan utang

Pasal 38

(1) Utang atau tagihan kepada negara berdasarkan Undangundang ini yang tidak atau kurang dibayar dikenakan bunga sebesar dua persen setiap bulannya atau selama-lamanya dua puluh empat bulan, dihitung sejak tanggal jatuh tempo sampai hari pembayarannya, dan bagian bulan dihitung satu bulan.

(2) Penghitungan utang atau tagihan kepada negara Undangundang ini jumlahnya dibulatkan dalam rupiah penuh

Pasal 39

(1) Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pebean atas barang-barang milik yang berutang.

(2) Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Bea Masuk, denda administrasi, bunga, dan biaya penagihan.

(3) Hak mendahulu untuk tagihan pabean melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali :

a. biaya perkara semata-mata disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang barang bergerak dan/atau tidak bergerak; b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang; c. biaya perkara yang sematamata disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.

(4) Hak mendahulu itu hilang setelah lampau waktu dua tahun sejak tanggal diterbitkannya surat tagihan, kecuali apabila dalam jangka waktu tersebut diberikan penundaan pembayaran.

(5) Dalam hal diberikan penundaan pembayaran, jangka waktu dua tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak tanggal penundaan pembayaran diberikan.

Pasal 40

(1) Hak penagihan atas utang berdasarkan Undang-undang ini kedaluwarsa setelah sepuluh tahun sejak timbulnya kewajiban membayar.

(2) Masa kadaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diperhitungkan dalam hal :

a. yang terutang tidak bertempat tinggal di Indonesia; b. yang terutang memperoleh penundaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2); atau c. yang terutang melakukan pelanggaran Undang-undang ini.

Pasal 41

Pelaksanaan penagihan utang dan penghapusan penagihan utang yang tidak dapat ditagih berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga Jaminan

Pasal 42

(1) Jaminan yang disyaratkan menurut Undang-undang ini dapat dipergunakan :

a. sekali; atau b. terus-menerus.

(2) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk :

a. uang tunai; b. jaminan bank; c. jaminan dari perusahaan asuransi; atau d. jaminan lainnya.

(3) Ketentuan tentang jaminan diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BAB V TEMPAT PENIMBUNAN DI BAWAH PENGAWASAN PABEAN

Bagian Pertama Tempat Penimbunan Sementara

Pasal 43

(1) Di setiap Kawasan Pabean disediakan Tempat Penimbunan Sementara yang dikelola oleh pengusaha Tempat Penimbunan Sementara.

(2) Dalam hal barang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara, jangka waktu penimbunan barang paling lama tiga puluh hari sejak penimbunannya.

(3) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara yang tidak dapat mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di tempat tersebut dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar dua puluh lima persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.

(4) Ketentuan tentang penunjukan Tempat Penimbunan Sementara, tata cara penggunaannya, dan perubahan jangka waktu penimbunan diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Bagian Kedua Tempat Penimbunan Berikat

Pasal 44

(1) Dengan persyaratan tertentu, suatu kawasan, tempat, atau bangunandapat ditetapkan sebagai Tempat Penimbunan Berikat untuk :

a. menimbun barang guna diimpor untuk dipakai atau diekspor atau diimpor kembali; b. menimbun dan/atau mengolah barang sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai; c. menimbun dan memamerkan barang impor; atau d. menimbun, menyediakan untuk dan menjual barang impor kepada orang tertentu.

(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ketentuan tentang pendirinya, penyelenggaraan, dan pengusahaan Tempat Penimbunan Berikat diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 45

(1) Barang dapat dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat atas persyaratan Pejabat Bea dan Cukai untuk :

a. diimpor untuk dipakai; b. diolah; c. diekspor sebelum atau sesudah diolah; atau d. diangkut ke Tempat Penimbunan Berikat atau Tempat Penimbunan Sementara.

(2) Barang dari Tempat Penimbunan Berikat yang diimpor untuk dipakai, dipungut Bea Masuk berdasarkan tarif yang berlaku pada saat diimpor untuk dipakai serta nilai pabean yang terjadi pada saat barang dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat.

(3) Barangsiapa yang mengeluarkan barang dari Tempat Penimbunan Berikat sebelum diberikan persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(4) Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat yang tidak dapat mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di tempat tersebut, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar seratus persen dari Bea Masuk yang seharusnya dibayar.

Pasal 46

(1) Izin Tempat Penimbunan Berikat dibekukan bilamana penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat :

a. berada dalam pengawasan kurator sehubungan Tempat Penimbunan Berikat. b. menunjukkan ketidakmampuan dalam penyelenggaraan Tempat Penimbunan Berikat.

(2) Pembekuan izin dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi pencabutan bilamana penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat :

a. tidak melunasi utangnya dalam jangka waktu yang ditetapkan; atau b. tidak mampu lagi mengusahakan Tempat Penimbunan Berikat tersebut.

(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberlakukan kembali bilamana penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat :

a. telah melunasi utangnya; atau b. telah mengusahakan Tempat Penimbunan Berikat tersebut.

(4) Izin Tempat Penimbunan Berikat dalam hal :

a. penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat untuk jangka waktu satu tahun terus menerus tidak lagi melakukan kegiatan; b. penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat mengalami pailit; c. penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat bertindak tidak jujur dalam usahanya; atau d. terdapat permintaan dari yang bersangkutan.

(5) Ketentuan tentang pembekuan, pemberlakuan kembali, dan pencabutan izin Tempat Penimbunan Berikat diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 47

Bilamana izin Tempat Penimbunan Berikat telah dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, pengusaha dalam batas waktu tiga puluh hari sejak pencabutan izin harus : a. melunasi semua Bea Masuk yang terutang; b. mengekspor kembali barang yang masih ada di Tempat Penimbunan Berikat; atau c. memindahkan barang yang masih ada di Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat lain.

Bagian Ketiga Tempat Penimbunan Pabean

Pasal 48

(1) Di setiap Kantor Pabean disediakan Tempat Penimbunan Pabean yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(2) Penunjukan tempat lain yang berfungsi sebagai Tempat Penimbunan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

BAB IX PEMBUKUAN

Pasal 49

Importir, eksportir, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, pengusaha pengurusan jasa kepabeanan atau pengusaha pengangkutan diwajibkan menyelenggarakan pembukuan dan menyimpan catatan serta surat menyurat yang bertalian dengan Impor atau Ekspor.

Pasal 50

(1) Atas permintaan Pejabat Bea dan Cukai, Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 wajib menyerahkan buku, catatan, dan surat menyurat yang bertalian dengan Impor atau Ekspor untuk kepentingan pemeriksaan.

(2) Dalam hak orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berada di tempat, kewajiban untuk menyediakan buku, catatan, dan suratmenyurat yang bertalian dengan Impor atau Ekspor untuk diperiksa beralih kepada yang mewakilinya.

Pasal 51

Pembukuan dan catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 harus menggunakan huruf latin, angka Arab, mata uang rupiah, serta bahasa Indonesia atau dengan mata uang asing dan bahasa asing dan bahasa lain yang ditetapkan oleh Menteri, dan semua buku, catatan, serta wajib disimpan selama sepuluh tahun pada tempat usahanya di Indonesia.

Pasal 52

Barangsiapa yang tidak mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dan Pasal 51 dan perbuatan tersebut tidak menyebabkan kerugian keuangan negara dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

BAB X LARANGAN DAN PEMBATASAN IMPOR ATAU EKSPOR SERTA PENGENDALIAN IMPOR ATAU EKSPOR BARANG HASIL PELANGGARAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL

Bagian Pertama Larangan dan Pembatasan Impor atau Ekspor

Pasal 53

(1) Untuk kepentingan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan larangan dan pembatasan, instansi teknis yang menetapkan peraturan larangan dan/atau pembatasan atas Impor atau Ekspor baran tertentu wajib memberitahukan kepada Menteri.

(2) Ketentuan tentang pelaksanaan pengawasan peraturan larangan dan/atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

(3) Semua barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak memenuhi syarat untuk diekspor atau diimpor, jika telah diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean, atas permintaan importir atau eksportir dapat :

a. dibatalkan ekspornya; b. diekspor kembali; atau c. dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai.

(4) Barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor yang tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar dinyatakan sebagai barang yang dikuasai negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, kecuali terhadap barang dimaksud ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua

Pengendalian Impor atau Ekspor Barang Hasil Pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual

Pasal 54

Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak cipta, Ketua Pengadilan Negeri setempat dapat mengeluarkan perintah tertulis kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk menangguhkan sementara waktu pengeluaran barang impor atau ekspor dari Kawasan Pabean yang berdasarkan bukti yang cukup, diduga merupakan hasil pelanggaran merek dan hak cipta yang melindungi di Indonesia.

Pasal 55

Permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 diajukan dengan disertai : a. bukti yang cukup mengenai adanya pelanggaran merek atau hak cipta yang bersangkutan; b. bukti pemilikan merek atau hak cipta yang bersangkutan; c. perincian dan keterangan yang jelas mengenai barang impor atau ekspor yang dimintakan penangguhan pengeluarannya, agar dengan cepat dapat dikenali oleh Pejabat Bea dan Cukai; dan d. jaminan.

Pasal 56

Atas penerimaan perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pejabat Bea dan Cukai : a. memberitahukan secara tertulis kepada importir, eksportir, atau pemilik barang mengenai adanya perintah penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspornya; b. terhitung tanggal diterimanya perintah tertulis Ketua Pengadilan Negeri setempat, melaksanakan penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor yang bersangkutan dari Kawasan Pabean.

Pasal 57

(1) Penangguhan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf b dilaksanakan untuk jangka waktu paling lama hari kerja.

(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan alasan dan dengan syarat tertentu, dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama sepuluh hari kerja dengan perintah tertulis Ketua Pengadilan Negeri setempat.

(3) Perpanjangan penangguhan terhadap pengeluaran barang impor atau ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan perpanjangan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf d.

Pasal 58

(1) Atas permintaan pemilik atau pemegang hak atas merek atau hak cipta yang meminta perintah penangguhan, Ketua Pengadilan Negeri setempat dapat memberi izin kepada pemilik atau pemegang hak tersebut guna memeriksa barang impor atau ekspor yang diminta penangguhan pengeluarannya.

(2) Pemberian izin pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat setelah mendengarkan dan mempertimbangkan penjelasan serta memperhatikan kepentingan pemilik barang impor atau ekspor yang dimintakan penangguhan pengeluarannya.

Pasal 59

(1) Apabila dalam jangka waktu sepuluh hari kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai tidak menerima pemberitahuan dari pihak yang meminta penangguhan pengeluaran bahwa tindakan hukum yang diperlukan untuk mempertahankan haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku telah dilakukan dan Ketua Pengadilan Negeri setempat tidak memperpanjang secara tertulis perintah penangguhan, Pejabat Bea dan Cukai wajib mengakhiri tindakan penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor yang bersangkutan dan menyelesaikannya sesuai dengan ketentuan kepabeanan berdasarkan Undang-undangan ini.

(2) Dalam hal tindakan hukum untuk mempertahankan hak telah mulai dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dalam jangka waktu sepuluh hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang meminta penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor wajib secepatnya melaporkannya kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menerima perintah dan melaksanakan penangguhan barang impor atau ekspor.

(3) Dalam hal tindakan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah diberitahukan dan Ketua Pengadilan Negeri setempat tidak memperpanjang secara tertulis perintah penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai mengakhiri tindakan penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor yang bersangkutan dan menyelesaikannya sesuai dengan ketentuan kepabeanan berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 60

Dalam keadaan tertentu, importir, eksportir, atau pemilik barang impor atau ekspor dapat mengajukan permintaan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk memerintahkan secara tertulis kepada Pejabat Bea dan Cukai agar mengakhiri penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dengan menyerahkan jaminan yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf d.

Pasal 61

(1) Apabila dari hasil pemeriksaan perkara terbukti bahwa barang impor atau ekspor tersebut merupakan atau tidak berasal dari hasil pelanggaran merek atau hak cipta, pemilik barang impor atau ekspor berhak untuk memperoleh ganti rugi dari pemilik atau pemegang hak yang meminta penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor tersebut.

(2) Pengadilan Negeri yang memeriksa dan memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memerintahkan agar jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf d digunakan sebagai pembayaran atau bagian pembayaran ganti rugi yang harus dibayarkan.

Pasal 62

Tindakan penangguhan pengeluaran barang impor atau ekspor dapat pula dilakukan karena jabatan oleh Pejabat Bea dan Cukai apabila terdapat bukti yang cukup bahwa barang tersebut merupakan atau berasal dari hasil pelanggaran merek atau hak cipta.

Pasal 63

Ketentuan penangguhan pengeluaran barang yang diduga merupakan hasil pelanggaran hak atas kekayaan intelektual tidak diberlakukan terhadap barang bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, atau barang kiriman melalui pos atau jasa titipan yang tidak dimaksudkan untuk tujuan komersial.

Pasal 64

(1) Pengendalian impor atau ekspor barang yang diduga merupakan hasil pelanggaran hak atas kekayaan intelektual, selain merek dan hak cipta sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

(2) Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Pasal 54 sampai dengan Pasal 63 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XI BARANG YANG DINYATAKAN TIDAK DIKUASAI, BARANG YANG DIKUASAI NEGARA, DAN BARANG YANG MENJADI MILIK NEGARA

Bagian Pertama Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai

Pasal 65

(1) Barang yang dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai adalah :

a. barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara yang melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2); b. barang yang tidak dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat yang telah dicabut izinnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47; atau c. barang yang dikirim melalui pos : 1. yang ditolak oleh si alamat atau orang yang dituju dan tidak dapat dikirim kembali kepada pengirim di luar Daerah Pabean; 2. dengan tujuan luar Daerah Pabean yang diterima kembali karena ditolak atau tidak dapat disampaikan kepada alamat yang dituju, dan tidak diselesaikan oleh pengirim dalam jangka waktu tiga puluh hari sejak diterimanya pemberitahuan dari kantor pos.

(2) barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di Tempat Penimbunan Pabean dan dipungut sewa gudang yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 66

(1) barang yang dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai selain yang dimaksud pada ayat (3) pasal ini, oleh Pejabat Bea dan Cukai segera diberitahukan secara tertulis kepada pemiliknya bahwa barang tersebut akan dilelang jika tidak diselesaikan dalam jangka waktu enam puluh hari sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.

(2) barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang belum dilelang, oleh pemiliknya dapat :

a. diimpor untuk dipakai setelah Bea Masuk dan biaya lainnya yang terutang dilunasi; b. diekspor kembali setelah biaya yang terutang dilunasi; c. dibatalkan ekspornya setelah biaya yang terutang dilunasi; d. diekspor setelah biaya yang terutang dilunasi; atau e. dikeluarkan dengan tujuan Tempat Penimbunan Berikat setelah biaya yang terutang dilunasi.

(3) Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) yang :

a. busuk segera dimusnahkan; b. karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya, atau pengurusannya memerlukan biaya tinggi dapat segera dilelang dengan memberitahukan secara tertulis kepada pemiliknya; c. merupakan barang yang dilarang dinyatakan menjadi milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73; atau d. merupakan barang yang dibatasi disediakan untuk diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu enam puluh hari terhitung sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.

Pasal 67

(1) Pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dan ayat (3) huruf b dilakukan melalui lelang umum

(2) Hasil lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi Bea Masuk yang terutang dan biaya yang harus dibayar, sisanya disediakan untuk pemiliknya.

(3) Pejabat Bea dan Cukai memberitahukan secara tertulis kepada pemiliknya sisa hasil lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu tujuh hari setelah tanggal pelelangan.

(4) Sisa hasil lelang menjadi miliki negara apabila tidak diambil oleh pemiliknya dalam jangka waktu sembilan puluh setelah tanggal surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Harga terendah untuk barang yang akan dilelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri, jika harga yang ditetapkan tidak tercapai, barang dapat dimusnahkan atau untuk tujuan lain atas persetujuan Menteri.

Bagian Kedua Barang yang Dikuasai Negara

Pasal 68

(1) Barang yang dikuasai negara adalah :

a. barang yang dilarang atau dibatasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (4); b. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1); atau c. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean oleh pemilik yang tidak kenal.

(2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b diberitahukan oleh Pejabat Bea dan Cukai secara tertulis kepada pemiliknya dengan menyebutkan alasan dan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diumumkan selama tiga puluh hari sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.

(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.

Pasal 69

Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) yang : a. busuk segera dimusnahkan; b. karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya, atau pengurusannya memerlukan biaya tinggi sepanjang bukan merupakan barang yang dilarang atau dibatasi dapat segera dilelang dengan memberitahukan secara tertulis kepada pemiliknya; atau c. merupakan barang yang dilarang atau dibatasi dinyatakan menjadi barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73.

Pasal 70

Barang dan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf b diserahkan kembali kepada pemiliknya dalam jangka waktu atau pembatasan telah diserahkan dokumen atau keterangan yang diperlukan sehubungan dengan larangan atau pembatasan impor atau ekspor; atau b. Bea Masuk yang terutang telah dibayar dan apabila merupakan barang larangan atau pembatasan telah diserahkan dokumen atau keterangan yang diperlukan sehubungan dengan larangan atau pembatasan impor atau ekspor serta telah diserahkan sejumlah uang ditetapkan oleh Menteri sebagai ganti barang yang besarnya tidak melebihi harga barang, sepanjang barang tersebut tidak diperlukan untuk bukti di pengadilan. tiga puluh hari sejak penyimpanan di Tempat Penimbunan Pabean dalam hal : a. Bea Masuk yang terutang telah dibayar dan apabila merupakan barang larangan

Pasal 71

(1) Pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf b dilakukan melalui lelang umum.

(2) Harga terendah untuk barang yang akan dilelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri, dan jika harga yang ditetapkan tidak tercapai, barang dapat dimusnahkan untuk tujuan lain atas persetujuan Menteri.

(3) Hasil lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan sebagai ganti barang yang bersangkutan sambil keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) atau untuk alat bukti di sidang pengadilan.

Pasal 72

(1) Pemilik barang dan/atau sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Menteri dalam jangka waktu tiga puluh hari sejak diberitahukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dengan menyebutkan alasan dan bukti yang menguatkan keberatannya.

(2) Dalam jangka waktu sembilan puluh hari sejak diterimanya permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri memberikan keputusan bahwa :

a. tidak terdapat pelanggaran terhadap Undang-undang ini dan segera memerintahkan agar dan/atau sarana pengangkut yang dikuasai negara atau uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf b dan Pasal 70 huruf b diserahkan kepada pemiliknya; atau b. telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang ini, barang dan/atau sarana pengangkut atau uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf b diselesaikan lebih lanjut berdasarkan Undang-undang ini.

(3) Keputusan yang diambil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan kepada pemiliknya dan Direktur Jenderal.

(4) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri tidak memberikan keputusan, permohonan yang bersangkutan dianggap diterima.

Bagian Ketiga Barang yang menjadi Milik Negara

Pasal 73

(1) barang yang menjadi milik negara adalah :

a. barang yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3) huruf c; b. barang yang dibatasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (3) huruf d yang tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu enam puluh hari terhitung sejak disimpan di Tempat Penimbunan Pabean. c. barang dan/sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf b yang berasal dari tindak pidana yang pelakunya tidak dikenal; d. barang dan/sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf c yang tidak diselesaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2); e. barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf c; atau f. barang dan/atau sarana pengangkut yang berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dinyatakan dirampas untuk negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat 91) atau ayat (2).

(2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kekayaan negara dan disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.

(3) Ketentuan tentang penggunaan barang yang menjadi milik negara ditetapkan oleh Menteri.

BAB XII WEWENANG KEPABEANAN

Bagian Pertama Umum

Pasal 74

(1) Dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang-undang ini dan peraturan perudangundangan lain yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal, Pejabat Bea dan Cukai untuk mengamankan hak-hak negara berwenang mengambil tindakan yang diperlukan terhadap barang.

(2) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai dapat dilengkapi dengan senjata api yang jenis dan syarat-syarat penggunaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 75

(1) Pejabat Bea dan Cukai dalam melaksanakan pengawasan sarana pengangkut agar melalui jalur yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) serta untuk melaksanakan pemeriksaan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, menggunakan kapal patroli atau sarana lainnya.

(2) Kapal patroli atau sarana lainnya yang digunakan oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan senjata api yang jumlah dan jenisnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 76

(1) Dalam melaksanakan tugas berdasarkan Undang-undang ini, Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta bantuan angkatan bersenjata dan/atau instansi lainnya.

(2) Atas permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), angkatan bersenjata dan/atau instansi lainnya berkewajiban untuk memenuhinya.

Pasal 77

(1) Untuk dipenuhinya Kewajibannya Pabean berdasarkan Undang-undang ini, Pejabat Bea dan Cukai berwenang menengah barang dan/atau sarana pengangkut.

(2) Ketentuan tentang tata cara pencegahan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua Pengawasan dan Penyegelan

Pasal 78

Terhadap barang impor yang belum diselesaikan kewajibannya pabeannya dan barang ekspor atau barang lain yang harus diawasi menurut Undang-undang ini yang berada di sarana pengangkut atau di tempat penimbunan atau tempat lain, Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan.

Pasal 79

(1) Segel dan/atau tanda pengaman yang digunakan oleh instansi pabean di negara lain atau pihak lain dapat diterima sebagai pengganti segel atau tanda pengaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78.

(2) Persyaratan dapat diterimanya segel atau tanda pengamannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 80

(1) Pemilik dan/atau yang menguasai sarana pengangkut atau tempat-tempat yang dikunci, disegel, dan/atau dilekati tanda pengaman oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 wajib menjamin agar semua kunci segel, atau tanda pengaman tersebut tidak rusak, lepas, atau hilang.

(2) Kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dan Pasal 79 tidak boleh dibuka, dilepas, atau dirusak tanpa izin Pejabat Bea dan Cukai.

Pasal 81

(1) Di atas sarana pengangkut atau di tempat lain yang berisi barang di bawah pengawasan pebean dapat ditempat Pejabat Bea dan Cukai.

(2) Apabila di sarana pengangkut atau tempat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tersedia akomodasi, pengangkut atau pengusaha yang bersangkutan wajib memberikan bantuan yang layak.

(3) Pengangkut atau pengusaha yang memberikan bantuan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Bagian Ketiga Pemeriksaan

Paragraf 1 Pemeriksaan atas Barang

Pasal 82

(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan barang impor dan ekspor setelah Pemberitahuan Pabean diserahkan.

(2) Pejabat Bea dan Cukai berwenang meminta importir, eksportir, pengangkut, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, atau yang mewakilinya menyerahkan barang untuk diperiksa, membuka sarana pengangkut atau bagiannya dan membuka setiap bungkusan atau pengemas yang akan diperiksa.

(3) Jika permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, Pejabat Bea dan Cukai berwenang memenuhi keperluan tersebut atas resiko dan biaya yang bersangkutan.

(4) Barangsiapa yang tidak memenuhi permintaan Pejabat Bea dan Cukai sebagimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(5) Barangsiapa yang salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang dalam Pemberitahuan Pabean atas Impor yang mengakibatkan kekurangan pembayaran Bea Masuk dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak lima ratus persen dari Bea Masuk yang kurang dibayar dan paling sedikit seratus persen dari Bea Masuk yang kurang dibayar.

(6) Barangsiapa yang salah memberitahukan jenis dan/atau jumlah barang dalam Pemberitahuan Pabean atas Ekspor dikenai sanksi administrasi berupa denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Pasal 83

Surat yang dicurigai berisi barang impor atau barang ekspor yang dikirim melalui pos dapat dibuka di hadapan si alamat, atau jika si alamat tidak dapat ditemukan, surat dapat dibuka oleh Pejabat Bea dan Cukai bersama petugas kantor pos.

Pasal 84

(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang meminta kepada importir atau eksportir untuk menyerahkan buku, catatan, surat menyurat yang bertalian dengan Impor atau Ekspor, dan mengambil contoh barang untuk pemeriksaan Pemberitahuan Pabean.

(2) Pengambilan contoh barang dapat pula dilakukan atas permintaan importir.

Pasal 85

Pasal 85

(1) Pejabat Bea dan Cukai memberikan persetujuan impor atau ekspor setelah diterimanya Pemberitahuan Pabean yang telah memenuhi persyaratan dan hasil pemeriksaan barang tersebut sesuai dengan Pemberitahuan Pabean.

(2) Pejabat Bea dan Cukai berwenang menunda pemberian persetujuan impor atau ekspor dalam hal Pemberitahuan Pabean tidak memenuhi persyaratan.

Paragraf 2 Pemeriksaan Pembukuan

Pasal 86

(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksa buku, catatan, surat menyurat yang bertalian dengan Impor atau Ekspor, dan sediaan barang dari orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 untuk kepentingan audit di bidang Kepabeanan.

(2) Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 yang tidak memenuhi permintaan Pejabat Bea dan Cukai yang menyerahkan buku, catatan, dan surat-menyurat yang bertalian dengan Impor atau Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, atau tidak bersedia untuk diperiksa sediaan barangnya dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Paragraf 3 Pemeriksaan Pembukuan

Pasal 87

(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas bangunan dan tempat lain :

a. yang penyelenggaraannya berdasarkan izin yang telah diberikan menurut Undangundang ini; atau b. yang menurut Pemberitahuan Pabean berisi barang di bawah pengawasan pabean.

(2) Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas bangunan dan tempat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat sebagimana dimaksud pada ayat (1)

Pasal 88

(1) Untuk pemenuhan Kewajiban Pabean berdasarkan Undang-undang ini, Pejabat Bea dan Cukai berwenang memasuki dan memeriksa bangunan atau tempat yang bukan rumah tinggal selain yang dimaksud dalam Pasal 87 dan dapat memeriksa setiap barang yang ditemukan.

(2) Selama pemeriksaan atas bangunan atau tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas permintaan Pejabat Bea dan Cukai, pemilik atau yang menguasai bangunan atau tempat tersebut wajib menunjukkan surat atau dokumen yang bertalian dengan barang yang berada di tempat tersebut.

Pasal 89

(1) Pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (2) atau Pasal 88 ayat (1) harus dengan surat perintah dari Direktur Jenderal.

(2) Surat perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan untuk melakukan :

a. pemeriksaan bangunan atau tempat yang menurut Undang-undang ini berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; b. pengejaran orang dan/atau barang yang memasuki bangunan atau tempat lain.

(3) Pengelola bangunan atau tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dan Pasal 88 tidak boleh menghalangi Pejabat Bea dan Cukai yang masuk ke dalam bangunan atau tempat lain dimaksud, kecuali bangunan atau tempat lain tersebut merupakan rumah tinggal.

(4) Barangsiapa yang menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dan Pasal 88 dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Paragraf 4 Pemeriksaan Sarana Pengangkut

Pasal 90

(1) Untuk pemenuhan Kewajiban Pabean berdasarkan Undang-undang ini Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut serta barang di atasnya.

(2) Sarana pengangkut yang disegel oleh penegak hukum lain atau dinas pos dikecualikan dari pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan Pemberitahuan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) berwenang untuk menghentikan pembongkaran barang dari sarana pengangkut apabila ternyata barang yang dibongkar tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.

(4) Barangsiapa yang tidak melaksanakan perintah penghentian pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Pasal 91

(1) Untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) atas permintaan atau isyarat Pejabat Bea dan Cukai, pengangkut wajib menghentikan sarana pengangkutnya.

(2) Pejabat Bea dan Cukai berwenang agar sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibawa ke Kantor Pabean atau tempat lain yang sesuai untuk keperluan pemeriksaan atas biaya yang bersalah.

(3) Pengangkut atas permintaan Pejabat Bea dan Cukai wajib menunjukkan semua dokumen pengangkutan serta Pemberitahuan Pabean yang diwajibkan menurut Undangundang ini.

(4) Pengangkut yang menolak untuk memenuhi permintaan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3) dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Paragraf 5 Pemeriksaan Bada

Pasal 92

(1) Untuk pemenuhan Kewajiban Pabean berdasarkan Undang-undang ini atau peraturan perundang-undangan lain tentang larangan dan pembatasan impor atau ekspor barang, Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksa badan setiap orang:

a. yang berada di atas atau baru saja turun dari sarana pengangkut yang masuk kedalam Daerah Pabean; b. yang berada di atas atau siap naik ke sarana pengangkut yang tujuannya adalah tempat di luar Daerah Pabean; c. yang sedang berada atau baru saja meninggalkan Tempat Penimbunan Sementara atau Tempat Penimbunan Berikat; atau d. yang sedang berada di atau saja meninggalkan Kawasan Pabean.

(2) Orang yang diperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi permintaan Pejabat Bea dan Cukai menuju tempat pemeriksaan.

BAB XIII KEBERATAN, BANDING, DAN LEMBAGA BANDING

Bagian Pertama Keberatan dan Banding

Pasal 93

(1) Orang yang berkeberatan terhadap penetapan Pejabat Bea dan Cukai mengenai tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan Bea Masuk dapat mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal dalam waktu tiga puluh hari sejak tanggal penetapan dengan menyerahkan jaminan sebesar Bea Masuk yang harus dibayar.

(2) Direktur Jenderal memutuskan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu enam puluh hari sejak diterimanya keberatan.

(3) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak oleh Direktur Jenderal, jaminan dicairkan dan Bea Masuk yang terutang dianggap telah dilunasi, dan apabila keberatan diterima, jaminan dikembalikan.

(4) Apabila dalam jangka waktu enam puluh hari sebagimana dimaksud pada ayat (2) Direktur Jenderal tidak memberikan keputusan, keberatan yang bersangkutan dianggap diterima dan jaminan dikembalikan.

(5) Apabila jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa uang tunai dan pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan setelah jangka waktu enam puluh hari, Pemerintah memberikan bunga sebesar dua persen setiap bulannya untuk selama-lamanya dua puluh empat bulan.

Pasal 94

(1) Orang yang dikenai sanksi administrasi dapat mengajukan keberatan secara tertulis hanya kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu tiga puluh hari sejak diterimanya surat pemberitahuan dengan menyerahkan jaminan sebesar sanksi administrasi yang ditetapkan.

(2) Direktur Jenderal memutuskan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu enam puluh hari sejak diterimanya keberatan.

(3) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak oleh Direktur Jenderal, jaminan dicairkan dan sanksi administrasi dianggap telah dilunasi, dan apabila keberatan diterima, jaminan dikembalikan.

(4) Apabila dalam jangka waktu enam puluh hari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Direktur Jenderal tidak memberikan keputusan, keberatan yang bersangkutan dianggap diterima dan jaminan dikembalikan.

(5) Apabila jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa uang tunai dan pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan setelah jangka waktu enam puluh hari, Pemerintah memberikan bunga sebesar dua persen setiap bulannya untuk selama-lamanya dua puluh empat bulan.

Pasal 95

(1) Orang yang berkeberatan terhadap penetapan Direktur Jenderal atas tarif dan nilai pabean sebagimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) atau keputusan Direktur Jenderal sebagimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) atau Pasal 94 ayat (2) dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak dalam jangka waktu enam puluh hari sejak tanggal penetapan atau tanggal keputusan, setelah Bea Masuk yang terutang dilunasi.

(2) Badan peradilan pajak sebagimana dimaksud pada ayat (10 adalah badan peradilan pajak yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994.

Pasal 96

(1) Sebelum badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (2) dibentuk, permohonan banding diajukan kepada lembaga banding yang putusannya bukan merupakan Keputusan Tata Usaha Negara.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas, dalam jangka waktu enam puluh hari sejak penetapan atau keputusan diterima, dilampiri salinan dari penetapan atau keputusan tersebut.

(3) Putusan badan peradilan pajak merupakan putusan akhir dan bersifat tetap.

Bagian Kedua Lembaga Banding

Pasal 97

(1) Untuk memeriksa dan memutus permohonan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (1), dibentuk lembaga banding dengan nama Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai.

(2) Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai berkedudukan di Jakarta.

(3) Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai dipimpin oleh seorang ketua dan beranggotakan unsur Pemerintah, pengusaha swasta, dan pakar.

Pasal 98

(1) Ketua Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai menunjuk majelis untuk memutuskan permohonan banding yang diajukan.

(2) Setiap mejelis terdiri dari tiga anggota dengan memperhatikan pertimbangan keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (3).

Pasal 99

(1) Persidangan majelis untuk memutuskan suatu permohonan banding bersifat tertutup.

(2) Putusan majelis diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.

(3) Dalam hal tidak dicapai permufakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), putusan didasarkan pada suara terbanyak.

(4) Putusan majelis diberitahukan kepada pemohon banding dan Direktur Jenderal selambat-lambatnya empat belas sejak tanggal putusan.

Pasal 100

Anggota majelis yang mempunyai kepentingan pribadi dengan permasalahan yang diperiksa harus mengundurkan diri dari majelis.

Pasal 101

Susunan organisasi dan tata kerja serta urusan mengenai administrasi, tunjangan, pengeluaran, dan tata tertib Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XIV KETENTUAN PIDANA

Pasal 102

Barangsiapa yang mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengimpor atau mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan Undang-undang ini dipidana karena melakukan penyelundupan dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 103

Barangsiapa yang : a. menyerahkan Pemberitahuan Pabean dan/atau dokumen pelengkap pabean dan atau memberikan keterangan lisan atau tertulis yang palsu atau dipalsukan yang digunakan untuk pemenuhan kewajiban Pabean; b. mengeluarkan barang impor dari Kawasan Pabean atau dari Tempat Penimbunan Berikat, tanpa persetujuan Pejabat Bea dan Cukai dengan maksud untuk mengelakkan pembayaran Bea Masuk dan/atau pungutan negara lainnya dalam rangka impor; c. membuat, menyetujui, atau serta dalam penambahan data palsu ke dalam buku atau catatan; atau d. menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 104

Barangsiapa yang : a. mengangkut barang yang berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102; b. memusnahkan, mengubah, memotong, menyembunyikan, atau membuang buku atau catatan yang menurut Undangundang ini harus disimpan; c. menghilangkan, menyetujui, atau turut serta dalam penghilangan keterangan dari Pemberitahuan Pabean, dokumen pelengkap pabean, atau catatan; atau d. menyimpan dan/atau menyediakan blangko faktur dagang dari perusahaan yang berdomisili di luar negeri yang diketahui dapat digunakan sebagai kelengkapan Pemberitahuan Pabean menurut Undangundang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 105

Brangsiapa yang : a. membongkar barang impor di tempat lain dari tempat yang ditentukan menurut Undang-undang ini; b. tanpa izin membuka, melepas atau merusak kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang oleh Pejabat Bea dan Cukai, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 106

Importir, eksportir, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan, atau pengusaha pengangkutan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 49, Pasal 50, atau Pasal 51 dan perbuatan tersebut menyebabkan kerugian keuangan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 125.000.000,00 (seratus dua puluh lima juta rupiah).

Pasal 107

Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang melakukan pengurusan Pemberitahuan Pabean atas kuasa yang diterimanya dari importir atau eksportir, apabila melakukan perbuatan yang diancam dengan pidana berdasarkan Undangundang ini, ancaman pidana tersebut berlaku juga terhadapnya.

Pasal 108

(1) Dalam hal suatu tindak pidana yang dapat dipidana menurut Undang-undang ini dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi, tuntutan pidana ditujukan dan sanksi pidana dijatuhkan kepada :

a. badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi tersebut; dan atau b. mereka yang memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pimpinan atau melalaikan pencegahannya.

(2) Tindak pidana menurut Undang-undang ini dilakukan juga oleh atas nama badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi, apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang yang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi tersebut tanpa memperhatikan apakah orang tersebut masing-masing telah melakukan tindak secara sendiri-sendiri atau bersamasama.

(3) Dalam hal suatu tuntutan pidana dilakukan terhadap badan hukum, perseroan atau perusahaan, perkumpulan, yayasan atau koperasi yang dipidana dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini, pidana pokok yang dijatuhkan senantiasa berupa pidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) jika atas tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara, dengan tidak menghapuskan pidana denda apabila atas tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara dan pidana denda.

Pasal 109

(1) Barang impor atau ekspor yang berasal dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102, 103 huruf b atau huruf d, Pasal 104 huruf a atau Pasal 105 huruf a dirampas untuk negara.

(2) Sarana pengangkut yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 dapat dirampas untuk negara.

(3) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 73.

Pasal 110

(1) Dalam hal pidana denda tidak dibayar oleh terpidana, sebagai gantinya diambil dari kekayaan dan/atau pendapatan terpidana.

(2) Dalam hal penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi, pidana denda diganti dengan pidana kurungan paling lama enam bulan.

Pasal 111

Tindak pidana di bidang Kepabeanan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak diserahkan Pemberitahuan Pabean atau sejak terjadinya tindak pidana.

BAB XV PENYIDIKAN

Pasal 112

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) karena kewajibannya berwenang :

a. menerima laporan atau keterangan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang Kepabeanan; b. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; c. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan dengan tindak pidana di bidang Kepabeanan; d. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang disangka melakukan tindak pidana di bidang Kepabeanan; e. meminta keterangan dan bukti dari orang yang sangka melakukan tindak pidana di bidang Kepabeanan; f. memotret dan/atau merekam melalui media audiovisual terhadap orang, barang, sarana pengangkut, atau apa saja yang dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana di bidang Kepabeanan; g. memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan menurut Undang-undang ini dan pembukuan lainnya yang terkait; h. mengambil sidik jari orang; i. menggeledah rumah tinggal, pakaian, atau badan; j. menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan memeriksa barang yang terdapat di dalamnya apabila dicurigai adanya tindak pidana di bidang Kepabeanan; k. menyita benda-benda yang diduga keras merupakan barang yang dapat dijadikan sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana di bidang Kepabeanan; l. memberikan tanda pengaman dan mengamankan apa saja yang dapat dijadikan sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana di bidang Kepabeanan; m.mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana di bidang Kepabeanan; n. menyuruh berhenti orang yang disangka melakukan tindak pidana di bidang Kepabeanan serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka; o. menghentikan penyidikan; p. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan menurut hukum yang bertanggung jawab.

(3) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Pasal 113

(1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di Bidang Kepabeanan.

(2) Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan setelah yang bersangkutan melunasi Bea Masuk yang tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda empat kali jumlah Bea Masuk yang tidak atau kurang dibayar.

BAB XVI KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 114

(1) Semua pelanggaran yang oleh Undang-undang ini diancam dengan sanksi administrasi berupa denda yang dihitung berdasarkan persentase dari Bea Masuk, jika tarif atau tarif akhir Bea Masuk atas barang yang berkaitan dengan pelanggaran tersebut nol persen, maka atas pelanggaran tersebut, si pelanggar dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

(2) Ketentuan tentang pengenaan sanksi administrasi dan penyesuaian besarnya sanksi administrasi serta penyesuaian besarnya bunga menurut Undang-undang ini ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 115

Persyaratan dan atas cara : a. barang yang diimpor dari suatu kawasan yang telah ditunjuk sebagai daerah perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas; b. Pemberitahuan Pabean di instalasi dan alat-alat yang berada di Landas Kontinen Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XVII KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 116

Dengan mulai berlakunya Undang-undang ini : a. semua urusan Kepabeanan yang belum dapat diselesaikan, untuk penyelesaian tetap berlaku ketentuan peraturan perundang-undang Kepabeanan yang lama sampai dengan tanggal 1 April 1997; b. semua barang yang disimpan di dalam Tempat Penimbunan Pabean, penyelesaiannya berdasarkan ketentuan Undang-undang ini.

BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 117

dengan berlakunya Undangundang ini, dinyatakan tidak berlaku lagi : 1. Indische Tarief Wet Staatsblad Tahun 1873 Nomor 35 sebagaimana telah diubah dan ditambah; 2. Rechten Ordonnantie Staatsblad Tahun 1882 Nomor 240 sebagaimana telah diubah dan ditambah; 3. Tarief Ordonnantie Staatsblad tahun 1910 Nomor 628 sebagaimana telah diubah dan ditambah.

Pasal 118

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 1996.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1995 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1995 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd. MOERDIONO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 7 모든 사람이 알 수 있도록 인도 네시아 공화국 관보에 이 법의 제정을 게재할 것을 명한다. 1995년 12월 30일 자카르타에 서 승인함 인도네시아 공화국 대통령 서명 수하르토 1995년 12월 30일 자카르타에 서 제정함 인도네시아 공화국 국가사무처장관 서명 무르디오노 인도네시아 공화국 관보 1995년 제7호

「관세에 관한 인도네시아 공화국 법률 1995년 제10호」

• 국 가 ‧ 지 역: 인도네시아 • 법률번 호: 1995년 제10호 • 제 정 일: 1995년 12월 30일

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan perkembangan yang pesat dalam kehidupan nasional, khususnya di bidang perekonomian, termasuk bentuk-bentuk dan praktek penyelenggaraan kegiatan perdagangan internasional; b. bahwa dalam upaya untuk selalu menjaga agar perkembangan seperti tersebut di atas dapat berjalan sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan dalam garis-garis besar daripada haluan Negara dan lebih dapat diciptakan kepastian hukum dan kemudahan administrasi berkaitan dengan aspek Kepabeanan bagi bentukbentuk dan praktek penyelenggaraan kegiatan perdagangan internasional yang terus berkembang serta dalam rangka antisipasi atas globalisasi ekonomi, diperlukan langkah-langkah pembaruan; c. bahwa peraturan perundangundangan Kepabeanan yang selama ini berlaku sudah tidak dapat mengikuti perkembangan perekonomian nasional dalam hubungannya dengan perdagangan internasional; d. bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut, dipandang perlu untuk membentuk Undang-undang tentang Kepabeanan yang dapat memenuhi perkembangan keadaan dan kebutuhan pelayanan Kepabeanan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945; Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945; Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEPABEANAN. 전능하신 신의 은총으로 인도네시아 공화국 대통령은, 고려함: a. 국가 개발의 이행은 국제 무 역 활동의 형태와 관행을 포함하 여, 특히 경제 부문에서 국민 생 활의 급속한 발전을 가져왔다. b. 국가정책개요에 언급된 국가 개발정책에 따라 상기 발전을 항 상 보장하는 노력의 일환으로 지 속적으로 발전하는 국제 무역 활 동의 형태와 관행에 대한 관세 측면의 법적 확실성과 행정상 편 의를 더욱 확립하고 경제세계화 에 대한 예상 차원에서 새로운 조치가 필요하다. c. 지금까지 통용되던 관세법령 은 더 이상 국제 무역과 관련하 여 국가 경제 발전을 따라갈 수 없다. d. 해당 사항을 구체화하기 위하 여 판차실라 및 「1945년 헌 법」에 기초한 관세 서비스의 조 건과 필요의 발전을 충족할 수 있는 관세에 관한 법률을 제정하 는 것이 필요하다. 검토함: 「1945년 헌법」 제5조제1항, 제20조제1항 및 제23조제2항 인도네시아 공화국 국민대표의회의 승인으로 다음과 같이 결정한다. 확정함: 관세에 관한 법률

제1장 총칙

제1조

이 법에서 사용하는 용어의 뜻은 다음과 같다. 1. 관세란 관세영역에 반출입 하는 물품의 통행에 대한 감 독 및 수입관세의 징수와 관 련된 모든 것을 말한다. 2. 관세영역이란 영토, 영해 및 영공으로 구성된 인도네시아 공화국의 영토와 이 법이 적 용되는 배타적 경제수역 및 대륙붕의 특정 장소를 말한 다. 3. 관세구역이란 항구, 공항 또 는 물품의 통행을 위하여 정 해진 기타 장소에 일정한 경 계가 있는 구역으로, 관세 소 비세총국장의 감독하에 있는 구역을 말한다. 4. 세관이란 이 법의 규정에 따라 관세 의무가 이행되는 관세소비세총국 내의 사무소 를 말한다. 5. 세관통제소란 관세소비세공 무원이 수출입 통행을 감독하 기 위하여 사용하는 장소를 말한다. 6. 관세 의무란 이 법의 규정 을 준수하기 위하여 수행하는 관세 분야의 모든 활동을 말 한다. 7. 세관신고란 이 법에 규정된 형식과 요건으로 관세 의무를 이행하기 위한 자의 신고를 말한다. 8. 장관이란 인도네시아 공화 국 재무장관을 말한다. 9. 총국장이란 관세소비세 총 국장을 말한다. 10. 관세소비세총국이란 관세 및 소비 분야에서 재무부의 주요 업무 및 기능을 수행하 는 부서를 말한다. 11. 관세소비세공무원이란 이 법에 따라 특정 업무를 수행 하기 위하여 특정 직책에 임 명된 관세소비세 총국의 공무 원을 말한다. 12. 인(人)이란 자연인 또는 법인을 말한다. 13. 수입이란 물품을 관세영역 에 반입하는 활동을 말한다. 14. 수출이란 관세영역에서 물 품을 반출하는 활동을 말한 다. 15. 수입관세란 수입 물품에 대하여 징수하는 이 법에 따 른 국가 세금을 말한다. 16. 하선장소란 물품의 선적 또는 반출을 대기하는 동안 임시로 물품을 보관하는 관세 구역에 있는 건물 그리고/또 는 옥외 또는 기타 유사한 장 소를 말한다. 17. 보세창고란 수입관세의 유 예를 받아 판매용 물품을 보 관, 가공, 진열 그리고/또는 제공하기 위하여 사용되는 특 정 요건을 충족한 건물, 장소 또는 구역을 말한다. 18. 세관장치장이란 통제 불능 의 물품, 국가 통제 물품 및 이 법에 따라 국가 소유가 되 는 물품의 보관을 위하여 정 부가 제공하고 관세소비세총 국이 관리하는 건물 그리고/ 또는 옥외 또는 기타 이와 유 사한 장소를 말한다.

제 2 조

(1) 관세영역으로 반입되는 물 품은 수입물품으로 취급되며 수 입관세가 부과된다.

(2) 관세영역에서 반출하기 위 하여 운송수단에 선적될 물품은 이미 수출된 것으로 보고 수출물 품으로 취급된다.

(3) 제2항의 물품은 관세영역 내의 장소에서 하역 목적임을 입 증할 수 있는 경우 수출물품으로 보지 아니한다.

제3조

(1) 수입물품에 대하여 세관검 사를 실시한다.

(2) 제1항의 세관검사에는 서류 검사와 현품검사가 포함된다.

(3) 제2항에 따른 현품검사는 선별적으로 실시한다.

(4) 제1항의 세관검사 절차는 장관이 세부적으로 정한다.

제4조

(1) 수출물품에 대하여 서류검 사를 실시한다.

(2) 경우에 따라 수출물품에 대 한 현품검사를 실시할 수 있다.

(3) 제1항 및 제2항의 세관검사 절차는 장관령으로 세부적으로 정한다.

제5조

(1) 관세 의무의 이행은 세관 또는 기타 세관과 동등한 장소에 서 세관신고서를 통하여 이행한다.

(2) 세관신고서는 세관 또는 세 관과 유사한 기타 장소의 관세소 비세공무원에게 서식 또는 전자 매체를 통하여 제출한다.

(3) 관세 의무 이행과 감독을 위하여 관세구역 및 세관통제소 를 지정한다.

(4) 관세구역, 세관 및 세관통제 소는 장관이 지정한다.

제6조

수출입되는 물품에 대하여 이 법 에서 정하는 모든 규정이 적용된 다.

제2장 수입 및 수출

제1절 수입

제1관 물품의 도착, 하역, 보관 및 반출

제7조

(1) 수입물품은 지정된 경로를 통하여 첫 번째 목적지인 세관으 로 가져와야 하며, 운송인은 해 당 도착을 신고하여야 한다.

(2) 비상 상황에서 제1항의 규 정을 준수하지 아니하는 운송수 단의 경우 운송인은 먼저 수입물 품을 하역한 후 해당 사항을 가 장 가까운 세관에 신고하여야 한 다.

(3) 제1항 및 제2항의 규정을 준수하지 아니하는 운송인은 2 백 5십만 루피아 이상 2천 5백 만 루피아 이하의 과태료에 해당 하는 행정벌에 처한다.

(4) 제1항 또는 제2항의 규정을 준수하였으나 하역된 물품의 수 가 세관신고서 상의 수량보다 부 족하고, 해당 위반이 발생한 것 이 자신의 능력 밖이었음을 입증 하지 못하는 경우 부족하게 하역 한 물품에 대한 수입관세 납부 의무 이외에 5백만 루피아 이상 5천만 루피아 이하의 과태료에 해당하는 행정벌에 처한다.

(5) 제1항 또는 제2항의 규정을 준수한 운송인이 세관신고서 상 의 신고보다 초과하여 하역한 경 우 5백만 루피아 이상 5천만 루 피아 이하의 과태료에 해당하는 행정벌에 처한다.

(6) 제1항의 수입물품은 관세구 역에서 반출을 기다리는 동안 하 선장소에서 보관할 수 있다.

(7) 제1항의 물품은 다음 각 호 에 대한 관세 의무를 이행한 후 에 관세구역에서 반출될 수 있 다.

a. 사용 목적의 수입 b. 임시 수입 c. 보세창고에 보관 d. 기타 관세 구역의 하선장소 로 운송 e. 환송 또는 환적 f. 재수출

(8) 관세소비세공무원의 승인이 있기 전에 관세구역에서 물품을 반출하는 자는 5백만 루피아 이 하의 과태료에 해당하는 행정벌 에 처한다.

(9) 제1항, 제2항, 제6항 및 제7 항의 규정은 장관이 세부적으로 정한다.

제2관 사용 목적의 수입

제8조

(1) 사용 목적의 수입이란 다음 각 호와 같다.

a. 사용 목적으로 관세영역으로 물품 반입 b. 인도네시아에 거주하는 자 가 소유하거나 관리하기 위하 여 관세영역으로 물품 반입

(2) 수입물품은 다음 각 호를 이행한 후 사용 목적의 수입물품 으로 반출될 수 있다.

a. 세관신고 및 수입관세 납부 후 b. 제 42 조의 세관신고 및 담 보 제출 후 c. 제 42 조의 세관 추가 서류 및 담보 제출 후

(3) 입국 시 관세영역으로 수입 물품을 운반하는 승객, 승무원 및 국경통과자는 관세소비세공무 원에게 그 운반을 신고하여야 한 다.

(4) 우편 또는 탁송으로 발송된 수입물품은 관세소비세공무원의 승인이 있어야만 반출될 수 있 다.

(5) 제1항, 제2항, 제3항 및 제4 항의 규정은 장관이 세부적으로 정한다.

(6) 이 법에 따라 정한 제2항제 b호 또는 제c호의 수입물품에 대한 수입관세를 납부하지 아니 한 수입자는 납부 의무가 있는 수입관세의 10%를 과태료로 하 는 행정벌에 처한다.

제3관 임시수입

제9조

(1) 수입물품은 수입 당시 명확 히 재수출 목적이 있는 경우 임 시수입물품으로 반출될 수 있다.

(2) 임시수입물품이 재수출되기 전까지 세관의 감독을 받는다.

(3) 제1항 및 제2항의 규정과 임시 기간의 결정은 장관이 세부 적으로 정한다.

(4) 제3항의 기간 내에 임시수 입물품을 재수출하지 아니한 자 는 납부하여야 하는 수입관세의 100%를 과태료로 하는 행정벌 에 처한다.

제10조

(1) 수출할 물품은 세관신고서 를 통하여 신고하여야 한다.

(2) 제1항의 세관신고는 승객, 승무원, 국경통과자의 개인 물품 및 일정 과세가격 그리고/또는 금액 한도 내의 탁송품에 대하여 는 필요하지 아니하다.

(3) 선적 대기 중에 수출 통보 를 한 물품은 하선장소에 보관할 수 있다.

(4) 제1항의 수출 신고를 한 물 품에 대하여 취소가 있는 경우 관세소비세공무원에게 신고하여 야 한다.

(5) 제4항의 수출 취소 신고를 하지 아니한 수출자는 5백만 루 피아 이하의 과태료에 해당하는 행정벌에 처한다.

(6) 제1항, 제2항, 제3항 및 제4 항의 규정은 장관이 세부적으로 정한다.

제3절 물품 운송

제11조

(1) 세관을 떠나 외부의 목적지 로 향하는 운송인은 세관신고서 를 통하여 운송물품을 신고하여 야 한다.

(2) 관세영역의 한 장소에서 다 른 장소로 물품을 운송하는 자는 다음 각 호에 해당하는 물품에 대하여 세관신고서를 통하여 신 고할 의무가 있다.

a. 하선장소 또는 보세창고에서 다른 하선장소 또는 보세창고 로 향하는 수입물품 b. 환송 그리고/또는 환적되는 수입물품 c. 환송 그리고/또는 환적되는 수출물품 d. 관세영역 외부의 장소를 통 하여 운송되는 관세영역의 물 품

(3) 운송인이 제1항 또는 제2항 의 물품을 신고하지 아니하는 경 우 5백만 루피아 이하의 과태료 에 해당하는 행정벌에 처한다.

(4) 운송인이 제2항제a호 및 제 b호를 준수하였으나 목적지에 도착하지 아니하거나 목적지에 도착한 물품의 수량이 세관신고 서와 일치하지 아니하고, 해당 위반이 발생한 것이 자신의 능력 밖이었음을 입증하지 못하는 경 우 목적지에 도착하지 아니한 물 품 또는 하역되지 아니한 물품에 대하여 납부하여야 하는 관세 외 에 5백만 루피아 이상 5천만 루 피아 이하의 과태료에 해당하는 행정벌에 처한다.

(5) 수입 또는 수출을 위한 전 력, 액체 또는 가스의 수송은 송 전 또는 파이프라인을 통하여 할 수 있다.

(6) 제1항, 제2항 및 제5항의 운송 요건 및 절차는 장관이 세 부적으로 정한다.

제3장 세율 및 과세가격

제1절 세율

제1관 수입세율

제12조

(1) 수입물품은 수입관세 산정 을 위한 과세가격의 최고 40% 를 징수한다.

(2) 다음 각 호는 제1항의 규정 에서 제외한다.

a. 특정 농산물 수입물품 b. 관세 및 무역에 관한 일반 협정 양허표 XXI-Indonesia 의 독점 목록에 포함되는 수 입물품 c. 제 13 조제 1 항의 수입물품

(3) 제1항 및 제2항의 세부 규 정의 시행은 장관이 정한다.

제13조

(1) 다음 각 호에 대하여 제12 조제1항의 세율과 별도의 기준 으로 수입관세를 부과할 수 있 다.

a. 국제협정 또는 합의를 기초 로 한 수입세율이 적용되는 수입물품 b. 승객, 승무원, 국경통과자가 반입하는 수입물품 또는 우편 또는 탁송품 c. 인도네시아 수출물품을 차별 적으로 취급하는 국가에서 수 입되는 물품

(2) 제1항의 수입관세의 부과 절차 및 세율은 장관이 정한다.

제2관 품목 분류

제14조

(1) 수입세율을 정하기 위하여 품목 분류 체계에 따라 물품을 분류한다.

(2) 품목 분류에 관한 규정은 장관이 세부적으로 정한다.

제2절 과세가격

제15조

(1) 수입관세 산정을 위한 과세 가격은 해당 물품의 거래가격을 말한다.

(2) 제1항의 거래가격을 기초로 수입관세 산정을 위한 과세가격 을 결정할 수 없는 경우 수입관 세 산정을 위한 과세가격은 동종 물품의 거래가격을 기초로 결정 한다.

(3) 제2항의 거래가격을 기초로 수입관세 산정을 위한 과세가격 을 결정할 수 없는 경우 수입관 세 산정을 위한 과세가격은 유사 물품의 거래가격을 기초로 결정 한다.

(4) 제3항의 거래가격을 기초로 수입관세 산정을 위한 과세가격 을 결정할 수 없는 경우 수입관 세 산정을 위한 과세가격은 공제 방법을 기초로 결정한다.

(5) 제4항의 거래가격을 기초로 수입관세 산정을 위한 과세가격 을 결정할 수 없는 경우 수입관 세 산정을 위한 과세가격은 산정 방법을 기초로 결정한다.

(6) 제1항, 제2항, 제3항, 제4항 또는 제5항의 거래가격에 따라 수입관세 산정을 위한 과세가격 을 결정할 수 없는 경우 수입관 세의 산정을 위한 과세가격은 일 정한 제한에 따라 관세영역에서 사용하는 데이터를 기초로 제1 항, 제2항, 제3항, 제4항 또는 제5항에서 정한 규정과 원칙에 합리적이며 일관되게 결정한다.

(7) 수입관세 산정을 위한 과세 가격에 대한 규정은 장관이 세부 적으로 정한다.

제3절 세율 및 과세가액의 결정

제16조

(1) 관세소비세공무원은 수입물 품에 대하여 세관신고서를 제출 하기 전이나 세관신고일로부터 30일 이내에 세율을 결정할 수 있다.

(2) 관세소비세공무원은 수입물 품에 대하여 세관신고일로부터 30일 이내에 수입관세 산정을 위한 과세가격을 결정할 수 있 다.

(3) 제1항 그리고/또는 제2항의 결정으로 수입관세 납부금액에 손실이 발생하여 제93조제1항에 따른 이의를 제기한 경우를 제외 하고 수입자는 결정에 따른 부족 한 수입관세를 납부하여야 한다.

(4) 수입자가 수입관세 산정을 위한 과세가격을 부정으로 신고 하여 수입관세를 과소 납부한 경 우 과소 납부한 수입관세의 최소 100% 이상 최고 500% 이하를 과태료로 하는 행정벌에 처한다.

(5) 제1항 그리고/또는 제2항의 결정으로 수입관세가 초과 납부 된 경우 초과 납부된 수입관세는 반환된다.

(6) 세율 및 과세가격의 결정에 관한 규정은 장관이 세부적으 로 정한다.

제17조

(1) 총국장은 세관신고일로부터 2년 이내에 수입관세 산정을 위 한 세율 및 과세가격을 재결정할 수 있다.

(2) 제1항의 결정이 제16조의 결정과 다른 경우 총국장은 다음 각 호에 대하여 서면으로 수입자 에게 통지한다.

a. 과소 납부된 수입관세 납부 b. 초과 납부된 수입관세 반환

(3) 제2항의 과소 납부된 수입 관세와 초과 납부된 수입관세는 재결정에 따라 납부한다.

제4장 덤핑방지관세 및 상계관세

제1절 덤핑방지관세

제18조

다음 각 호의 수입물품에 대하여 덤핑방지관세가 부과된다. a. 해당 물품의 수출가격이 정 상 가격보다 낮은 경우 b. 수입물품이 다음 각 목에 해당하는 경우 1. 해당 물품과 동종 물품을 생산하는 국내 산업에 손실 초래 2. 해당 물품과 동종의 물품 을 생산하는 국내 산업에 손실 위협 3. 국내 동종 업계의 발전 저 해

제19조

(1) 덤핑방지관세는 제18조의 수입물품에 대하여 해당 물품의 정상가격과 수출가격 차액의 최 고액을 부과한다.

(2) 제1항의 덤핑방지관세는 제 12조제1항에 따라 징수하는 수 입관세에 가산된다.

제20조

덤핑방지관세 부과 요건 및 절차 와 그 처리에 관한 규정은 정부 령으로 세부적으로 정한다.

제2절 상계관세

제21조

다음 각 호의 수입물품에 대하여 상계관세가 부과된다. a. 해당 물품에 대하여 수출국 에서 보조금이 지급된 것으로 판명된 경우 b. 수입물품이 다음 각 목에 해당하는 경우 1. 해당 물품과 동종 물품을 생산하는 국내 산업에 손실 초래 2. 해당 물품과 동종 물품을 생산하는 국내 산업에 손실 위협 3. 국내 동종 업계의 발전 저 해

제22조

(1) 제21조의 수입물품에 대한 상계관세는 보조금과 다음 각 호 의 차액의 최고액을 부과한다.

a. 보조금을 받기 위한 신청금, 보증금 또는 기타 징수금 b. 해당 수출물품에 대한 보조 금을 대체하기 위하여 수출 시 부과한 징수금

(2) 제1항의 상계관세는 제12조 제1항에 따라 징수하는 수입관 세에 가산된다.

제23조

상계관세 부과 요건 및 절차와 그 처리에 관한 규정은 정부령으 로 세부적으로 정한다.

제5장 수입관세의 미징수, 면제, 감면 및 환급

제1절 수입관세 미징수

제24조

관세영역 외부로 환송 또는 환적 하기 위하여 관세영역으로 반입 되는 물품에는 수입관세를 징수 하지 아니한다.

제2절 수입관세의 면제 및 감면

제25조

(1) 다음 각 호의 수입에 대하 여 수입관세가 면제된다.

a. 상호주의원칙에 따라 인도네 시아에서 근무하는 외국 대표 부 및 그 직원의 물품 b. 인도네시아에서 근무하는 국제기구 및 그 직원이 필요 로 하는 물품 c. 수출 목적으로 다른 물품에 가공, 조립 또는 설치되는 물 품 및 재료 d. 학문 서적 e. 공적 예배, 자선, 사회 또는 문화적 목적의 기부 물품 f. 공공에 개방되는 박물관, 동 물원 및 기타 이와 유사한 장 소에서 필요로 하는 물품 g. 연구 개발 목적에 필요한 물품 h. 시각장애인 및 기타 장애인 을 위하여 필요한 물품 i. 국가 방위 및 안보 목적의 예비 부품을 포함한 무기, 탄약 및 군사 장비 j. 국가 방위 및 안보 목적의 물품을 생산하기 위하여 사용 되는 물품 및 재료 k. 거래되지 아니하는 견본 물 품 l. 시신 또는 유골이 담긴 관 또는 기타 포장재 m. 이삿짐 n. 승객, 승무원, 국경 통과자 의 개인 물품 및 과세가격 그 리고/또는 일정 금액까지의 탁송품

(2) 제1항의 사용 목적에 따라 면제되는 수입물품에 대한 변경 은 장관이 정한다.

(3) 제1항의 면제에 관한 규정 은 장관이 세부적으로 정한다.

(4) 누구든지 이 법에 따라 정 하는 수입관세 면제에 관한 규정 을 준수하지 아니하여 국가 수입 에 손해를 입힌 경우 납부하여야 하는 수입관세의 100%를 과태 료로 하는 행정벌에 처한다.

제26조

(1) 다음 각 호의 수입물품에 대하여 수입관세를 면제 또는 감 면할 수 있다.

a. 산업 발전 및 개발용 기계 b. 일정 기간 동안 산업 발전 및 개발을 위한 물품 및 자재 c. 환경 오염 방지를 위하여 사 용되는 장비 및 원료 d. 농업, 축산업 또는 어업 산 업 발전과 개발을 위한 종자 및 씨 e. 허가를 받은 포획 도구로 획득한 수산물 f. 수선, 작업 및 시험 목적으 로 수출된 물품 g. 수출된 후 동일한 품질로 재수입된 물품 h. 관세영역으로 운반된 시점 과 사용을 위하여 수입이 승 인된 시점 사이에 자연적으로 손상, 품질 저하, 부피 또는 중량이 감소한 물품 i. 인체 치료용 물질, 혈액 분 류 및 조직 배양 시료 j. 공익을 목적으로 하는 중앙 정부 또는 지방정부의 물품 k. 임시 수입 목적의 물품

(2) 제1항의 사용 목적에 따라 면세 또는 감면되는 수입물품에 대한 변경은 장관이 정한다.

(3) 제1항의 면세 또는 감면에 대한 규정은 장관이 세부적으로 정한다.

(4) 누구든지 이 법에 따라 정 하는 수입관세 면제 또는 감면에 관한 규정을 준수하지 아니하여 국가 수입에 손해를 입힌 경우 납부하여야 하는 수입관세의 100%를 과태료로 하는 행정벌 에 처한다.

제3절 수입관세의 환급

제27조

(1) 다음 각 호에 대하여 납부 된 수입관세의 전부 또는 일부를 환급할 수 있다.

a. 제 16 조제 5 항, 제 17 조제 3 항의 수입관세의 초과 납부 분 또는 행정상 착오분 b. 제 25 조 및 제 26 조의 수입 물품 c. 관세소비세공무원의 감독에 따라 특정 이유로 재수출되거 나 폐기되어야 하는 수입물품 d. 사용 목적의 수입승인을 받 기 전에 수입한 물품의 수량 이 실제 수입관세를 납부한 것보다 적거나 결함이 있거나 주문한 제품이 아니거나 품질 이 낮은 것으로 판명되는 수 입물품 e. 제 99 조의 항소기관의 결정 으로 인한 수입관세 초과 납 부분

(2) 제1항의 수입관세의 환급에 관한 규정은 장관이 세부적으로 정한다.

제6장 수입관세에 대한 세관신고 및 의무

제1절 세관신고

제28조

다음 각 호의 규정 및 절차는 장 관이 정한다. a. 세관신고서 및 세관기록의 형태, 내용 및 유효성 b. 세관신고서의 제출 및 등록 c. 세관신고서 및 세관기록의 조사, 변경, 추가 및 폐기 d. 세관신고서 및 세관기록의 배포 및 관리 e. 세관 보완 서류의 이용

제2절 세관신고서 관리

제29조 (1) 이 법에서 의

(1) 이 법에서 의무로 규정하는 세관신고서의 관리는 운송업자, 수입자 또는 수출자가 실시한다.

(2) 제1항의 세관신고서 관리를 직접 하지 아니하는 경우 수입자 또는 수출자는 관세사에게 이를 위임한다.

(3) 세관신고서 관리에 관한 규 정은 장관이 세부적으로 정한다.

제3절 수입관세에 대한 의무

제30조

(1) 수입자는 수입에 대한 세관 신고일로부터 수입관세에 대하여 책임을 진다.

(2) 제1항의 납부하여야 하는 수입관세는 수입에 대한 세관신 고일 및 제15조의 과세가격을 기초로 결정한다.

제31조

제29조제2항의 위임을 받은 관 세사는 수입자를 찾을 수 없는 경우 납부하여야 하는 수입관세 에 대하여 책임을 진다

제32조

(1) 하선장소 운영자는 하선장 소에 보관된 물품에 대하여 부과 되는 수입관세에 대하여 책임을 진다.

(2) 하선장소 운영자는 하선장 소에 보관된 물품이 다음 각 호 와 같은 경우 제1항의 책임이 면제된다.

a. 고의 없이 분실 b. 재수출, 사용을 위하여 수입 또는 임시수입 c. 다른 하선장소, 보세창고 또 는 세관장치장으로 이동

(3) 제1항의 납부하여야 하는 물품에 대한 수입관세의 산정을 해당 물품의 세율 및 과세가격을 기초로 할 수 없는 경우 해당 물 품이 관세소비세공무원에게 보관될 당시 세관신고서에 명시된 품 목에 대한 최고 세율을 기초로 한다

제33조

(1) 보세창고 운영자는 보세창 고에 보관된 물품에 대하여 부과 되는 수입관세에 대하여 책임을 진다.

(2) 보세창고 운영자는 보세창 고에 보관된 물품이 다음 각 호 와 같은 경우 제1항의 책임이 면제된다.

a. 고의 없이 분실 b. 재수출, 사용을 위하여 수입 또는 임시수입 c. 하선장소, 다른 보세창고 또 는 세관장치장으로 이동

(3) 제1항의 납부하여야 하는 물품에 대한 수입관세의 산정은 입고 당시에 적용되는 세율 및 보세창고에 보관될 당시의 물품 의 과세가격을 기초로 한다.

제34조

(1) 제25조 및 제26조의 규정을 더 이상 준수하지 아니하는 경우 수입물품에 대하여 부과되는 수 입관세는 다음 각 호의 자의 책 임이 된다.

a. 면세 또는 감면을 받는 자 b. 제 a 호의 자가 발견되지 아 니하는 경우 관련 물품을 관 리하는 자

(2) 제a호의 수입관세의 산정은 수입에 대한 세관신고일에 적용 되는 세율 및 과세가격을 기초로 한다.

제35조

운송수단의 도착지 또는 지정된 국경지역에서 수입물품을 관리하 는 자는 해당 물품에 대하여 부 과되는 수입관세에 대하여 책임 을 진다.

제7장 수입관세의 납부, 청구 및 담보

제1절 수입관세의 납부

제36조

(1) 이 법에 따라 국가에 납부 하여야 하는 수입관세, 행정벌금 및 이자는 국고 또는 장관이 정 하는 기타 납부장소에 납부한다.

(2) 제1항의 수입관세, 행정벌금 및 이자는 전액 루피아로 반올림 한다.

(3) 제1항의 수입관세, 행정벌금 및 이자의 납부, 수령 및 입금에 관한 규정 및 절차와 제1항의 반올림은 장관이 세부적으로 정 한다.

제37조

(1) 납부하여야 하는 수입관세 및 행정벌금은 이 법에 따라 납 부 의무가 발생한 때로부터 30 일 이내에 납부하여야 한다.

(2) 경우에 따라 제1항의 수입 관세 및 행정벌금의 납부 의무는 유예될 수 있다.

(3) 제2항의 채무 상환 유예에 관한 규정은 장관이 세부적으로 정한다.

제2절 채무 징수

제38조

(1) 이 법에 따른 국가에 대한 채무 또는 청구금이 미납되거나 일부 미납되는 경우 납부 의무 시작일부터 납부일까지 매월 2%, 최장 24개월 동안 이자가 부과되며, 월의 일부는 1개월로 계산된다.

(2) 이 법에 따라 국가에 대한 채무 또는 청구금의 계산은 전액 루피아로 반올림한다.

제39조

(1) 국가는 채무자가 소유한 물 품에 대한 관세를 징수할 수 있는 우선권이 있다.

(2) 제1항의 우선권에 관한 규 정에는 수입관세, 행정벌금, 이 자 및 징수 비용을 포함한다.

(3) 관세 청구에 대한 우선권은 다음 각 호를 제외하고 다른 모 든 우선권보다 우선한다.

a. 동산 그리고/또는 부동산 경 매 집행으로 인한 소송비용 b. 물품의 안전을 위하여 지출 하는 비용 c. 경매 및 상속 합의로 인하여 발생하는 소송비용

(4) 해당 우선권은 징수 통지서 발급일로부터 2년이 경과하면 상실되나, 해당 기간에 납부 유예가 부여되는 경우에는 예 외로 한다.

(5) 납부 유예가 있는 경우 제4 항의 2년의 기간은 납부 유예를 받은 날로부터 기산한다.

제40조

(1) 이 법에 따른 채무에 대한 청구권은 납부 의무가 발생한 때 부터 10년 후에 만료한다.

(2) 제1항의 만료 기간은 다음 각 호의 경우에는 계산되지 아니 한다.

a. 채무자가 인도네시아에 거주 하고 있지 아니하는 경우 b. 채무자가 제 37 조제 2 항의 유예를 취득한 경우 c. 채무자가 이 법을 위반한 경 우

제41조

채무 징수 및 회수 불능 채무에 대한 상각은 현행 법령규정에 따 른다.

제3절 담보

제42조

(1) 이 법에 따라 요구되는 담 보는 다음 각 호와 같이 사용될 수 있다.

a. 1 회 b. 지속적으로

(2) 제1항의 담보는 다음 각 호 의 형태로 할 수 있다.

a. 현금 b. 은행 담보 c. 보험회사 담보 d. 기타 담보

(3) 담보에 관한 규정은 장관이 세부적으로 정한다.

제5장 세관 통제 하의 장치장

제1절 하선장소

제43조

(1) 각 관세구역에는 하선장소 운영자가 관리하는 하선장소가 설치된다.

(2) 하선장소에서 물품을 장치 하는 경우 물품 장치 기간은 장 치한 날로부터 최대 30일이다.

(3) 해당 장소에 있는 물품에 대하여 책임질 수 없는 하선장소 운영자에게는 납부하여야 할 수 입관세의 25%를 과태료로 하는 행정벌에 처한다.

(4) 하선장소의 지정, 사용 방법 및 장치 기간의 변경에 관한 규 정은 장관이 세부적으로 정한다.

제2절 보세창고

제44조

제44조 (1) 특정 요건에 따라 어떠한 구역, 장소 또는 건물은 다음 각 호의 목적의 보세창고로 지정할 수 있다.

a. 사용, 재수출 또는 재수입의 목적으로 물품 장치 b. 사용을 위하여 수출입 전에 물품 장치 그리고/또는 관리 c. 수입물품 장치 및 전시 d. 특정인을 위하여 수입물품 장치, 조달 및 판매

(2) 제1항의 요건과 보세창고의 설립, 관리 및 운영에 관하여는 정부령으로 세부적으로 정한다.

제45조

(1) 관세소비세공무원의 요청에 따라 다음 각 호의 목적으로 보 세창고에서 물품을 반출할 수 있 다.

a. 사용 목적의 수입 b. 가공 c. 가공 전 또는 후의 수출 d. 보세창고 또는 하선장소로 운송

(2) 사용 목적으로 수입한 보세 창고의 물품은 사용 목적으로 수 입될 당시 적용되는 세율과 물품 이 보세창고로 반입되는 당시의 과세가격을 기초로 수입관세가 징수된다.

(3) 누구든지 관세소비세공무원 의 승인을 받기 전에 보세창고에 서 물품을 반출하는 자는 5백만 루피아의 과태료 형태의 행정벌 에 처한다.

(4) 해당 장소에 있어야 하는 물품에 대하여 책임질 수 없는 보세창고 운영자는 납부하여야 하는 수입관세의 100%를 과태 료로 하는 행정벌에 처한다.

제46조

(1) 보세창고 관리자가 다음 각 호에 해당하는 경우 보세창고 허 가를 정지할 수 있다.

a. 보세창고와 관련하여 관재인 의 감독하에 있는 경우 b. 보세창고 관리에 있어 능력 이 없음을 보여주는 경우

(2) 제1항의 허가 정지는 보세 창고 운영자가 다음 각 호에 해 당하는 경우 취소로 변경될 수 있다.

a. 지정된 기간 내에 채무 미변 제 b. 해당 보세창고 운영을 더 이상 할 수 있는 능력이 없는 경우

(3) 제1항의 허가는 보세창고 관리자가 다음 각 호에 해당하는 경우 다시 복구할 수 있다.

a. 채무 변제 완료 b. 해당 보세창고 관리 능력을 회복한 경우

(4) 보세창고 허가는 다음 각호 의 경우 취소된다.

a. 보세창고 운영자가 1 년 동 안 계속하여 활동하지 아니하 는 경우 b. 보세창고 운영자가 파산한 경우 c. 보세창고 운영자가 업무상 부정을 행한 경우 d. 당사자의 요청이 있는 경우

(5) 보세창고 허가의 정지, 복구 및 취소에 관한 규정은 정부령으 로 세부적으로 정한다.

제47조

보세창고의 허가가 제46조에 따 라 취소된 경우 허가 취소일로부 터 30일 이내에 운영자는 다음 각 호를 행하여야 한다. a. 미납된 수입관세 납부 b. 보세창고에 남아 있는 물품 재수출 c. 보세창고에 남아 있는 물품 을 다른 보세창고로 이동

제3절 세관장치장

제48조

(1) 각 세관은 관세소비세총국 장이 관리하는 세관장치장을 설 치한다.

(2) 제1항의 세관장치장의 기능 을 하는 기타 장소의 지정은 장 관이 정한다.

제9장 기장(記帳)

제49조

수출입자, 하선장소 운영자, 보 세창고 운영자, 관세사 또는 운 송 운영자는 회계장부를 관리하 고 수출입과 관련된 기록 및 서 류를 보관하여야 한다.

제50조

(1) 관세소비세공무원의 요청에 따라 제49조에 해당하는 자는 조사 목적으로 수출입과 관련된 장부, 기록 및 서류를 제출할 의 무가 있다.

(2) 제1항의 자가 해당 장소에 대하여 권리가 없는 경우 조사를 위하여 수출입과 관련된 장부, 기록 및 서류를 제공할 의무는 대리인에게 이관된다.

제51조

제49조의 장부 및 기록은 라틴 문자, 아라비아 숫자, 루피아 통 화 및 인도네시아어 또는 장관이 정하는 외화 및 외국어로 작성하 여야 하며, 모든 장부와 기록은 인도네시아에 있는 사업장에서 10년 동안 보관할 의무가 있다.

제52조

누구든지 제49조 및 제51조의 규정을 준수하지 아니하였으나 국가 재정에는 손실을 초래하지 아니한 자는 5백만 루피아의 과 태료 형태의 행정벌에 처한다.

제10장 지식재산권 침해 물품의 수출입 금 지 및 수출입 제한

제1절 수출입 금지 및 제한

제53조

(1) 금지 및 제한 규정의 이행 을 감독하기 위하여 특정 물품의 수출입 금지 그리고/또는 제한 규정을 제정하는 기관은 장관에 게 통지할 의무가 있다.

(2) 제1항의 금지 그리고/또는 제한 규정 감독 이행에 관한 규정은 장관이 세부적으로 정한다

(3) 수출입 요건을 준수하지 아 니한 금지 또는 제한된 모든 물 품에 대하여 수출입자의 요청에 따라 세관에 신고된 경우 다음과 같이 처리할 수 있다.

a. 수출 취소 b. 재수출 c. 관세소비세공무원의 감독하 에 폐기

(4) 수출입이 금지된 물품이 신 고되지 아니하거나 허위로 신고 된 경우 현행 법령규정에 따라 달리 규정되지 아니하는 한 제 68조에 따라 국가 관리 물품이 된다.

제2절

지식재산권 침해 물품의 수출입 제 한

제54조

상표 또는 저작권자 또는 보유자의 요청에 따라 지방 법원장은 충분한 증거가 있고 인도네시아 에서 보호하는 상표 및 저작권을 위반한 것이라고 의심할 수 있는 경우 관세소비세공무원에게 서면 명령을 발부하여 관세구역에서 수출입 물품의 반출을 일시적으 로 중단하게 할 수 있다.

제55조

제54조의 요청은 다음 각 호와 함께 제출된다. a. 관련 상표 또는 저작권 침해 에 관한 충분한 증거 b. 관련 상표 또는 저작권 소 유 증빙 c. 관세소비세공무원이 신속하 게 인식할 수 있도록 반출 중 지가 요청된 수출입물품에 관 한 세부 사항 및 정확한 정보 d. 담보

제56조

제54조의 서면 명령에 따라 관 세소비세공무원은, a. 서면으로 수출입자 또는 수 출입물품의 반출 중지 명령이 있는 물품의 소유자에게 통지 한다. b. 지방법원장의 서면 명령을 받은 날부터 관세구역에서 관 련 수출입물품의 반출을 중지 한다.

제57조

(1) 제56조제b호의 물품 반출 중지는 최장 영업일 기준으로 실 시한다.

(2) 제1항의 기간은 일정한 사 정 및 요건에 따라 지방법원장의 서면 명령으로 1회에 한하여 최 대 10영업일 동안 연장할 수 있 다.

(3) 제2항의 수출입물품의 반출 중지 연장은 제55조제d호의 담 보의 연장을 동반한다.

제58조

(1) 중지 명령 요청을 하는 상 표 또는 저작권자 또는 보유자의 요청에 따라 지방법원장은 권리 소유자 또는 보유자에게 반출 중 지 요청이 있는 수출입물품의 조 사를 위한 허가를 부여한다.

(2) 제1항의 조사 허가 부여는 지방법원장이 소명을 청취하고 심의한 후, 반출 중지 요청이 있 는 수출입물품 소유자의 이익을 고려하여 실시한다.

제59조

(1) 제57조제1항의 10영업일의 기간 내에 관세소비세공무원이 반출 중지를 요청한 당사자에게 현행 법령규정에 따른 권리를 방 어하기 위하여 필요한 법적 조치 에 대한 통지를 받지 못하고 지 방법원장이 서면으로 중지 명령 을 연장하지 아니하는 경우 관세 소비세공무원은 관련 수출입물품 의 반출 중지 조치를 종료하고 이 법에 따른 관세 규정에 따라 해결할 의무가 있다.

(2) 제1항의 10영업일 내에 현 행 법령규정에 따라 권리를 방어 하기 위한 법적조치가 취하여진 경우 수출입물품의 반출 중지 요 청을 하는 당사자는 명령을 받아 수출입 물품의 중지를 실시하는 관세소비세공무원에게 즉시 보고 하여야 한다.

(3) 제2항의 법적조치를 이미 통보 받고, 지방법원장이 제57조 제2항의 중지 명령을 서면으로 연장하지 아니한 경우 관세소비 세공무원은 관련 있는 수출입물 품의 반출 중지 조치를 종료하고 이 법의 관세 규정에 따라 처리 하여야 한다.

제60조

특정 상황에서 수출입자 또는 수 출입물품의 소유자는 제55조제d 호와 동일한 담보를 제공하여 지 방법원장이 관세소비세공무원에 게 제54조의 중지를 종료하도록 할 것을 서면으로 명령하도록 요 청할 수 있다.

제61조

(1) 사건 조사 결과 해당 수출 입물품이 상표 또는 저작권 침해 에 해당하는지 여부가 입증되는 경우 수출입물품의 소유자는 해 당 수출입물품의 반출 중지 요청 권리의 소유자 또는 보유자에게 손해배상을 받을 권리가 있다.

(2) 제1항의 사안을 심리하고 판결하는 지방법원은 제55조제d 호의 담보를 변제하거나 납부하 여야 하는 금액에 상당하는 손해 배상액을 납부하도록 명령할 수 있다.

제62조

수출입물품의 반출 중지 조치는 관세소비세공무원이 해당 물품이 상표 또는 저작권 침해에 해당하 거나 기인한 물품이라는 충분한 증거가 있다고 판단하는 경우 직 권으로 처리할 수도 있다.

제63조

지식재산권의 침해가 의심되는 물품의 반출 중지 규정은 승객, 승무원, 국경통과자의 개인 물품 또는 상업적 목적이 아닌 우편 또는 탁송화물로 발송된 탁송품 에는 적용되지 아니한다.

제64조

(1) 이 법에 규정된 상표 및 저 작권 외의 지식재산권의 침해가 의심되는 수출입물품의 제한은 정부령으로 정한다.

(2) 제54조부터 제63조까지의 시행에 필요한 세부규정은 정부 령으로 정한다.

제11장 인도청구가 없는 물품, 국가 관리 물품 및 국고 귀속 물품

제1절 인도청구가 없는 물품

제65조

(1) 인도청구가 없는 물품이란 다음 각 호를 말한다.

a. 제 43 조제 2 항의 기간을 초 과하여 하선장소에 장치된 물 품 b. 제 47 조의 기간 내에 허가 가 취소되고 보세창고에서 반출되지 아니한 물품 c. 우편으로 발송된 다음 각 목 의 물품 1. 주소지의 자 또는 수신자 에게 거부되고 관세영역 외 부의 발송인에게 반송될 수 없는 물품 2. 관세영역 외부를 목적지로 하는 물품이 수신 주소로 전달이 거부되거나 전달될 수 없어 반송되고 우체국에 서 통지를 받은 날로부터 30일 이내에 발송인이 처 리하지 아니한 물품

(2) 제1항의 물품은 하선장소에 장치되며, 장관이 정한 창고의 임대료가 징수된다.

제66조

(1) 이 조 제3항 외의 인도청구 가 없는 물품으로 신고된 물품에 대하여 관세소비세공무원은 해당 물품이 하선장소에 장치된 날로 부터 60일 이내에 처리되지 아 니하면 경매에 부쳐질 것이라는 사실을 소유자에게 즉시 서면으로 통지한다.

(2) 제1항의 물품이 경매되지 아니하는 경우 소유자는 다음 각 호를 할 수 있다.

a. 미납된 수입관세 및 기타 비 용 납부 후 사용을 위하여 수 입 b. 미납된 비용 납부 후 재수 출 c. 미납된 비용 납부 후 수출 취소 d. 미납된 비용 납부 후 수출 e. 미납된 비용 납부 후 하선 장소로 반출

(3) 제65조제1항의 물품은 다음 각 호와 같이 처리한다.

a. 부패한 경우 즉시 폐기. b. 내구성이 없고, 손상되고, 위험하거나 관리에 큰 비용이 드는 경우 소유자에게 서면으 로 통지하고 즉시 경매 처리 c. 금지된 물품은 제 73 조의 규정에 따라 국고 귀속 d. 제한 물품인 경우 세관장치 장에 장치된 날로부터 60 일 이내에 소유자가 처리

제67조

(1) 제60조제1항 및 제3항제b호 의 경매는 공개 경매를 통한다.

(2) 제1항의 경매액에서 미납된 수입관세와 비용을 공제한 잔액 을 소유자에게 지급한다.

(3) 관세소비세공무원은 제2항 의 경매 잔액을 서면으로 소유자 에게 통지하여야 한다.

(4) 소유자가 제3항의 통지서를 받은 날부터 90일 이내에 경매 잔액을 수령하지 아니하면 국고 로 귀속된다.

(5) 제1항의 경매 대상 물품의 최저 가격은 장관이 정하며, 소 정의 가격에 도달하지 못한 경우 물품은 폐기되거나 장관의 동의 를 얻어 다른 용도로 사용할 수 있다.

제2절 국가 관리 물품

제68조

(1) 국가 관리 물품은 다음 각 호와 같다.

a. 제 53 조제 4 항에 따른 금지 또는 제한되는 물품 b. 제 77 조제 1 항의 관세소비 세공무원이 금지하는 물품 그 리고/또는 운송수단 c. 소유자를 알 수 없는 관세구 역에 방치된 물품 그리고/또 는 운송수단

(2) 제1항제a호 또는 제b호의 물품은 관세소비세공무원이 이유 를 포함하여 서면으로 소유자에 게 통지하고, 제1항제c호의 물품 은 세관장치장에 장치된 날로부 터 30일 동안 공고한다.

(3) 제1항의 물품은 세관장치장 에 장치된다.

제69조

제68조제1항의 물품은 다음 각 호와 같이 처리한다. a. 부패한 경우 즉시 폐기 b. 내구성이 없고, 손상되고, 위험하거나 관리에 큰 비용이 드는 경우 소유자에게 서면으 로 통지하고 즉시 경매 처리 c. 금지 또는 제한 물품은 제 73 조의 규정에 따라 국고 귀 속

제70조

제68조 제1항제b호의 물품 및 운 송수단은 다음 각 호의 경우 세 관장치장에 장치된 날로부터 30 일 이내에 소유자에게 반환된다. a. 미납된 수입관세를 납부하였 고, 금지 또는 제한 물품인 경우 수출입 금지 또는 제한과 관련하여 필요한 서류 또 는 증빙을 제출한 경우 b. 미납된 수입관세를 납부하 였고, 금지 또는 제한 물품인 경우 수출입 금지 또는 제한 과 관련하여 필요한 서류 또 는 증빙을 제출하였고, 해당 물품이 법원에서 증거로 필요 하지 아니하여 물품의 가액을 넘기지 아니하는 한도 내에서 장관이 정한 금액을 납부한 경우

제71조

(1) 제69조제b호의 경매는 공개 경매를 통한다.

(2) 제1항의 경매 대상 물품의 최저 가격은 장관이 정하며, 소 정의 가격에 도달하지 못한 경우 물품은 폐기되거나 장관의 동의 를 얻어 다른 용도로 사용할 수 있다.

(3) 제1항의 경매대금은 제72조 제2항의 장관결정이나 법원 심 리에서 증거로 사용할 수 있도록 관련 물품의 대체물로 보관한다.

제72조

제72조

(1) 제68조의 물품 그리고/또는 운송수단의 소유자는 이의를 뒷 받침하는 이유와 증거를 첨부하 여 관세소비세공무원에게 통지를 받은 날로부터 30일 이내에 장 관에게 서면 이의를 신청할 수 있다.

(2) 제1항의 이의 신청을 수락 한 날로부터 90일 이내에 장관 은 다음 각 호의 결정을 내린다.

a. 이 법에 대한 위반이 없는 경우 국가가 관리하는 운송수 단 또는 제 69 조제 b 호 및 제 70 조제 b 호의 금액을 소 유자에게 즉시 반환할 것을 명령 b. 이 법의 위반이 발생한 경우 물품 그리고/또는 운송수 단 또는 제 69 조제 b 호의 금 액은 이 법에 따라 세부적으 로 처리

(3) 제2항에 따른 결정은 소유 자와 총국장에게 통지한다.

(4) 제2항의 기간 내에 장관이 결정을 내리지 아니하면 해당 신 청을 인용한 것으로 본다.

제3절 국고귀속 물품

제73조

(1) 국고에 귀속되는 물품은 다 음 각 호와 같다.

a. 제 66 조제 3 항제 c 호의 금 지 물품 b. 세관장치장에 장치된 날로 부터 60 일 이내에 소유자가 처리하지 아니하고 보관된 날 로부터 60 일 이내에 소유자 가 해결하지 아니한 제 66 조 제 3 항제 d 호의 제한 물품 c. 범인 미상의 범죄행위에 기인한 제 68 조제 1 항제 b 호의 물품 그리고/또는 운송수단 d. 제 68 조제 2 항의 기간 내에 처리되지 아니한 제 68 조제 1 항제 c 호의 물품 그리고/또는 운송수단 e. 제 69 조제 c 호의 물품 f. 제 109 조제 1 항 또는 제 2 항에 따라 국가가 몰수한다는 영구적인 법적 효력을 가진 판사의 판결에 따르는 물품 그리고/또는 운송수단

(2) 제1항의 물품은 국고로 귀 속되며 세관장치장에 장치된다.

(3) 국고귀속 물품의 사용에 관 한 규정은 장관이 정한다.

제12장 세관 권한

제1절 통칙

제74조

(1) 이 법 및 기타 시행 법령 규정에 따라 임무를 수행하는 데 있어 국가 권리 보호를 위하여 관세소비세총국장 및 관세소비세 공무원은 물품에 대하여 필요한 조치를 취할 수 있는 권한을 가 진다.

(2) 제1항의 권한을 행사하는 데 있어 관세소비세공무원은 정 부령에서 정한 종류와 사용 요건 에 따라 총기를 소지할 수 있다.

제75조

(1) 관세소비세공무원은 제7조 제1항에 따라 정하여진 경로를 통과하도록 운송수단을 감독하고 제90조에 따라 운송수단을 조사 하기 위하여 경비정 또는 기타 수단을 사용한다.

(2) 제1항의 관세소비세공무원 이 사용하는 경비정 또는 기타 수단에는 총기를 장착할 수 있으 며 그 수와 종류는 정부령으로 정한다.

제76조

(1) 이 법에 따른 임무를 수행 하는 데 있어 관세소비세공무원 은 군대 그리고/또는 기타 기관 에 지원을 요청할 수 있다.

(2) 제1항의 요청에 따라 군대 그리고/또는 기타 기관은 이를 이행할 의무가 있다.

제77조

(1) 이 법에 따른 관세 의무를 이행하기 위하여 관세소비세공무 원은 물품 그리고/또는 운송수단 을 제지할 수 있다.

(2) 제지 절차에 관한 규정은 정부령으로 세부적으로 정한다.

제2절 감독 및 봉인

제78조

관세 의무가 이행되지 아니한 수입물품 및 수출물품 또는 이 법 에 따라 감독을 받아야 하는 물 품이 운송수단 또는 하선장소 또 는 기타 장소에 장치되어 있는 경우 관세소비세공무원이 잠금, 봉인 그리고/또는 필요한 안전 표시를 부착할 수 있는 권한이 있다.

제79조

(1) 다른 국가 또는 기타 당사 자의 세관 기관이 사용하는 봉인 그리고/또는 안전 표시는 제78조 의 봉인 그리고/또는 안전표지로 대체될 수 있다.

(2) 제1항의 봉인 또는 안전 표 시 인정 요건은 장관이 정한다.

제80조

(1) 제78조의 관세소비세공무원 이 한 잠금, 봉인 그리고/또는 안전 표시가 있는 운송수단 또는 장소의 소유자 그리고/또는 점유 자는 모든 잠금장치 또는 안전 표시가 손상, 분리 또는 분실되 지 아니하도록 책임진다.

(2) 제78조 및 제79조의 설치된 잠금장치, 봉인 또는 안전 표시 는 관세소비세공무원의 허가 없 이 개봉, 분리 또는 훼손할 수 없다.

제81조

(1) 운송수단 또는 기타 장소에 세관 감독 아래에 물품이 장치된 경우 관세소비세공무원을 배치할 수 있다.

(2) 제1항의 운송수단 또는 기 타 장소에 숙박이 제공되지 아니 하는 경우 관련 운송업자 또는 운영자는 적절한 지원을 제공할 의무가 있다.

(3) 제2조의 적절한 지원을 하 지 아니하는 운송업자 또는 운영 자는 5백만 루피아의 과태료 형 태의 행정벌에 처한다.

제3절 검사

제1관 물품검사

제82조

(1) 관세소비세공무원은 세관신 고서가 제출된 후 수입물품 및 수출물품을 검사할 권한이 있다.

(2) 관세소비세공무원은 수입자, 수출자, 운송업자, 하선장소 운 영자, 보세창고 운영자 또는 대 리인에게 검사를 위하여 물품을 인계하고 운송수단 또는 그 일부 와 검사를 할 각각의 포장 또는 포장재를 개봉하도록 요청할 수 있다.

(3) 제2항의 요청이 이행되지 아니하는 경우 관세소비세공무원 은 관련 당사자의 위험과 비용으 로 필요한 조치를 취할 권한이 있다.

(4) 누구든지 제2항의 관세소비 세공무원의 요청을 이행하지 아 니하는 경우 5백만 루피아의 과 태료 형태의 행정벌에 처한다.

(5) 누구든지 수입에 대한 세관 신고서에 물품의 종류 그리고/또 는 수량을 잘못 신고하여 수입관 세를 과소 납부한 경우 과소 납부한 수입관세의 100% 이상 500% 이하를 과태료로 하는 행 정벌에 처한다.

(6) 누구든지 수출에 대한 세관 신고에 있어 물품의 종류 그리고 /또는 수량을 잘못 신고한 경우 1백만 루피아 이상 1천만 루피 아 이하를 과태료로 하는 행정벌 에 처한다.

제83조

수입물품 또는 수출물품이 포함 된 것으로 의심되는 우편물은 주 소지 수취인의 면전에서 개봉할 수 있으며, 주소지의 자를 찾을 수 없는 경우 우편물은 우체국 직원과 함께 관세소비세공무원이 개봉할 수 있다.

제84조

(1) 관세소비세공무원은 수입자 또는 수출자에게 수입 또는 수출 과 관련된 장부, 기록, 서류의 제출을 요청하고, 세관신고 검사 를 위하여 견본품을 취득할 권한이 있다.

(2) 견본품의 취득은 수입자의 요청에 따라서도 실시할 수 있 다.

(1) 관세소비세공무원은 요건을 충족한 세관신고서 및 세관신고 에 따른 물품검사 결과를 수령한 후 수입 또는 수출을 승인한다.

(2) 관세소비세공무원은 요건을 충족하지 아니한 세관신고서 상 의 수입 또는 수출의 승인을 보 류할 권한이 있다.

제2관 회계조사

제86조

(1) 관세소비세공무원은 관세 분야의 감사를 목적으로 장부, 기록, 서류 및 제49조의 자가 제 공하는 물품을 조사할 권한이 있 다.

(2) 제49조의 자가 제50조의 관 세소비세공무원의 수입 또는 수 출 관련 장부, 기록 및 서류 제 출 요청을 준수하지 아니하거나 물품 검사를 거부하는 경우 5백 만 루피아 이하의 과태료에 해당 하는 행정벌에 처한다.

제3관 회계조사

제87조

(1) 관세소비세공무원은 다음 각 호의 건물 및 기타 장소를 조 사할 권한이 있다.

a. 이 법에 따른 허가에 따라 운영되는 장소 b. 세관신고서에 따라 세관 통 제하에 있는 물품이 있는 장 소

(2) 관세소비세공무원은 제1항 의 건물 또는 장소와 관련하여 직간접적으로 건물 및 기타 장소 에 대한 조사를 실시할 권한이 있다.

제88조

(1) 이 법에 따른 관세 의무를 이행하기 위하여 관세소비세공무 원은 제87조에 규정된 비주거용 건물 또는 장소에 출입하여 조사 할 권한이 있으며 발견된 각 물 품을 조사할 수 있다.

(2) 제1항의 건물 또는 장소를 조사하는 동안 관세소비세공무원 의 요청에 따라 해당 건물 또는 장소의 소유자 또는 점유자는 해 당 장소에 있는 물품과 관련된 서류와 문서를 제시하여야 한다.

제89조

(1) 제87조제2항 또는 제88조제 1항의 건물 또는 기타 장소에 대한 조사는 총국장의 명령서에 의한다.

(2) 제1항의 명령서는 다음 각 호를 수행하는 데에는 필요하지 아니하다.

a. 관세소비세 총국장의 감독 아래에 있는 이 법에 따른 건 물 또는 장소의 검사 b. 건물 또는 기타 장소에 출 입하는 자 그리고/또는 물품 추적

(3) 제87조 및 제88조의 건물 또는 장소의 관리자는 해당 건물 또는 기타 장소가 주거용인 경우 를 제외하고 건물 또는 기타 장 소에 출입하는 관세소비세공무원 을 방해하여서는 아니 된다.

(4) 누구든지 관세소비세공무원 이 제87조 및 제88조의 규정을 이행할 수 없게 하는 경우 5백 만 루피아 이하의 과태료에 해당 하는 행정벌에 처한다.

제4관 운송수단 검사

제90조

(1) 이 법에 따른 관세 의무 이 행을 위하여 관세소비세공무원은 운송수단을 정지시키고 운송수단 과 적재 물품을 검사할 권한이 있다.

(2) 다른 법집행 기관이나 우체 국에 의하여 봉인된 운송수단은 제1항의 검사가 면제된다.

(3) 관세소비세공무원은 제7조 제1항의 세관신고를 기초로 해 당 하역 물품이 시행규정에 반하 는 경우 운송수단에서의 물품 하 역을 중지할 수 있는 권한이 있 다.

(4) 누구든지 제3항의 하역 중 지 명령을 이행하지 아니하는 경 우 5백만 루피아 이하의 과태료 에 해당하는 행정벌에 처한다.

제91조

(1) 관세소비세공무원의 요청 또는 지시에 따른 제90조제1항 의 검사에 필요한 경우 운송업자 는 운송수단을 정지시켜야 한다.

(2) 관세소비세공무원은 제1항 의 운송수단의 조사를 위하여 위 반자의 비용 부담으로 세관 또는 기타 적절한 장소로 이송할 권한이 있다.

(3) 관세소비세공무원의 요청에 따라 운송업자는 모든 운송 서류 및 이 법에 따라 요구되는 세관 신고서를 제시할 의무가 있다.

(4) 제1항, 제2항 그리고/또는 제3항의 관세소비세공무원의 요 청을 거부하는 운송업자는 5백 만 루피아 이하의 과태료에 해당 하는 행정벌에 처한다.

제5관 신체검사

제92조

(1) 이 법 또는 물품 수입 또는 수출 금지 및 제한에 관한 기타 법령규정에 따른 관세 의무를 이 행하기 위하여 관세소비세공무원 은 다음 각 호의 자의 신체를 검 사할 권한이 있다.

a. 세관영역에 진입하는 운송수 단에 탑승하였거나 바로 하차 한 자 b. 목적지가 세관영역 이외의 장소인 운송수단에 탑승하였 거나 탑승 준비 중인 자 c. 하선장소 또는 보세창고에 있거나 바로 해당 구역을 벗 어난 자 d. 세관구역에 있거나 방금 해 당 구역을 벗어난 자

(2) 제1항의 조사를 받는 자는 관세소비세공무원의 조사 장소 이동 지시 요청을 이행하여야 한 다.

제13장 이의, 항소 및 항소기관

제1절 이의 및 항소

제93조

(1) 수입관세 산정을 위한 세율 그리고/또는 과세가격에 관한 관 세소비세공무원의 결정에 이의가 있는 자는 결정일로부터 30일 이내에 납부하여야 하는 수입관 세액을 담보로 납부하고 서면으 로 총국장에 대하여서만 이의 신청을 할 수 있다.

(2) 총국장은 제1항의 이의를 접수한 날로부터 60일 이내에 결정하여야 한다.

(3) 총국장이 제1항의 이의를 기각하는 경우 담보는 현금화하 여 미납된 수입관세를 변제한 것 으로 보며, 이의가 인용되는 경 우에는 담보를 반환한다.

(4) 제2항의 60일 이내에 총국 장이 결정을 내리지 아니하는 경 우 해당 이의는 인용된 것으로 보고 담보를 반환한다.

(5) 제1항의 담보가 현금이고 제3항 및 제4항의 담보 반환이 60일 이후에 이루어지는 경우 정부는 24개월 동안 매월 2%의 이자를 지급하여야 한다.

제94조

(1) 행정제재를 받은 자는 통지 서를 받은 날로부터 30일 이내 에 과태료에 해당하는 금액을 담 보로 납부하고 서면으로 총국장 에 대하여서만 이의를 신청할 수 있다.

(2) 총국장은 제1항의 이의를 접수한 날로부터 60일 이내에 결정하여야 한다

(3) 총국장이 제1항의 이의를 기각하는 경우 담보를 현금화하 여 과태료를 납부한 것으로 보 며, 이의가 인용되는 경우 담보 를 반환한다.

(4) 제2항의 60일 이내에 총국 장이 결정을 내리지 아니하는 경 우 해당 이의는 인용된 것으로 보고 담보를 반환한다.

(5) 제1항의 담보가 현금이고 제3항 및 제4항의 담보 반환이 60일이 이후에 이루어지는 경우 정부는 24개월 동안 매월 2%의 이자를 지급하여야 한다

제95조

(1) 제17조제2항의 세율 및 과 세가격에 대한 총국장의 결정 또 는 제93조제2항 또는 제94조제2 항의 총국장의 결정에 이의가 있 는 자는 미납 관세를 납부한 후 결정일로부터 60일 이내에 조세 법원장에 대하여서만 항소를 신 청할 수 있다.

(2) 제1항의 조세법원은 「1994 년 제9호 법률로 개정된 세제 기본규정 및 과세 절차에 관한 법률 1983년 제6호」에 규정된 조세법원을 말한다.

제96조

(1) 제95조제2항의 조세법원이 설립되기 이전에는 항소기관에 항소를 신청하며, 해당 항소기관 의 결정은 행정결정에 해당하지 아니한다

(2) 제1항의 신청은 명확한 이 유를 인도네시아어로 서면 작성 하여 결정 또는 심판을 수령한 날로부터 60일 이내에 해당 결 정 또는 심판 사본을 첨부하여야 한다.

(3) 조세법원의 판결은 최종적 이며 확정적이다.

제2절 항소위원회

제97조

(1) 제96조제1항의 이의 신청을 심사하고 결정하기 위하여 관세 소비세심의회라는 명칭의 항소위 원회를 설립한다.

(2) 관세소비세심의회는 자카르타에 소재한다.

(3) 관세소비세심의회는 1인의 의장과 정부, 사업가 및 전문가 집단으로 구성된다.

제98조

(1) 관세소비세심의회 의장은 신청된 항소를 결정하기 위한 협 의회를 구성한다.

(2) 각 협의회는 제97조제3항의 구성을 고려하여 3인의 위원으 로 구성한다.

제99조

(1) 항소 신청 결정을 위한 협 의회 회의는 비공개로 한다.

(2) 협의회 결정은 협의를 통한 합의를 토대로 내린다

(3) 제2항의 합의에 도달하지 아니하는 경우 결정은 다수결에 기초한다.

(4) 협의회 결정은 결정일로부 터 늦어도 14일 이내에 항소인 과 총국장에게 통지한다.

제100조

심사 사안과 관련하여 사적 이해 관계가 있는 협의회 위원은 위원 직에서 회피하여야 한다.

제101조

관세소비세심의회의 조직 구성 및 업무절차와 행정, 수당, 지출 및 규칙에 관한 사항은 정부령으 로 정한다.

제14장 벌칙

제102조

이 법의 규정을 준수하지 아니하 고 물품을 수입 또는 수출하거나 수입 또는 수출을 시도하는 자는 밀수죄로 8년 이하의 징역 및 5 억 루피아 이하의 벌금에 처한 다.

제103조

누구든지 다음 각 호의 행위를 하는 경우 5년 이하의 징역 그리고/또는 2억 5천만 루피아 이 하의 벌금에 처한다. a. 관세 의무 이행을 하는 데 있어 허위 또는 위조된 세관 신고서 그리고/또는 통관 보 완 서류 제출 그리고/또는 구 두 또는 서면 정보 제공 b. 수입관세 그리고/또는 수입 절차에서 기타 국가 부과금 납부를 회피할 목적으로 관세 소비세공무원의 승인 없이 관 세구역 또는 임시보관소에서 수입물품 반출 c. 장부 또는 기록에 허위 정보 를 생성, 승인 또는 추가 d. 제 102 조의 범죄행위에 기 인한 수입물품을 비축, 보관, 소유, 구매, 판매, 교환, 취득 또는 제공

제104조

누구든지 다음 각 호의 행위를 하는 경우 2년 이하의 징역 그 리고/또는 1억 루피아 이하의 벌 금에 처한다. a. 제 102 조의 범죄 행위에 기 인한 물품 운송 b. 이 법에 따라 보관하여야 하는 장부 또는 기록을 훼손, 변경, 파쇄, 은닉 또는 폐기 c. 세관신고서, 문서, 통관 보 완 서류 또는 기록 누락, 승 인 또는 누락에 가담 d. 이 법에 따라 세관신고서 구비서류로 사용될 수 있는 국외 소재 회사의 공백 무역 송장을 보관 그리고/또는 제 공

제105조

누구든지 다음 각 호의 행위를 하는 경우 2년 이하의 징역 그 리고/또는 1억 5천만 루피아 이 하의 벌금에 처한다. a. 이 법에 따라 지정된 장소 이외의 장소에서 수입물품 하 역 b. 허가 없이 관세소비세 공무 원이 설치한 잠금장치, 봉인 또는 안전 표시를 개방, 분리 또는 훼손

제106조

제49조, 제50조 또는 제51조의 규정을 이행하지 아니하여 수입 자, 수출자, 하선장소 운영자, 보 세창고 운영자, 관세사 또는 운 송업자가 국가 재정에 손실을 야 기하는 경우 2년 이하의 징역 그리고/또는 1억 2천 5백만 루 피아 이하의 벌금에 처한다.

제107조

수입자 또는 수출자로부터 권한 을 위임받아 세관신고 업무를 이 행하는 관세사가 이 법에 따라 처벌받을 수 있는 행위를 하는 경우 동일한 형사상의 처벌을 받을 수 있다.

제108조

(1) 이 법에 따라 처벌할 수 있 는 범죄행위가 법인, 회사 또는 기업, 협회, 재단, 조합을 대신하 여 행하여진 경우 형사 고발 및 형사 처벌은 다음 각 호의 자에 게 부과된다.

a. 해당 법인, 회사 또는 기업, 협회, 재단 또는 조합 b. 해당 범죄를 행하도록 명령 을 한 자 또는 지도자로 행동 하거나 그 예방을 소홀히 한 자

(2) 법인, 회사 또는 기업, 협회, 재단 또는 조합의 업무상 관계 또는 기타 관계가 있는 자가 범 죄를 저지른 경우 이 법에 따른 범죄는 각 개인이 개별적 또는 공동으로 저질렀는지 여부와 관 계없이 법인, 회사 또는 기업, 협회, 재단 또는 조합을 대신하 여 행한 것이다.

(3) 법인, 회사 또는 기업, 협회, 재단 또는 조합에 대하여 이 법 에 따른 범죄로 처벌할 수 있는 형사고발이 있는 경우 해당 범죄 행위에 대하여 징역형과 벌금형 을 병과할 수 있어 징역형에 처 하더라도 벌금형을 면제하지 아 니하고 항상 3억 루피아 이하의 벌금에 해당하는 기본형을 부과 한다.

제109조

(1) 제102조, 제103조제b호 또 는 제d호, 제104조제a 호 또는 제105조제a호의 범죄행위로 인 한 수입 또는 수출물품은 국가가 몰수한다.

(2) 제102조의 범죄행위에 사용 되는 운송수단은 국가가 몰수할 수 있다.

(3) 제1항의 물품은 제73조에 규정에 따라 처리한다.

제110조

(1) 피고인이 벌금을 납부하지 아니하는 경우 피고인의 재산 그 리고/또는 소득에서 징수한다.

(2) 제1항의 변제를 이행할 수 없는 경우 벌금형은 6개월 이하 의 금고형으로 대체할 수 있다.

제111조

관세 분야의 범죄행위는 세관신 고서를 제출한 날 또는 범죄행위 가 발생한 날로부터 10년이 경 과하면 기소할 수 없다.

제15장 수사

제112조

(1) 관세소비세총국의 특정 공무원은 관세 분야의 범죄행위에 대한 수사를 실시할 수 있는 「형사소송에 관한 법률 1981년 제8호」의 수사관으로서의 특별 권한이 부여된다

(2) 제1항의 특별사법경찰관리 는 그 의무에 따라 다음 각 호의 권한이 있다.

a. 관세 분야의 범죄행위에 관 하여 보고 또는 정보 취득 b. 피의자 또는 증인 신문 및 수사를 위한 소환 c. 관세 분야의 범죄행위에 대 한 조사, 수색 및 증거 수집 d. 관세 분야의 범죄행위가 의 심되는 자에 대한 체포 및 구 금 e. 관세 분야의 범죄행위를 저 지른 것으로 의심되는 자에 대한 정보 및 증거 요청 f. 사람, 물건, 운송수단 또는 관세 분야의 범죄행위의 증거 가 될 수 있는 모든 것에 대 하여 시청각 매체를 통한 촬영 그리고/또는 기록 g. 이 법에 따른 의무 기록 및 장부 조사 및 관련 있는 기타 장부 조사 h. 지문 채취 i. 거주지, 의복 또는 신체 수 색 j. 관세 분야의 범죄행위가 의 심되는 경우 운송 장소 또는 운송수단에 대한 수색 및 해 당 물품 검사 k. 관세 분야의 범죄행위와 관 련하여 증거가 될 수 있는 물 품으로 강하게 의심되는 물건 압수 l. 관세 분야의 범죄행위와 관 련하여 증거가 될 수 있는 것 에 대한 안전 표시 및 확보 m. 관세 분야의 범죄행위 조사 와 관련하여 필요한 전문가 초빙 n. 관세 분야의 범죄행위가 의 심되는 자에 대한 행위 정지 명령 및 피의자 신원 조사 o. 수사 종료 p. 관계법에 따라 관세 분야의 범죄행위의 원활한 수사를 위 하여 필요한 기타 조치

(3) 제1항의 수사는 「형사소송 에 관한 법률 1981년 제8호」의 규정에 따라 검사에게 수사 개시 를 통지하고 수사 결과를 제출한 다.

제113조

(1) 국가 재정 목적을 위하여 장관의 요청으로 검찰총장은 관 세 분야의 범죄행위에 대한 조사 를 중지할 수 있다.

(2) 제1항의 관세 분야의 범죄 행위의 수사 종료는 연체 또는 미납 관세를 완납하고 연체 또는 미납 수입관세의 4배에 해당하 는 과태료를 가산한 후에 할 수 있다

제16장 기타규정

제114조

(1) 이 법에 따른 모든 위반은 수입 관세의 비율에 따라 산정된 과태료에 해당하는 행정벌에 처 하며, 해당 위반과 관련된 물품 에 대한 수입관세의 세율 또는 최종 세율이 0%인 경우 해당 위 반에 대하여 위반자는 5백만 루 피아 이하의 과태료에 해당하는 행정벌에 처한다.

(2) 이 법에 따른 행정벌 부과 에 관한 규정 및 행정벌의 금액 조정 및 이자 조정은 정부령으로 세부적으로 정한다.

제115조

다음 각 호의 요건 및 방법은 정 부령으로 정한다. a. 자유무역지역 그리고/또는 자유항구로 지정된 구역에서 수입되는 물품 b. 인도네시아 대륙붕 및 배타 적경제수역에 위치한 시설 및 장비에 대한 세관 신고

제17장 경과규정

제116조

이 법의 시행과 함께, a. 완료되지 아니한 모든 관세 업무는 처리를 위하여 1997 년 4 월 1 일까지 구 관세법 령 규정이 계속하여 적용된 다. b. 세관장치장에 보관된 모든 물품은 이 법 규정에 따라 처 리된다.

제18장 부칙

제117조

이 법의 시행으로 다음 각 호는 더이상 유효하지 아니하다. 1. 개정 및 증보된 「Indische Tarief Wet Staatsblad 1873 년 제 35 호」 2. 개정 및 증보된 「Rechten Ordonnantie Staatsblad 1882 년 제 240 호」 3. 개정 및 증보된 「Tarief Ordonnantie Staatsblad 1910 년 제 628 호」

제118조

이 법은 1996년 4월 1일부터 시 행된다.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1995 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1995 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd. MOERDIONO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 7 모든 사람이 알 수 있도록 인도 네시아 공화국 관보에 이 법의 제정을 게재할 것을 명한다. 1995년 12월 30일 자카르타에 서 승인함 인도네시아 공화국 대통령 서명 수하르토 1995년 12월 30일 자카르타에 서 제정함 인도네시아 공화국 국가사무처장관 서명 무르디오노 인도네시아 공화국 관보 1995년 제7호