로고

PERSYARATAN KEMUDAHAN BANGUNAN GEDUNG PENYEDIAAN FASILITAS DAN AKSESIBILITAS HUBUNGAN KE, DARI, DAN DI DALAM BANGUNAN GEDUNG A. Hubungan Horizontal Antarruang/Antarbangunan Setiap Bangunan Gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedungnya harus memenuhi persyaratan kemudahan hubungan horizontal antarruang/antarbangunan untuk menunjang terselenggaranya fungsi Bangunan Gedung. Sarana hubungan horizontal antarruang/antarbangunan meliputi: 1) pintu; 2) selasar; 3) koridor; 4) jalur pedestrian; 5) jalur pemandu; dan/atau 6) jembatan penghubung antarruang/antarbangunan. Persyaratan teknis, gambar, dan ukuran sarana hubungan horizontal antarruang/antarbangunan adalah sebagai berikut: 1. Pintu a. Persyaratan Teknis 1) Pintu masuk/keluar utama Bangunan Gedung Umum memiliki lebar efektif bukaan paling sedikit 90 cm, dan pintu lainnya memiliki lebar efektif bukaan paling sedikit 80 cm. 2) Pintu ayun (swing door) 1 arah harus dirancang dan dipasang sehingga mampu membuka sepenuhnya 90 o secara mudah dengan beban tekan/tarik daun pintu paling berat 5 kg. 3) Pintu ayun (swing door) 1 arah pada ruangan yang dipergunakan oleh pengguna dan pengunjung Bangunan Gedung dalam jumlah besar, harus dapat membuka ke arah luar ruangan untuk kemudahan evakuasi Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung pada saat terjadi kebakaran atau keadaan darurat lainnya. 4) Pintu ayun (swing door) 1 arah terutama pada area publik harus dapat memberikan visibilitas yang jelas terhadap objek di balik pintu atau orang yang mendekat ke arah pintu diantaranya dengan pemasangan kaca. 5) Kaca pada pintu ayun (swing door) 1 arah harus dipasang tidak lebih dari ketinggian 75 cm dari permukaan lantai. 6) Ruang bebas di depan pintu ayun (swing door) 1 arah yang membuka keluar pada luar ruangan paling sedikit berukuran 170 cm x 170 cm. 7) Ruang bebas di depan pintu ayun (swing door) 1 arah pada dalam ruangan paling sedikit berukuran 152,5 cm x 152,5 cm. 8) Ruang bebas di depan pintu geser (sliding door) paling sedikit berukuran 152,5 cm x 152,5 cm. 9) Perabot tidak boleh diletakkan pada ruang bebas di depan pintu ayun. 10) Perletakan perabot harus diberi jarak paling sedikit 75 cm dari bukaan daun pintu. 11) Pintu harus bebas dari segala macam hambatan yang menghalangi pintu untuk terbuka atau tertutup sepenuhnya di depan atau di belakang daun pintu. 12) Jika terdapat pintu yang berdekatan atau berhadapan dengan tangga, maka antara ujung daun pintu dan anak tangga perlu diberi jarak paling sedikit 80 cm atau mengubah bukaan daun pintu tidak mengarah ke anak tangga. 13) Jika terdapat beberapa pintu yang berdekatan (posisi siku) maka harus diberi jarak dan/atau tidak boleh membuka ke arah ruang yang sama. 14) Pintu ayun (swing door) 2 arah memiliki persyaratan yang sama dengan pintu ayun (swing door) 1 arah. 15) Beberapa pintu yang tidak direkomendasikan untuk digunakan pada Bangunan Gedung Umum karena sulit digunakan oleh penyandang disabilitas termasuk anak-anak dan lanjut usia yaitu: a) pintu geser manual; b) pintu yang berat dan sulit untuk dibuka/ditutup; c) pintu dengan 2 daun pintu yang berukuran kecil; d) pintu yang terbuka ke 2 arah ("dorong" dan "tarik"); dan e) pintu dengan bentuk pegangan yang sulit dioperasikan terutama bagi penyandang disabilitas daksa dan penyandang disabilitas netra. 16) Pintu geser dapat digunakan apabila dilengkapi sensor gerak/tombol buka tutup elektrik/tuas hidrolik dengan ketentuan: a) responsif terhadap bahaya kebakaran; dan b) mampu bergerak dari posisi tertutup ke posisi terbuka penuh dalam waktu paling lama 3 detik, dan dalam kondisi kehilangan tenaga listrik dapat dibuka secara manual dalam waktu paling lama 15 detik. 17) Kelengkapan pintu seperti pegangan pintu, kait dan kunci pintu harus dapat dioperasikan dengan satu kepalan tangan tertutup, dipasang paling tinggi 110 cm dari permukaan lantai. 18) Pegangan pintu harus tidak licin dan bukan berupa tuas putar. 19) Pegangan pintu disarankan menggunakan tipe dorong/tarik atau tipe tuas dengan ujung yang melengkung ke arah dalam. 20) Pintu kaca diberi tanda dengan warna kontras atau penanda lain yang dipasang setinggi mata untuk menjamin keamanan Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung terutama yang memiliki gangguan penglihatan. 21) Penggunaan pintu putar harus disertai dengan penyediaan pintu lain yang dapat diakses oleh pengguna kursi roda. 22) Kecepatan pintu putar baik berupa pintu putar manual maupun otomatis harus mudah dihentikan dengan sedikit tenaga atau dihentikan dengan tombol otomatis. 23) Pintu akses (turnstile) memiliki lebar efektif bukaan paling sedikit 60 cm dan mudah didorong oleh tubuh tanpa menggunakan tangan dan untuk penyandang disabilitas pintu harus memiliki lebar efektif bukaan paling sedikit 80 cm. 24) Penutup lantai pada area di sekitar pintu harus menggunakan material dengan tekstur permukaan yang tidak licin. 25) Alat-alat penutup pintu otomatis perlu dipasang agar pintu dapat menutup dengan sempurna untuk kemanan dan keselamatan Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung. b. Gambar Detail dan Ukuran Gambar 2.1. Lebar efektif pintu serta ruang bebas di dalam ruangan dan di luar ruangan/koridor/selasar JDIH Kementerian PUPR Gambar 2.3. Jenis pegangan pintu harus tidak berupa tuas putar dan tidak licin b. Pegangan pintu tipe dorong/tarik c. Pegangan pintu tipe tuas dengan ujung tuas melengkung ke dalam Gambar 2.4. Jenis pegangan pintu yang direkomendasikan Gambar 2.5. Contoh warna kontras atau penanda lain pada pintu kaca Gambar 2.6. Detail pintu akses (turnstile) Gambar 2.7. Lebar efektif pintu akses yang direkomendasikan bagi penyandang disabilitas Gambar 2.8. Contoh penerapan prinsip desain universal (universal design) pada pintu akses (turnstile) Gambar 2.9. Akses pintu yang dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) a a a a = paling sedikit 80 cm Gambar 2.10. Pintu yang berdekatan atau berhadapan dengan tangga perlu diberi jarak Gambar 2.11. Pintu yang berhadapan dengan tangga perlu mengubah bukaan daun pintu tidak mengarah ke anak tangga b a a = maks 75 cm b = 175 cm Gambar 2.12. Pintu ayun (swing door) harus dapat memberikan visibilitas yang jelas diantaranya dengan pemasangan kaca Gambar 2.13. Perabotan tidak boleh diletakkan pada jarak bebas ruang di depan pintu ayun Gambar 2.14. Perletakan perabot harus diberi jarak paling sedikit 75 cm dari bukaan daun pintu ≥ h h ≥ h Gambar 2.15. Pintu yang berdekatan (posisi siku) harus diberi jarak dan/atau tidak boleh membuka ke arah ruang yang sama 2. Selasar a. Persyaratan Teknis 1) Selasar harus memiliki lebar efektif yang cukup untuk dilewati oleh pengguna kursi roda atau 2 orang berpapasan paling sedikit 140 cm. 2) Selasar dilengkapi dengan penanda atau penunjuk arah yang informatif dan mudah terlihat terutama menuju pintu keluar dan pintu keluar darurat/eksit. 3) Selasar jalan keluar dapat berupa balkon terbuka di luar Bangunan Gedung yang terlindung dari hujan dan tempias. 4) Selasar dilengkapi dengan pencahayaan/iluminasi alami atau artifisial, sensor otomatis hemat energi, dan pencahayaan/iluminasi darurat yang otomatis berfungsi pada keadaan darurat. 5) Selasar yang digunakan sebagai jalur evakuasi harus bebas dari segala macam penghalang yang mengganggu pergerakan Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung. 6) Selasar tidak diperbolehkan menggunakan material penutup lantai yang licin. 7) Bangunan Gedung yang digunakan oleh penyandang disabilitas dan lansia seperti panti jompo/wreda/lansia, dan fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit, harus dilengkapi dengan pegangan rambat (railing) paling sedikit pada pada salah satu sisi selasar. 8) Selasar pada Bangunan Gedung dengan kriteria tertentu seperti rumah sakit dan bandara mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. 9) Selasar yang berfungsi sebagai jalur evakuasi mengikuti ketentuan peraturan-perundangan tentang kebakaran. b. Gambar detail dan ukuran Gambar 2.16. Contoh selasar tanpa dinding pembatas Gambar 2.17. Contoh selasar dengan 1 (satu) dinding pembatas 3. Koridor a. Persyaratan Teknis 1) Koridor harus memiliki lebar efektif yang cukup untuk dilewati oleh 1 orang pengguna kursi roda paling sedikit 92 cm. 2) Koridor harus memiliki lebar efektif yang cukup untuk dilewati oleh 2 orang pengguna kursi roda paling sedikit 184 cm. 3) Koridor harus memiliki lebar efektif yang cukup untuk sirkulasi 1 orang penyandang disabilitas dan 1 orang pejalan kaki paling sedikit 152 cm. 4) Koridor dengan railing harus memiliki lebar efektif yang cukup untuk dilewati oleh 1 orang pengguna kursi roda paling sedikit 112 cm. 5) Koridor dengan railing harus memiliki lebar efektif yang cukup untuk dilewati oleh 2 orang pengguna kursi roda yang berpapasan paling sedikit 204 cm. 6) Koridor dilengkapi dengan penanda atau penunjuk arah yang informatif dan mudah terlihat terutama menuju pintu keluar dan pintu keluar darurat/eksit. 7) Koridor jalan keluar dapat berupa balkon terbuka di luar Bangunan Gedung yang terlindung dari hujan dan tempias. 8) Koridor dilengkapi dengan pencahayaan/iluminasi alami atau artifisial, sensor otomatis hemat energi, dan pencahayaan/iluminasi darurat yang otomatis berfungsi pada keadaan darurat. 9) Koridor yang digunakan sebagai jalur evakuasi harus bebas dari segala macam penghalang yang mengganggu pergerakan Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung. 10) Koridor pada hunian, jalan buntu dan rute penyelamatan harus diberikan proteksi terhadap kebakaran dan pada selasar penyelamatan harus mampu mengantisipasi penyebaran asap pada tahap awal kebakaran. 11) Proteksi kebakaran pada koridor harus menerus dari titik masuk hingga keluar dan tidak terputus oleh ruang lainnya. 12) Koridor yang berfungsi sebagai akses eksit harus dirancang tanpa jalan buntu yang panjangnya lebih dari 6 m. 13) Jika diperlukan akses terpisah pada koridor maka diperlukan kompartemenisasi yang dirancang sesuai dengan kebutuhan. 14) Bangunan Gedung yang digunakan oleh penyandang disabilitas dan lansia seperti panti jompo/wreda/lansia, dan fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit, harus dilengkapi dengan pegangan rambat (railing) paling sedikit pada pada salah satu sisi koridor. 15) Koridor pada Bangunan Gedung dengan kriteria tertentu seperti rumah sakit dan bandara mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. 16) Koridor yang berfungsi sebagai jalur evakuasi mengikuti ketentuan peraturan-perundangan tentang kebakaran. b. Gambar Detail dan Ukuran Gambar 2.18. Lebar efektif koridor yang direkomendasikan untuk sirkulasi 1 (satu) orang penyandang disabilitas pengguna kursi roda Gambar 2.19. Lebar efektif koridor yang direkomendasikan untuk sirkulasi 2 (dua) orang penyandang disabilitas pengguna kursi roda Gambar 2.20. Lebar efektif koridor yang direkomendasikan untuk sirkulasi 1 (satu) orang penyandang disabilitas dan 1 (satu) orang pejalan kaki Gambar 2.21. Lebar efektif koridor dengan pegangan rambat (handrail) Gambar 2.22. Lebar efektif koridor tanpa pintu akses Gambar 2.23. Lebar efektif koridor dengan pintu akses 4. Jalur Pedestrian a. Persyaratan Teknis 1) Permukaan a) Permukaan jalur pedestrian harus stabil, kuat, tahan cuaca, dan tidak licin. b) Perlu dihindari penggunaan sambungan atau gundukan pada permukaan, apabila terpaksa ada, tingginya harus tidak lebih dari 1,25 cm. c) Apabila menggunakan karet maka bagian tepi harus dengan konstruksi yang permanen. 2) Ukuran - Lebar jalur pedestrian tidak kurang dari 150 cm untuk jalur 1 arah dan tidak kurang dari 160 cm untuk jalur 2 arah. - Lebar jalur pedestrian dapat berukuran 180 cm – 300 cm atau lebih untuk memenuhi kebutuhan terhadap intensitas pejalan kaki yang tinggi. 3) Kelandaian - Kelandaian sisi lebar jalur pedestrian paling besar 2 o - Kelandaian sisi panjang jalur pedestrian paling besar 5 o 4) Area istirahat Setiap jarak 900 cm, jalur pedestrian dapat dilengkapi dengan tempat duduk untuk beristirahat. 5) Pencahayaan berkisar antara 50-150 lux tergantung pada intensitas pemakaian, tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan. 6) Drainase Jalur pedestrian disediakan berikut drainase yang dibuat tegak lurus arah jalur dengan kedalaman paling tinggi 1,5 cm. 7) Tepi pengaman/kanstin (low curb) a) Jalur pedestrian perlu dilengkapi dengan tepi pengaman/kanstin (low curb) yang berfungsi sebagai penghentian roda kendaraan dan tongkat penyandang disabilitas netra agar terhindar dari area yang berbahaya. b) Tepi pengaman/kanstin (low curb) dibuat dengan ketinggian paling rendah 10 cm dan lebar 15 cm di sepanjang jalur pedestrian. 8) Jalur pedestrian perlu dilengkapi dengan pemandu/penanda antara lain: a) jalur pemandu bagi penyandang disabilitas netra; b) tempat sampah dan perabot jalan (street furniture) lainnya; c) penanda untuk akses pejalan kaki; d) sinyal suara yang dapat di dengar; e) pesan-pesan verbal; dan f) informasi lewat getaran. g) Ram pada jalur pedestrian diletakkan di setiap persimpangan, prasarana ruang pejalan kaki yang memasuki pintu keluar masuk bangunan atau kaveling. b. Gambar Detail dan Ukuran JDIH Kementerian PUPR Gambar 2.25. Sudut kemiringan maksimal ram pada jalur pedestrian Gambar 2.26. Dimensi ram pada jalur pedestrian Gambar 2.27. Contoh ukuran bangku istirahat Gambar 2.28. Contoh Penerapan Bangku Istirahat 5. Jalur Pemandu a. Persyaratan 1) Ubin pengarah (guiding block) bermotif garis berfungsi untuk menunjukkan arah perjalanan. 2) Ubin peringatan (warning block) bermotif bulat berfungsi untuk memberikan peringatan terhadap adanya perubahan situasi disekitarnya. 3) Ubin pengarah (guiding block) dan ubin peringatan (warning block) harus dipasang dengan benar sehingga dapat memberikan orientasi yang jelas kepada penggunanya; 4) Jalur pemandu harus dipasang diantaranya: a) di depan jalur lalu-lintas kendaraan; b) di depan pintu masuk/keluar dari dan ke tangga atau fasilitas persilangan dengan perbedaan ketinggian lantai; c) di pintu masuk/keluar Bangunan Gedung untuk kepentingan umum termasuk terminal transportasi umum atau area penumpang; dan d) pada sepanjang jalur pedestrian. 5) Ubin pengarah (guiding block) dan ubin peringatan (warning block) harus dibuat dari material yang kuat, tidak licin, dan diberikan warna yang kontras dengan warna ubin eksisting seperti kuning, jingga, atau warna lainnya sehingga mudah dikenali oleh penyandang gangguan penglihatan yang hanya mampu melihat sebagian (low vision). 6) Ubin pengarah (guiding block) dan ubin peringatan (warning block) dipasang pada bagian tepi jalur pedestrian untuk memudahkan pergerakan penyandang disabilitas netra termasuk penyandang gangguan penglihatan yang hanya mampu melihat sebagian (low vision). b. Gambar Detail dan Ukuran Gambar 2.29. Tipe tekstur ubin peringatan (warning block) Gambar 2.30. Tipe tekstur ubin pengarah (guiding blocks) Gambar 2.31. Contoh ukuran dan jenis jalur pemandu. Gambar 2.32. Prinsip perencanaan jalur pemandu Gambar 2.33. Prinsip perencanaan jalur pemandu Gambar 2.34. Contoh Penerapan Ubin Pemandu 6. Jembatan Penghubung Antarruang/Antarbangunan a. Persyaratan Teknis 1) Harus memenuhi persyaratan pembebanan untuk menjamin keselamatan Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung pada saat pembebanan maksimum. 2) Jembatan penghubung antarruang/antarbangunan harus dapat dilewati oleh pengguna kursi roda atau 2 orang berpapasan dengan lebar paling sedikit 120 cm. 3) Jika terdapat perbedaan ketinggian lantai/bangunan, maka jembatan penghubung antarruang/antarbangunan harus memiliki kelandaian paling besar 6 o atau perbandingan 1:10 dan pada setiap jarak paling jauh 900 cm terdapat bagian mendatar dengan panjang paling sedikit 120 cm. 4) Jembatan penghubung antarruang/antarbangunan harus dilengkapi dengan dinding pembatas yang konstruksinya mampu menjamin keselamatan Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung terutama anak-anak. 5) Jembatan penghubung antarruang/antarbangunan dilengkapi dengan penunjuk arah yang informatif dan mudah dilihat terutama menuju pintu keluar dan pintu keluar darurat/eksit. 6) Jembatan penghubung antarruang/antarbangunan perlu dilengkapi dengan pencahayaan/iluminasi alami atau artifisial, sensor otomatis hemat energi, dan pencahayaan/iluminasi darurat yang otomatis berfungsi pada saat terjadi keadaan darurat. 7) Jembatan penghubung antarruang/antarbangunan yang digunakan sebagai jalur evakuasi harus bebas dari segala macam penghalang (barrier free) yang mengganggu pergerakan Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung. 8) Penambahan fungsi jembatan penghubung antarruang/antarbangunan masih dimungkinkan sepanjang tidak mengabaikan keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung. b. Gambar Detail dan Ukuran Gambar 2.35. Contoh jembatan penghubung antar ruang pada lantai yang sama pada fasilitas publik Gambar 2.36. Contoh jembatan penghubung antar bangunan pada fasilitas publik (sky bridge) Gambar 2.37. Contoh penerapan jembata J n D p I e H ng K h e u m bu e n n g terian PUPR B. Hubungan Vertikal Antarlantai dalam Bangunan Gedung Setiap Bangunan Gedung bertingkat harus menyediakan sarana hubungan vertikal antarlantai yang memadai untuk menunjang terselenggaranya fungsi Bangunan Gedung. Sarana hubungan vertikal antarlantai meliputi: 1) tangga; 2) ram; 3) lif; 4) lif tangga; 5) tangga berjalan/eskalator; dan/atau 6) lantai berjalan (moving walk). Persyaratan teknis, gambar, dan ukuran sarana hubungan vertikal antarlantai adalah sebagai berikut: 1. Tangga a. Persyaratan Teknis 1) Berdasarkan bentuk dan fungsinya, tangga dibedakan menjadi: a) tangga umum; b) tangga monumental; c) tangga lengkung; d) tangga putar; e) tangga kipas; dan f) tangga gunting. 2) Penempatan tangga harus memperhatikan jarak koridor dan kompartemen antarruang. 3) Jika disediakan lebih dari 1 tangga umum, maka jarak antartangga diperhitungkan sesuai dengan jumlah Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung paling jauh 40 m. 4) Tinggi anak tangga (optride/riser) tidak lebih dari 18 cm dan tidak kurang dari 15 cm. 5) Lebar anak tangga (antride/tread) paling sedikit 30 cm. 6) Tangga dengan anak tangga yang terbuka (open riser) tidak disarankan untuk digunakan. 7) Anak tangga menggunakan material yang tidak licin dan pada bagian tepinya diberi material anti slip (step nosing). 8) Kemiringan tangga umum tidak boleh melebihi sudut 35 o 9) Tangga dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) yang menerus dan pagar tangga untuk keselamatan dan pada tiap bagian ujung (puncak dan bagian bawah) pegangan rambat dilebihkan paling sedikit 30 cm. 10) Pegangan rambat (handrail) harus memenuhi standar ergonomis yang aman, nyaman untuk digenggam dan bebas dari permukaan tajam dan kasar. 11) Tangga yang berhimpitan dengan dinding harus dilengkapi dengan 2 lapis pegangan rambat (handrail) dengan ketinggian 65 cm - 80 cm yang menerus paling sedikit pada 1 sisi dinding. 12) Jarak bebas antara dinding dengan pegangan rambat pada tangga yang berhimpitan dengan dinding paling besar 8 cm. 13) Tangga dengan lebar lebih dari 220 cm harus dilengkapi dengan pegangan rambat tambahan di bagian tengah tangga. 14) Tangga yang berfungsi sebagai koridor di antara tempat duduk misalnya pada gedung pertunjukan tidak berlaku keharusan menyediakan pegangan rambat (handrail). 15) Tangga pada Bangunan Gedung yang juga digunakan oleh penyandang disabilitas netra harus dilengkapi dengan penanda huruf braille pada sisi atas pegangan rambat yang diletakkan paling sedikit pada kedua ujung pegangan rambat untuk menunjukkan posisi dan arah tangga. 16) Bentuk profil pegangan rambat (handrail) harus mudah digenggam dengan diameter penampang paling sedikit 5 cm. 17) Pada setiap ketinggian tertentu tangga harus dilengkapi dengan bordes (landing) sebagai tempat beristirahat. 18) Jumlah anak tangga sampai dengan bordes (landing) paling banyak 12 anak tangga. 19) Setiap sisi tangga yang tidak dibatasi oleh dinding harus diberi pagar tangga (baluster). 20) Pagar tangga (baluster) yang terdiri dari kisi-kisi harus dibuat cukup rapat untuk menghindari risiko kecelakaan terutama pada anak-anak. 21) Tinggi anak tangga putar (optride/riser) direkomendasikan antara 15 cm – 22 cm atau sesuai dengan klasifikasi tangga putar. 22) Lebar anak tangga putar (antride/tread) bagian dalam direkomendasikan antara 12 cm – 15 cm, sedangkan lebar anak tangga putar bagian luar direkomendasikan antara 35 cm – 45 cm. 23) Tangga perlu diberikan pencahayaan/iluminasi artifisial yang memadai untuk keselamatan dan kenyamanan pengguna dan pengunjung Bangunan Gedung, terutama pada tangga yang dipergunakan sebagai area sirkulasi publik dengan tingkat pencahayaan/iluminasi paling sedikit 100 lux. 24) Tangga perlu dilengkapi dengan pencahayaan/iluminasi darurat artifisial dengan tingkat pencahayaan/iluminasi 0,2 lux atau menggunakan lapisan photoluminescent untuk menandai jalur evakuasi. 25) Untuk tangga putar, memiliki klasifikasi antara lain: a) Tangga putar pribadi

NOMOR 14/PRT/M/2017 TENTANG

(1)

Tangga putar pribadi digunakan pada bangunan yang bersifat pribadi/privat umumnya rumah tinggal.

(2)

Jika digunakan untuk mengakses ruang kecil atau ruang servis yang bukan menjadi akses utama publik atau akses evakuasi, tangga putar pribadi direkomendasikan memiliki diameter luar 130 cm – 180 cm.

(3) b) Tangga putar semi publik

Jika digunakan sebagai akses utama, tangga putar pribadi direkomendasikan memiliki diameter luar 180 cm – 225 cm.

(1)

Tangga putar semi publik digunakan pada Bangunan Gedung semi publik seperti pabrik, kantor, toko, atau merupakan tangga biasa yang diakses oleh beberapa hunian.

(2) Bangunan Gedung, tangga putar semi publik dapat menggunakan tangga putar berukuran kecil dengan diameter luar yang direkomendasikan 200 cm – 225 cm.

Jika digunakan oleh sedikit pengguna/pengunjung

(3) c) Tangga putar publik

Jika digunakan oleh pengguna dan pengunjung Bangunan Gedung dengan jumlah besar maka menggunakan tangga putar semi publik dengan diameter 215 cm – 255 cm.

(1)

Diaplikasikan pada Bangunan Gedung Umum yang digunakan secara bersama-sama oleh Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung dalam jumlah besar.

(2) b. Gambar detail dan ukuran 1) Tangga Umum Gambar 2.38. Detail tangga yang direkomendasikan JDIH Kementerian PUPR Gambar 2.40. Contoh penerapan pagar tangga (baluster) pada sisi tangga yang tidak dibatasi oleh dinding Gambar 2.41. Potongan horizontal tangga yang Gambar 2.42. Contoh detail pegangan tangga Gambar 2.43. Pegangan rambatan (handrail) yang direkomendasikan Gambar 2.44. Anak tangga yang direkomendasikan Gambar 2.45. Akhir anak tangga yang menempel dengan dinding harus sejajar dengan dinding untuk mengurangi risiko kecelakaan Gambar 2.46. Tangga yang dilengkapi dengan huruf braille di sisi atas pegangan rambatan pada interval tertentu yang menunjukkan posisi anak tangga Gambar 2.47. Profil pegangan rambatan (handrail) yang Gambar 2.48. Detail pegangan rambatan untuk dinding 2) Tangga Monumental Gambar 2.49. Contoh Penerapan Tangga Monumental 3) Tangga Lengkung Gambar 2.50. Ukuran tangga lengkung Gambar 2.51. Contoh penerapan tangga lengkung 4) Tangga Kipas Gambar 2.52. Contoh tangga kipas Gambar 2.53. Contoh penerapan tangga kipas 5) Tangga Putar Gambar 2.54. Tangga putar dengan railing dalam Gambar 2.55. Tangga putar tanpa railing dalam Gambar 2.56. Ukuran lebar bersih tangga putar dan lebar anak tangga putar Gambar 2.57. Contoh tangga putar 2. Ram a. Persyaratan Teknis 1) Ram untuk Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung di dalam Bangunan Gedung paling besar harus memiliki kelandaian 6 , atau perbandingan antara tinggi dan kemiringan 1:10 sedangkan ram di luar Bangunan Gedung harus paling besar memiliki kelandaian 5 atau perbandingan antara tinggi dan kemiringan 1:12. 2) Lebar efektif ram tidak boleh kurang dari 95 cm tanpa tepi pengaman/kanstin (low curb) dan 120 cm dengan tepi pengaman/kanstin (low curb). 3) Tepi pengaman (kanstin/low curb) paling rendah memiliki ketinggian 10 cm yang berfungsi sebagai pemandu arah bagi penyandang disabilitas netra dan penahan roda kursi roda agar tidak terperosok keluar ram. 4) Permukaan datar awalan dan akhiran ram harus bertekstur, tidak licin, dilengkapi dengan ubin peringatan dan paling sedikit memiliki panjang permukaan yang sama dengan lebar ram yaitu 120 cm. 5) Awalan/akhiran ram tidak disarankan berhadapan langsung dengan pintu masuk/keluar Bangunan Gedung. 6) Setiap ram dengan panjang 900 cm atau lebih harus dilengkapi dengan permukaan datar (bordes) sebagai tempat beristirahat. 7) Ram harus dilengkapi dengan 2 lapis pegangan rambat (handrail) yang menerus di kedua sisi dengan ketinggian 65 cm untuk anak-anak dan 80 cm untuk orang dewasa. 8) Pegangan rambat (handrail) harus memenuhi standar ergonomis yang aman dan nyaman untuk digenggam serta bebas dari permukaan tajam dan kasar. 9) Dalam hal pegangan rambat (handrail) dipasang berhimpitan dengan bidang dinding, jarak bebas antara dinding dengan pegangan rambat paling sedikit 5 cm. 10) Ram pada jalur pedestrian (curb ramp) memiliki lebar paling sedikit 120 cm dengan kelandaian paling besar 6 o 11) Ram dengan lebar lebih dari 220 cm harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) tambahan di bagian tengah ram. 12) Ram yang berfungsi sebagai koridor di antara tempat duduk misalnya pada gedung pertunjukan, tidak harus menyediakan pegangan rambat (handrail). 13) Ram yang digunakan pada Bangunan Gedung yang dilestarikan atau Bangunan Gedung Cagar Budaya dapat menggunakan konstruksi non permanen. 14) Ram untuk pelayanan angkutan barang memiliki kelandaian paling besar 10 dengan lebar yang disesuaikan dengan fungsinya. b. Gambar Detail dan Ukuran Gambar 2.58. Persyaratan ram Gambar 2.59. Contoh ram dengan konstruksi tidak permanen yang diterapkan pada Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan Gambar 2.60. Varian bentuk ram Gambar 2.61. Contoh ram pada koridor 3. Lif a. Persyaratan Teknis 1) Persyaratan Teknis Secara Umum Lif Penumpang (passenger elevator) a) Lif penumpang merupakan sarana transportasi vertikal dalam Bangunan Gedung yang dipergunakan untuk mengangkut orang. b) Lif penumpang harus disediakan untuk Bangunan Gedung dengan ketinggian di atas 5 lantai. c) Bangunan Gedung dengan ketinggian 2 sampai dengan 5 lantai dapat dilengkapi dengan lif penumpang disesuaikan dengan kegiatan atau kebutuhan Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung. d) Lif dilengkapi dengan alat pendaratan darurat otomatis menggunakan tenaga baterai (automatic rescue device/automatic landing device) yang bila terjadi terputusnya aliran listrik, maka lif akan berhenti pada lantai terdekat dan pintu membuka secara otomatis; e) Lif yang digunakan harus berupa lif otomatis dan dilengkapi sistem levelling dua arah. f) Bangunan Gedung Umum tidak wajib dilengkapi dengan lif penumpang yang mudah diakses bagi penyandang disabilitas apabila:

Diameter luar tangga putar publik yang direkomendasikan 250 cm – 350 cm.

(1)

telah disediakan ram yang mudah diakses; dan

(2) 2) Persyaratan Teknis Secara Umum Lif Barang/Servis (freight elevator) a) Lif barang/servis merupakan sarana transportasi vertikal pada Bangunan Gedung yang digunakan untuk mengangkut barang atau untuk kegiatan pelayanan lainnya b) Syarat utama lebar pintu lif barang sama dengan lebar kereta, sehingga dipakai tipe Bi-parting door dengan gerakan manual vertikal. c) Sangkar lif barang/servis dibolehkan tidak beratap, agar dapat mengangkut barang-barang yang panjang. d) Pada bangunan hotel, jumlah lif barang/servis yang dianjurkan adalah 1 unit setiap 2 unit lif tamu atau setiap 150 kamar. e) Dalam bangunan kantor setiap luas 1500 m per lantai, perlu ada 1 lif barang/servis, atau Bangunan Gedung bertingkat sampai dengan 20 lantai harus ada 1 unit lif barang/servis. f) Bangunan Gedung kantor dengan ketinggian lebih dari 20 lantai direkomendasikan menggunakan 2 unit lif barang/servis. 3) Persyaratan lobi lif adalah sebagai berikut: a) Menyediakan ruang perantara di depan lif (lobi lif) yang digunakan sebagai ruang tunggu untuk masuk dan keluar dari lif. b) Lebar lobi lif paling sedikit 185 cm dan tergantung pada konfigurasi ruang yang ada. c) Toleransi perbedaan muka lantai bangunan dengan muka lantai ruang lif paling tinggi 1,25 cm. d) Panel lif bagian luar harus dipasang di tengah-tengah ruang perantara di depan lobi lif sehingga mudah dilihat dan dijangkau dengan ketinggian maksimal 90 cm dari muka lantai bangunan. e) Semua tombol pada panel harus dilengkapi dengan panel huruf braille yang dipasang dengan tanpa mengganggu panel biasa. f) Selain terdapat indikator suara, layar/tampilan yang secara visual menunjukkan posisi lif harus dipasang di atas panel kontrol dan di atas pintu lif, baik di dalam maupun di luar lif (hall/koridor). 4) Persyaratan kereta lif adalah sebagai berikut: a) Ukuran efektif ruang dalam lif paling sedikit 120 cm x 230 cm dengan lebar bukaan pintu paling sedikit 110 cm. b) Pada fasilitas publik dengan tingkat penggunaan tinggi, ukuran efektif kereta lif adalah 152,5 cm x 240 cm, dengan lebar bukaan pintu paling sedikit 152,5 cm. c) Kereta lif dilengkapi dengan cermin menggunakan bahan stainless mirror dan pegangan rambat (handrail) menerus pada kedua sisi ruang lif dengan ketinggian 65 cm - 80 cm dengan jarak bebas pegangan rambat ke dinding paling sedikit 5 cm. d) Kereta lif harus didukung sistem pencahayaan dan penghawaan yang memadai, sistem peringatan audio dan/atau visual dalam hal terjadi kondisi darurat dan dilengkapi dengan kamera pengawas. e) Kereta lif harus dilengkapi dengan sarana informasi dan komunikasi, dengan memperhatikan perkembangan teknologi informasi yang ada serta memiliki kemampuan komunikasi dua arah yang berfungsi ketika terjadi kondisi darurat; 5) Persyaratan tombol lif. a) Panel lif bagian dalam dipasang dengan ketinggian maksimal 90 cm dari muka lantai ruang lif. b) Tombol pemilih lantai disarankan paling sedikit berukuran 2 cm yang dapat berupa tonjolan, tombol yang dapat berubah warna atau tombol layar sentuh. c) Tombol pemilih lantai dilengkapi dengan panel audio dan visual yang menginformasikan level lantai yang dicapai. d) Tombol pemilih lantai dilengkapi dengan huruf braille, angka arab dan simbol standar. 6) Persyaratan umum pintu lif adalah sebagai berikut: a) Pintu lif harus dilengkapi sensor yang berfungsi untuk menghentikan dan membuka ulang pintu lif jika terdapat suatu objek yang menghalangi tertutupnya pintu lif. b) Sensor pada pintu lif harus dapat secara otomatis mendeteksi objek atau orang di antara pintu lif yang tengah menutup dengan jarak 125 mm ± 25 mm dan 735 mm ± 25 mm di atas lantai. c) Pintu lif harus tetap terbuka paling sedikit selama 8 detik yang dapat dipercepat atau diperlambat dengan menekan tombol pada panel lif. 7) Pintu darurat Lif a) Pintu darurat dipasang sebagai sarana jalan keluar atau pelarian dari keadaan bahaya. b) Pintu darurat dipasang diatas kereta berukuran 0,35 m x 0,45 m, membuka keluar, tidak terkunci, dilengkapi dengan pegangan (handle) dan saklar pemutus. c) Pintu darurat juga dapat dipasang pada sisi dinding kereta bagian belakang menghadap ke lif sebelahnya sebagai sarana pindah ke lif lain dengan ukuran 0,7 m x 2,0 m membuka keluar. d) Pintu darurat lain dipasang di ruang luncur lif ekspress dan di lekuk dasar. 8) Pengaman Pintu Lif a) Pintu-pintu otomatis harus dilengkapi dengan alat pengaman (safety edge). b) Jika seseorang menyinggung pengaman pintu lif yang sedang menutup, maka pintu akan membuka kembali. c) Alat pengaman mengandalkan sensor mekanis yang dilengkapi micro switch. d) Pada saat pengaman pintu lif berfungsi, pintu lif harus dapat membuka penuh dan menutup kembali dalam waktu 1 (satu) detik. e) Untuk pengaman pintu lif yang menggunakan jenis sensor cahaya atau light-ray atau electrostatic yang sangat peka, pintu lif tidak membuka secara penuh tetapi memberi ruang yang cukup bagi orang untuk masuk dan pintu segera menutup kembali jika halangan sirna. f) Pintu lif perlu dilengkapi dengan kunci kait (interlock) beserta kontak penghubung arus ke motor lif. g) Motor lif harus tidak bekerja sebelum pintu tertutup, yaitu setelah kait masuk ke dalam rumahnya yang dibantu dengan pegas. b. Gambar Detail dan Ukuran Gambar 2.62. Detail ruang dalam lif penumpang Ma ks 90 cm Gambar 2.63. Detail ruang luar lif penumpang Gambar 2.64. Contoh penerapan incline lift Gambar 2.65. Panel kontrol komunikasi lif Gambar 2.66. Panel kontrol lif Membuka pintu Menutup pintu Alarm/panggilan darurat Penyetop darurat Gambar 2.68. Standar simbol panel yang dibuat timbul Gambar 2.69. Indikator lif (naik atau turun) Gambar 2.70. Tombol pemanggil lif Dimensi pintu dan kereta lif disesuaikan dengan kebutuhan Gambar 2.71. Contoh Lif Barang 4. Lif Tangga a. Persyaratan Teknis 1) Lif tangga dapat disediakan pada Bangunan Gedung dengan ketinggian sampai dengan 3 lantai dan perbedaan ketinggian lantai paling sedikit 4 m. 2) Lif tangga diperuntukkan terutama bagi penyandang disabilitas pengguna kursi roda atau lanjut usia. 3) Lif tangga dipasang pada jalur tangga di salah satu sisi dinding. 4) Konstruksi lif tangga a) kerangka; b) jenis dan ukuran; c) peralatan penggerak; d) anak tangga; e) bidang landas; f) pelindung samping (balustrade); g) penutup dalam; h) ban pegangan; i) perangkat penegang rantai; dan j) pelumasan. 5) Toleransi perbedaan muka lantai Bangunan Gedung dengan tempat duduk lif tangga paling tinggi 60 cm. 6) Persyaratan tempat duduk lif tangga dan panel kontrol paling sedikit adalah sebagai berikut: a) Lebar tempat duduk lif tangga paling sedikit 40 cm dan dapat disesuaikan dengan lebar tubuh penggunanya. b) Panel kontrol diletakkan pada posisi yang mudah dioperasikan. c) Panel kontrol dapat dilengkapi dengan tombol menggunakan huruf braille yang dipasang pada salah satu sandaran tangan tanpa mengganggu fungsi panel kontrol. 7) Persyaratan rel penggantung paling sedikit adalah sebagai berikut: a) Kemiringan rel penggantung mengikuti kemiringan tangga. b) Rel penggantung harus dipasang secara kuat dan memenuhi persyaratan teknis. 8) Persyaratan lebih lanjut mengenai lif tangga mengikuti ketentuan SNI 2190: 1999 mengenai Syarat-syarat Umum Konstruksi Lif Penumpang Yang Dijalankan Dengan Motor Traksi. b. Gambar Detail dan Ukuran Gambar 2.72. Contoh lif tangga untuk penyandang disabilitas Gambar 2.73. Detail lif tangga (stairway lift) untuk penyandang disabilitas 5. Tangga Berjalan/Eskalator a. Persyaratan Teknis 1) Lebar efektif tangga berjalan/eskalator: a) 60 cm untuk lebar 1 orang; dan b) 100 cm untuk lebar 2 orang. 2) Sudut kemiringan tangga berjalan/eskalator 30 – 35 3) Penyediaan 1 unit tangga berjalan/eskalator rata-rata dapat melayani luas lantai 1500 m namun lebih optimal untuk luas lantai 500 m – 700 m 4) Tangga berjalan/eskalator dapat dipasang dengan sudut kemiringan yang lebih landai untuk menjaga keselamatan dan memberikan pengaruh psikologis pada pengguna yang lebih baik. 5) Tangga berjalan/eskalator dapat dipasang dengan sudut kemiringan yang lebih besar untuk memberikan efisiensi penggunaan ruang yang lebih besar. 6) Sudut kemiringan tangga berjalan/eskalator pada prasarana dan sarana transportasi publik yang lebih optimal dalam memberikan keselamatan penggunanya yaitu 27 – 28 7) Pada akses masuk dan keluar tangga berjalan/eskalator harus disediakan bagian mendatar (landing plate/floor plate) yang rata dengan permukaan lantai gedung sebagai bagian terpisah dari pijakan eskalator. 8) Jumlah pijakan datar (flat step) saat masuk maupun keluarnya anak tangga eskalator pada Bangunan Gedung perbelanjaan, perkantoran, pameran dan bandara paling sedikit 2 buah anak tangga dengan kecepatan tangga berjalan/eskalator 0,5 m/detik. 9) Jumlah pijakan datar (flat step) saat masuk maupun keluarnya anak tangga eskalator pada stasiun bawah tanah dan fasilitas transportasi publik lainnya paling sedikit 4 buah anak tangga dengan kecepatan tangga berjalan 0,65 m/detik. 10) Bagian tepi anak tangga eskalator harus diberikan warna kuning atau warna kontras sebagai penanda batas pijakan kaki. 11) Tangga berjalan/eskalator dapat dilengkapi dengan skirt brush sebagai pembatas antara alas kaki dengan bagian tepi pijakan lantai. 12) Tangga berjalan/eskalator dilengkapi dengan: a) pengaman pada celah antara eskalator dengan lantai; b) pengaman pada celah antara pijakan dengan dinding pembatas; c) protective barrier di samping eskalator dan/atau di antara 2 eskalator; d) tombol penghenti darurat; dan e) pengaman kelebihan beban. 13) Pada Bangunan Gedung selain stasiun kereta api bawah tanah, ketinggian tangga berjalan/eskalator dari titik awal ke titik akhir direkomendasikan tidak lebih dari 9 m. 14) Tangga berjalan/eskalator perlu dilengkapi dengan penandaan yang jelas dan pencahayaan/iluminasi yang memadai. b. Gambar Detail dan Ukuran Gambar 2.74. Detail eskalator Gambar 2.75. Contoh pengaturan pijakan datar (flat step) pada saat masuk maupun keluarnya anak tangga untuk fasilitas transportasi publik 6. Lantai Berjalan (moving walk) a. Persyaratan Teknis 1) Lebar efektif lantai berjalan (moving walk) paling sedikit 100 cm. 2) Kecepatan lantai berjalan (moving walk) 0,5 m/detik dan 0,65 m/detik disesuaikan dengan fungsi Bangunan Gedung. 3) Lantai berjalan (moving walk) dapat dipasang mendatar 0° atau dengan kelandaian 6° dan 12°. 4) Penyediaan 1 unit lantai berjalan/moving walk rata-rata dapat melayani luas lantai 1500 m namun lebih optimal untuk luas lantai 500 m – 700 m 5) Lantai berjalan (moving walk) dapat dilengkapi dengan skirt brush sebagai pembatas antara alas kaki dengan bagian tepi pijakan lantai. 6) Bagian tepi pijakan lantai berjalan (moving walk) dapat diberikan warna kuning atau warna kontras sebagai penanda batas pijakan kaki. 7) Pengguna kursi roda dapat menggunakan lantai berjalan (moving walk) dengan bantuan orang lain. 8) Lantai berjalan (moving walk) perlu dilengkapi dengan penandaan yang jelas dan pencahayaan/iluminasi yang memadai. b. Gambar Detail dan Ukuran , 6 , dan 12 Gambar 2.76. Detail lantai berjalan (moving walk) Gambar 2.77. Contoh penerapan lantai berjalan (moving walk) C. Sarana Evakuasi Setiap Bangunan Gedung kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah deret sederhana harus menyediakan sarana evakuasi yang dibutuhkan terutama pada saat bencana atau situasi darurat lainnya untuk: 1) evakuasi Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung ke luar Bangunan Gedung; dan/atau 2) akses petugas evakuasi. Sarana evakuasi merupakan suatu jalan lintasan yang menerus dan tidak terhambat dari titik manapun dalam Bangunan Gedung menuju ke jalan, halaman, lapangan, atau ruang terbuka lainnya yang memberikan akses aman ke jalan umum. Sarana evakuasi dapat mencakup jalur perjalanan vertikal atau horizontal, ruang, pintu, lorong, koridor, balkon, ram, tangga, lobi, eskalator, lapangan dan halaman. Sarana evakuasi terdiri atas 3 bagian utama meliputi: 1) akses eksit (exit access); 2) eksit (exit); 3) eksit pelepasan (exit discharge); A. Akses eksit B. Eksit C. Eksit pelepasan Gambar 2.78. Bagian-bagian utama sarana evakuasi Sarana evakuasi perlu dilengkapi dengan sarana pendukung lainnya seperti: 1) rencana evakuasi; 2) sistem peringatan bahaya; 3) pencahayaan eksit dan tanda arah; 4) area tempat berlindung (refuge area); 5) titik berkumpul; dan 6) lif kebakaran. Persyaratan teknis, gambar, dan ukuran sarana evakuasi adalah sebagai berikut: 1. Akses Eksit a. Persyaratan teknis 1) Akses eksit harus terproteksi dari bahaya kebakaran. 2) Akses eksit harus bebas dari segala hambatan/halangan seperti pagar penghalang, gerbang, furnitur, dekorasi, atau benda yang menghalangi pintu keluar, akses kedalamnya, jalan keluar darinya, atau visibilitas daripadanya. 3) Akses eksit harus diberi penanda yang mudah terlihat agar mudah ditemukan dan dikenali. 4) Akses eksit 1 arah menuju ke 1 eksit, lebar minimal akses eksit harus paling sedikit bisa dilalui oleh kursi roda. 5) Akses eksit lebih dari 2 arah menuju ke 1 eksit, masing- masing akses eksit harus memiliki lebar yang cukup untuk jumlah orang yang dilayaninya. 6) Lebar akses eksit diukur dari titik tersempit dalam hal akses eksit memiliki lebar yang tidak seragam. 7) Akses eksit di luar ruangan dapat melalui balkon, serambi atau atap. 8) Akses eksit di luar ruangan harus dilengkapi dengan kantilever, dinding pengaman dan menggunakan material penutup lantai yang lembut dan solid. 9) Pintu akses eksit dapat dipasang di sepanjang jalur penyelamatan menuju eksit atau sebagai akses ke ruangan atau ruang selain toilet, kamar tidur, gudang, ruang utilitas, pantri dan sejenisnya. 10) Pintu akses eksit harus secara jelas mudah dikenali. 11) Pintu akses eksit dari ruangan berkapasitas lebih dari 50 (lima puluh) orang yang terbuka ke arah koridor umum tidak boleh melebihi setengah dari lebar koridor. 12) Jarak ayunan pintu akses eksit ke tangga eksit tidak boleh melebihi setengah dari lebar bordes tangga. b. Gambar Detail dan Ukuran Gambar 2.79. Jarak standar ke pintu eksit Gambar 2.80. Contoh penerapan akses eksit pada koridor buntu Gambar 2.81. Contoh penerapan akses eksit pada koridor terbuka 2. Eksit a. Persyaratan Teknis 1) Bangunan Gedung dengan ketinggian sedang dan tinggi serta Bangunan Gedung Umum di atas 1 lantai harus dilengkapi dengan eksit berupa tangga eksit yang tertutup dan terlindung dari api, asap kebakaran, dan rintangan lainnya. 2) Tangga putar tidak boleh digunakan sebagai tangga eksit. 3) Lebar tangga eksit dan bordes sesuai dengan perhitungan kapasitas pengguna. 4) Lebar tangga eksit dan bordes untuk kapasitas sampai dengan 50 orang paling sedikit 90 cm. 5) Lebar tangga eksit dan bordes untuk kapasitas lebih dari 50 orang paling sedikit 112 cm. 6) Tangga eksit harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) setinggi 110 cm dan mempunyai lebar anak tangga paling sedikit 30 cm dengan ketinggian paling besar 18 cm. 7) Tangga eksit terbuka yang terletak di luar bangunan harus berjarak paling sedikit 1 meter dari bukaan dinding yang berdekatan dengan tangga tersebut. 8) Bangunan Gedung selain tempat parkir dengan sisi terbuka dan luas lantai Bangunan Gedung 600 m atau lebih, yang bagian atas lantai tersebut tingginya 7,5 m di atas level akses, harus dilengkapi dengan saf untuk tangga eksit dan tidak perlu dilengkapi dengan lif kebakaran. 9) Bangunan Gedung dengan 2 atau lebih lantai besmen yang luasnya lebih dari 900 m harus dilengkapi dengan saf untuk tangga eksit dan tidak perlu dilengkapi dengan lif kebakaran. 10) Bangunan Gedung dengan ketinggian sampai dengan 3 lantai, eksit harus terlindungi dengan tingkat ketahanan api (TKA) paling sedikit 1 jam. 11) Bangunan Gedung dengan ketinggian mulai dari 4 lantai, eksit harus terlindungi dengan tingkat ketahanan api (TKA) paling sedikit 2 jam. 12) Jika terdapat lebih dari 1 eksit pada 1 lantai, sedikitnya harus tersedia 2 eksit yang terpisah untuk meminimalkan kemungkinan keduanya terhalang oleh api atau keadaan darurat lainnya. 13) Tidak disarankan melewati area dengan tingkat bahaya tinggi untuk menuju eksit terdekat kecuali jalur perjalanan diproteksi dengan partisi yang sesuai atau penghalang fisik lainnya. 14) Pintu eksit harus diberi penanda yang mudah terlihat agar mudah ditemukenali. 15) Penanda eksit harus memiliki warna khusus dan kontras dengan dekorasi, penyelesaian interior, dan penanda lainnya. 16) Perletakan dekorasi, perabotan, dan penanda lain yang diberi pencahayaan tidak boleh mengurangi visibilitas Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung terhadap penanda eksit. 17) Penanda eksit harus mengandung kata “EKSIT” yang mudah dibaca dengan tinggi huruf paling kurang 15 cm dan lebar huruf paling kurang 1,875 cm. 18) Penanda eksit bertuliskan “EKSIT” atau penanda sejenis dengan anak panah yang menunjukkan arah eksit, harus ditempatkan pada akses eksit untuk mengarahkan pada eksit terdekat. 19) Pintu eksit harus menggunakan jenis pintu ayun (swinging door) yang dapat menutup otomatis. 20) Pintu eksit harus membuka ke arah perjalanan keluar untuk ruang yang dihuni oleh lebih dari 50 orang atau digunakan untuk hunian dengan tingkat bahaya tinggi. 21) Pintu eksit yang membuka ke arah lorong atau jalan terusan yang berfungsi sebagai akses eksit tidak boleh membatasi lebar efektif akses eksit tersebut. 22) Pintu eksit tidak diperbolehkan dilengkapi/berhadapan dengan cermin atau ditutup dengan tirai/gorden. 23) Untuk eksit yang melayani lebih dari 1 lantai, beban Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung di setiap lantai dipertimbangkan secara individual untuk menghitung kapasitas eksit di setiap lantai tersebut sehingga kapasitas eksit tidak akan berkurang sepanjang arah perjalanan keluar. 24) Jika terdapat pintu, bagian, atau tangga yang bukan sebagai eksit dan dapat disalahtafsirkan sebagai sebuah eksit, perlu diberikan identifikasi dengan penanda “bukan jalan keluar” atau sesuai dengan fungsi ruang sebenarnya seperti “menuju basement”. 25) Beberapa perangkat deteksi seperti alarm dapat dipasang untuk membatasi penyalahgunaan eksit yang dapat mengakibatkan kegagalan fungsi eksit, menghambat atau menghalangi proses evakuasi Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung. 26) Eksit harus memiliki ruang yang cukup untuk menempatkan kursi roda saat terjadi kebakaran atau keadaan darurat lainnya. 27) Contoh penghitungan jumlah dan kecukupan akomodasi Eksit: a) Langkah pertama: Menentukan Beban Hunian (BH) pada suatu lantai bangunan. Hal ini berarti menghitung jumlah orang yang dapat ditampung di semua ruang di lantai Bangunan Gedung. Total BH = Area fungsional (m ) Faktor beban hunian = ((Resepsionis (18 m )/(3 m /orang)) + ((klinik 1 (100 m )/(5 m /orang)) + ((klinik 2 (100 m )/(5 m /orang)) + ((klinik 3 (50 m )/(5 m /orang)) + ((klinik 4 (250 m )/(5 m /orang)) = (6 + 20 + 30 + 10 + 50) orang = 116 orang b) Langkah kedua: Menentukan jumlah lebar unit Eksit dari akomodasi penyelamatan untuk beban hunian dari lantai itu antara lain:

telah disediakan incline lift yang memenuhi standar yang berlaku dengan ketentuan untuk menghubungkan ruang berkumpul pada tempat pertunjukan umum dan memenuhi kebutuhan hunian rumah tidak sederhana diatas 1 lantai.

(1)

1 lebar unit pintu dapat dilewati 30 orang (berlaku untuk semua lantai termasuk lantai dasar); atau

(2) Dengan membagi BH dengan angka-angka tersebut dapat ditentukan jumlah unit lebar pintu Eksit dan Tangga eksit yang mengakomodasi penyelamatan bagi penghuni lantai tersebut. Tabel 2.1. Perhitungan Kebutuhan Pintu Eksit dan Tangga Eksit Pintu Eksit Tangga Eksit Jumlah unit dari lebar OL/30 orang OL/15 orang Eksit yang dibutuhkan = orang orang/30 = orang orang/15 pada lantai bersangkutan = = Total unit 4 unit 8 unit Lantai bangunan tersebut membutuhkan 4 unit lebar pintu eksit dan 8 unit lebar tangga eksit. c) Langkah ketiga, menentukan jumlah dan lebar minimum pintu eksit dan tangga eksit yang dibutuhkan untuk mengakomodasi penyelamatan beban hunian dari lantai bangunan tersebut.

1 lebar unit tangga dapat dilewati 15 (lima belas) orang.

(1) Dalam segala situasi, 2 atau lebih tangga diperlukan. Setidaknya jumlah minimum tangga eksit adalah 2 unit. Untuk memenuhi “n” jumlah tangga, apabila “n” lebih besar dari 1, kondisi berikut harus dipenuhi: Total jumlah unit lebar eksit dari lantai “n” ≤ 4 unit lebar eksit (maksimum per eksit). Catatan: Jika jumlah total unit lebar dibagi dengan jumlah eksit “n” yang dimaksud melebihi 4 unit atau 2 m, maka tambahan eksit harus dimasukkan dengan meningkatkan nilai “n” sampai persamaan di atas terpenuhi.

Jumlah Eksit

(2) Tabel 2.2. Lebar Eksit untuk Jumlah Eksit lebih dari 2 Unit Tangga Pintu Lebar setiap eksit m 2 m m 1 m Oleh karena itu, lantai bangunan membutuhkan penyediaan minimal 2 tangga eksit dengan lebar lorong efektif masing-masing 2 m, dan 2 pintu eksit masing- masing dengan lebar efektif 1 m. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka dimungkinkan 120 orang (2 buah x 4 unit x 15 orang) dapat menyelamatkan diri melalui tangga dan 120 orang (2 buah x 2 unit x 30 orang) dapat menyelamatkan diri melalui pintu eksit. Tabel 2.3. Total Penyediaan Sarana Evakuasi Lantai x Tangga Pintu Eksit Lebar (m) Nilai Unit Lebar Kapasitas Eksit Kapasitas Eksit Lantai Tangga Pintu Tangga Pintu Tangga Pintu Ke tangga 1 4 (15) 2 (30) Ke tangga 2 4 (15) 2 (30) Total penyediaan sarana evakuasi di lantai x = Kapasitas eksit lantai harus total kapasitas eksit dari tangga atau pintu eksit (yang lebih kecil). 28) Dalam segala situasi, sampai persamaan di atas terpenuhi 2 atau lebih tangga diperlukan sehingga jumlah paling sedikit tangga eksit 2 buah. b. Gambar Detail dan Ukuran Gambar 2.82. Contoh tangga eksit Gambar 2.83. Tangga eksit dalam Gambar 2.83. Tangga eksit luar Gambar 2.84. Contoh pintu keluar darurat Gambar 2.85. Contoh Rambu-rambu menuju pintu keluar darurat Gambar 2.86. Tinggi pegangan pintu keluar darurat Gambar 2.87. Ruang Bebas Pintu Keluar 3. Eksit Pelepasan a. Persyaratan Teknis 1) Eksit pelepasan harus berada di permukaan tanah atau langsung ke ruang terbuka yang aman di luar Bangunan Gedung. 2) Ruang terbuka yang aman di luar Bangunan Gedung dapat berupa selasar terbuka yang tidak digunakan untuk kegiatan komersial dengan lebar tidak lebih dari 5 m diukur dari dinding bagian luar Bangunan Gedung. 3) Pada Bangunan Gedung yang diproteksi oleh sprinkler, paling banyak 50% dari jumlah eksit dapat dilepas langsung ke ruang sirkulasi tertutup di permukaan tanah dengan ketentuan: a) Eksit pelepasan harus mudah terlihat dan memiliki akses langsung ke ruang terbuka yang aman di luar Bangunan Gedung; b) Jarak paling jauh antara eksit pelepasan dan ruang terbuka di luar Bangunan Gedung harus tidak melebihi 10 m; c) Jika terdapat kegiatan komersial seperti kios atau yang terletak di sepanjang 1 sisi atau kedua sisi jalur penyelamatan sebagai ruang terbuka yang aman di luar Bangunan Gedung, harus terdapat jarak pemisah paling sedikit 10 m antara kegiatan komersial dan jalur penyelamatan; dan d) Lebar bersih pintu eksit menuju ruang terbuka yang aman di luar Bangunan Gedung harus mampu menerima beban hunian di lantai pertama dan jumlah Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung yang keluar dari tangga eksit. 4) Pada bangunan hunian yang tidak dilengkapi dengan sistem sprinkler otomatis, paling sedikit 50% dari jumlah total tangga eksit harus dilepaskan ke ruang terbuka yang aman di luar Bangunan Gedung dan untuk tangga eksit yang tersisa diperbolehkan untuk dilepaskan ke ruang sirkulasi tertutup di permukaan tanah dengan ketentuan: a) Ruang sirkulasi tertutup pada lantai dasar harus bebas dari kegiatan komersial; b) Titik pelepasan ke dalam ruang sirkulasi lantai dasar harus terlihat dan dilengkapi dengan paling sedikit 2 jalur alternatif menuju ruang terbuka yang aman di luar Bangunan Gedung; dan c) Jarak paling jauh antara titik pelepasan tangga eksit dan ruang terbuka yang aman di luar Bangunan Gedung harus tidak melebihi 10 m. 5) Bukaan pada area hunian dalam jarak 3 m dari titik pelepasan tangga eksit (internal dan eksternal) harus terproteksi namun dapat dikurangi menjadi 1,5 m jika bukaan yang terproteksi memiliki bidang yang sama dengan tangga eksit. b. Gambar detail dan ukuran Gambar 2.88. Contoh bentuk eksit pelepasan Gambar 2.89. Contoh lokasi eksit pelepasan langsung Lobi Gambar 2.90. Contoh lokasi eksit pelepasan melalui lobi 4. Sarana dan Prasarana Pendukung Evakuasi Lainnya a. Rencana Evakuasi 1) Persyaratan Teknis a) Gambar dan tulisan harus dapat terbaca dengan jelas. b) Harus menunjukkan tata letak lantai terhadap orientasi bangunan yang benar dan menekankan pada jalur penyelamatan (dalam kaitannya dengan lokasi pembaca), koridor penyelamatan dan eksit menggunakan kata, warna, dan tanda arah yang tepat. c) Informasi lain yang dapat dilengkapi pada rencana penyelamatan kebakaran meliputi:

Ukuran apabila lebih dari 2 eksit dibutuhkan:

(1)

lif kebakaran;

(2)

slang kebakaran;

(3)

alat pemadam api ringan (APAR);

(4)

pipa tegak kering dan/atau pipa tegak basah;

(5)

papan indikator api/kebakaran; dan

(6) 2) Gambar detail dan ukuran Gambar 2.91. Contoh rencana evakuasi alternatif 1 Gambar 2.92. Contoh rencana evakuasi alternatif 2 b. Sistem Peringatan Bahaya Bagi Pengguna 1) Persyaratan Teknis a) Sistem peringatan bahaya pada Bangunan Gedung berupa sistem alarm bencana (kebakaran, gempa, tsunami) dan/atau sistem peringatan menggunakan audio/tata suara dan visual (cahaya berpendar dalam gelap dan waktu berpendar paling sedikit 2 jam dapat menyala tanpa sumber daya cadangan). b) Sistem alarm bencana (kebakaran, gempa, tsunami) dan/atau sistem peringatan bahaya dipasang sesuai SNI 0225: 2011 atau edisi terbaru tentang “Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2011 (PUIL 2011)”, dan SNI 3985: 2000 atau edisi terbaru tentang “Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung”. c) Sistem pencahayaan darurat dipasang sesuai SNI 6574: 2001 tentang “Tata Cara Perancangan Pencahayaan Darurat. d) Sarana jalan keluar dipasang sesuai SNI 1746: 2000 tentang “Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sarana Jalan Keluar untuk Penyelamatan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung”. e) Jalur evakuasi pada saat terjadi tsunami dipasang sesuai SNI 7766: 2012 tentang “Jalur Evakuasi Tsunami”. f) Jenis-jenis sensor yang dapat digunakan pada alarm kebakaran antara lain:

titik panggil alarm manual.

(1) Sensor asap akan mendeteksi intensitas asap pada suatu ruangan.

Sensor asap (Smoke Detector)

(2) Sensor panas akan mendeteksi perubahan panas di suatu ruangan dengan perubahan bentuk atau konduktivitas benda pada sensor karena perubahan panas tersebut.

Sensor panas (Heat Detector)

(3) Sensor percikan api akan bekerja untuk mendeteksi bila terjadi percikan api di suatu area pantauannya.

Sensor percikan api (Flame Detector)

(4) Sensor gas akan untuk mendeteksi kehadiran sebuah gas dalam area tertentu yang berpotensi menimbulkan kebakaran atau pun menyebabkan gangguan keselamatan bagi manusia.

Sensor gas (Gas Detector)

(5) Sensor warna/citra menganalisa spektrum warna yang dihasilkan dari suatu objek yang berpotensi menghasilkan ledakan kebakaran. 2) Gambar Detail dan Ukuran Gambar 2.94. Contoh sensor percikan api Gambar 2.95. Contoh sensor gas Gambar 2.96. Contoh spektrum warna pada sensor warna/citra Gambar 2.97. Contoh sensor asap Gambar 2.98. Sistem peringatan kebakaran Gambar 2.99. Contoh lampu peringatan bahaya Gambar 2.100. Contoh tombol peringatan bahaya c. Pencahayaan Eksit dan Tanda Arah 1) Persyaratan Teknis a) Penggunaan penandaan photoluminescent/pita ditempatkan di sepanjang jalur evakuasi eksit pada:

Sensor warna/citra (Images sensor)

(1)

sepanjang dinding internal;

(2)

sepanjang koridor;

(3)

pintu lobi bebas asap;

(4)

lobi pemadam kebakaran; dan

(5) b) Penandaan photoluminescent/pita dapat dihilangkan dengan ketentuan sebagai berikut:

tangga eksit.

(1) tanda arah eksit dan tanda-tanda arah di lokasi di atas dilengkapi dengan baterai terpisah (sistem titik tunggal) sesuai ketentuan yang berlaku atau pasokan baterai sentral yang didukung oleh generator siaga;

sumber daya listrik darurat pada pencahayaan eksit,

(2)

terdapat paling sedikit 2 pencahayaan darurat dalam lobi bebas asap, lobi pemadam kebakaran dan koridor dengan tanda arah eksit sehingga tidak terdapat bagian yang gelap akibat gangguan pencahayaan darurat; dan

(3) c) Lebar penandaan photoluminescent/pita paling sedikit 50 mm yang ditempatkan pada level terendah. d) Bagian bawah tanda pada level rendah tidak boleh kurang dari 150 mm atau tidak lebih dari 400 mm di atas level lantai. 2) Gambar Detail dan Ukuran Saat kondisi gelap Saat kondisi normal Gambar 2.101. Contoh pencahayaan arah Kondisi normal Terkena sorot lampu Tanpa cahaya Gambar 2.102. Contoh pencahayaan Eksit d. Area Tempat Berlindung (refuge area) 1) Persyaratan Teknis a) Harus memiliki konstruksi dinding yang mempunyai Tingkat Ketahanan Api (TKA) paling sedikit 2 jam; b) Paling sedikit 50% dari area kotor (gross area) lantai penyelamatan harus dirancang sebagai area berkumpul (holding area) dan pada saat tidak digunakan dapat berfungsi sebagai ruangan lain; c) Bukan merupakan area komersial namun dapat digunakan sebagai ruang senam atau tempat bermain anak. d) Seluruh peralatan atau furnitur yang terdapat pada area berkumpul (holding area) harus terbuat dari material yang tidak mudah terbakar. e) Dimensi tempat berkumpul harus dapat menampung paling sedikit setengah dari total beban hunian dari seluruh lantai di atas dan di bawah lantai tempat berkumpul, dengan dasar perhitungan 0,3 m per orang. f) Area berkumpul harus dipisahkan dari area lain melalui dinding kompartemen yang mempunyai tingkat ketahanan api (TKA) paling sedikit 2 jam. g) Konektivitas antara area berkumpul dan ruangan/area yang dihuni lainnya harus melalui koridor luar (eksternal) atau lobi bebas asap yang memenuhi persyaratan. h) Area berkumpul harus dilengkapi dengan ventilasi alami dan bukaan permanen paling sedikit pada 2 sisi dinding luar. i) Luasan total bukaan ventilasi pada area berkumpul harus paling sedikit 25% dari luas area berkumpul dengan ketinggian bukaan harus paling sedikit 12 cm. j) Seluruh bagian dari area berkumpul harus di dalam jangkauan jarak 9 m dari setiap bukaan ventilasi. k) Atap utama Bangunan Gedung dapat dianggap sebagai lantai tempat perlindungan dengan ketentuan:

harus terdapat paling sedikit 1 pencahayaan darurat di setiap bordes tangga eksit.

(1) persyaratan;

permukaan atap harus datar dan memenuhi

(2)

luas bersih tempat berlindung harus paling sedikit 50% dari luas kotor lantai di bawah atap utama;

(3)

setiap tangga yang melayani lantai di bawah atap utama harus menerus dan setiap saat dapat memberikan akses ke atap utama tanpa adanya rintangan;

(4)

dimensi paling rendah area tempat perlindungan harus paling sedikit 50% lebih besar dari lebar tangga terluas yang melayani atap;

(5)

setiap bagian dari area tempat perlindungan harus dilengkapi dengan iluminasi horizontal pada permukaan lantai dengan tingkat iluminasi paling sedikit 30 Lux; dan

(6) 2) Gambar Detail dan Ukuran Gambar 2.103. Ruang lantai penyelamatan e. Titik Berkumpul 1) Persyaratan Teknis a) Jarak minimum titik berkumpul dari Bangunan Gedung adalah 20 m untuk melindungi Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung dari keruntuhan atau bahaya lainnya. b) Titik berkumpul dapat berupa jalan atau ruang terbuka. c) Lokasi titik berkumpul tidak boleh menghalangi akses dan manuver mobil pemadam kebakaran. d) Memiliki akses menuju ke tempat yang lebih aman, tidak menghalangi dan mudah dijangkau oleh kendaraan atau tim medis. e) Persyaratan lain mengenai titik berkumpul mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan tentang sistem proteksi kebakaran pada Bangunan Gedung dan lingkungan. 2) Gambar Detail dan Ukuran Gambar 2.104. Contoh penanda titik berkumpul Gambar 2.105. Contoh Penerapan penanda titik berkumpul f. Lif kebakaran 1) Persyaratan teknis a) Paling sedikit harus disediakan 1 buah lif kebakaran atau lif darurat (emergency lift) pada:

iluminasi pada area tempat perlindungan dapat berupa kombinasi pencahayaan alami dan buatan dan harus didukung oleh sistem pencahayaan darurat yang memenuhi persyaratan.

(1)

Bangunan Gedung yang memiliki ketinggian lebih dari 20 m atau 10 m di bawah level akses masuk Bangunan Gedung; dan

(2) b) Bangunan Gedung yang lantainya terletak lebih dari 20 m di atas permukaan tanah atau di atas level akses masuk Bangunan Gedung atau yang besmennya lebih dari 10 m di bawah permukaan tanah atau level akses masuk Bangunan Gedung, harus memiliki saf untuk pemadaman kebakaran dengan lif kebakaran didalamnya. c) Persyaratan lif kebakaran lainnya mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan tentang sistem proteksi kebakaran pada Bangunan Gedung dan lingkungan dan SNI tentang Sarana Jalan Keluar. 2) Gambar detail dan ukuran Ketentuan lebih lanjut mengenai gambar detail dan ukuran mengenai lif kebakaran mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan. MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, ttd. M. BASUKI HADIMULJONO

Bangunan Gedung perawatan kesehatan termasuk bagian-bagian dari bangunan tersebut berupa laboratorium yang daerah perawatan pasiennya ditempatkan di atas level permukaan jalur penyelamatan langsung ke arah jalan umum atau ruang terbuka.