로고

Menimbang : a. bahwa Indonesia memiliki kekayaan warisan budaya yang perlu dimanfaatkan menjadi produk yang menciptakan nilai tambah melalui pengembangan ekonomi kreatif untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam menciptakan dan mengembangkan ekosistem ekonomi kreatif sehingga mampu memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional dan meningkatkan daya saing global guna tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan; c. bahwa untuk memberikan dasar kepastian hukum kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam menciptakan dan mengembangkan ekosistem ekonomi kreatif, perlu pengaturan tentang ekonomi kreatif; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Ekonomi Kreatif; Mengingat :

Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22D ayat (1), dan Pasal 33 ayat (4)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG EKONOMI KREATIF.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Ekonomi Kreatif adalah perwujudan nilai tambah dari kekayaan intelektual yang bersumber dari kreativitas manusia yang berbasis warisan budaya, ilmu pengetahuan, dan/atau teknologi. 2. Pelaku Ekonomi Kreatif adalah orang perseorangan atau kelompok orang warga negara Indonesia atau badan usaha berbadan hukum atau bukan berbadan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia yang melakukan kegiatan Ekonomi Kreatif. 3. Ekosistem Ekonomi Kreatif adalah keterhubungan sistem yang mendukung rantai nilai Ekonomi Kreatif, yaitu kreasi, produksi, distribusi, konsumsi, dan konservasi, yang dilakukan oleh Pelaku Ekonomi Kreatif untuk memberikan nilai tambah pada produknya sehingga berdaya saing tinggi, mudah diakses, dan terlindungi secara hukum. 4. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 5. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

Pasal 2

Pelaksanaan Ekonomi Kreatif harus berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Pasal 3

Pelaksanaan Ekonomi Kreatif berasaskan: a. keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. manfaat; c. keadilan; d. berkelanjutan; dan e. identitas bangsa.

Pasal 4

Undang-Undang Ekonomi Kreatif bertujuan: a. mendorong seluruh aspek Ekonomi Kreatif sesuai dengan perkembangan kebudayaan, teknologi, kreativitas, inovasi masyarakat Indonesia, dan perubahan lingkungan perekonomian global; b. menyejahterakan rakyat Indonesia dan meningkatkan pendapatan negara; c. menciptakan Ekosistem Ekonomi Kreatif yang berdaya saing global; d. menciptakan kesempatan kerja baru yang berpihak pada nilai seni dan budaya bangsa Indonesia serta sumber daya ekonomi lokal; e. mengoptimalkan potensi Pelaku Ekonomi Kreatif; f. melindungi hasil kreativitas Pelaku Ekonomi Kreatif; dan g. mengarusutamakan Ekonomi Kreatif dalam Rencana Pembangunan Nasional.

BAB II

PELAKU EKONOMI KREATIF

Pasal 5

Setiap Pelaku Ekonomi Kreatif berhak memperoleh dukungan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melalui pengembangan Ekosistem Ekonomi Kreatif.

Pasal 6

Pelaku Ekonomi Kreatif terdiri atas: a. pelaku kreasi; dan b. pengelola kekayaan intelektual.

Pasal 7

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pengembangan kapasitas Pelaku Ekonomi Kreatif melalui: a. pelatihan, pembimbingan teknis, dan pendampingan untuk meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial Pelaku Ekonomi Kreatif; b. dukungan fasilitasi untuk menghadapi perkembangan teknologi di dunia usaha; dan c. standardisasi usaha dan sertifikasi profesi bidang Ekonomi Kreatif.

Pasal 8

Pengembangan kapasitas Pelaku Ekonomi Kreatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

BAB III EKOSISTEM EKONOMI KREATIF

Bagian Kesatu Umum

Pasal 9

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam mengembangkan Ekosistem Ekonomi Kreatif.

Pasal 10

Pengembangan Ekosistem Ekonomi Kreatif dilakukan melalui: a. pengembangan riset; b. pengembangan pendidikan; c. fasilitasi pendanaan dan pembiayaan; d. penyediaan infrastruktur; e. pengembangan sistem pemasaran; f. pemberian insentif; g. fasilitasi kekayaan intelektual; dan h. pelindungan hasil kreativitas. Bagian Kedua Pengembangan Riset

Pasal 11

(1)

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap pengembangan riset Ekonomi Kreatif.

(2)

Pengembangan riset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh lembaga penelitian dan pengembangan, perguruan tinggi, dan/atau masyarakat.

(3)

Hasil pengembangan riset sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai pembuatan kebijakan di bidang Ekonomi Kreatif.

(4)

Pengembangan riset Ekonomi Kreatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Pengembangan Pendidikan

Pasal 12

Sistem pengembangan pendidikan Ekonomi Kreatif disusun untuk menciptakan dan meningkatkan kualitas Pelaku Ekonomi Kreatif yang mampu bersaing dalam skala global.

Pasal 13

Pendidikan kreativitas, inovasi, dan kewirausahaan di bidang Ekonomi Kreatif dikembangkan berdasarkan sistem pendidikan nasional melalui: a. intrakurikuler, kokurikuler, atau ekstrakurikuler dalam jalur pendidikan formal; dan b. intrakurikuler dan kokurikuler dalam jalur pendidikan nonformal. Bagian Keempat Fasilitasi Pendanaan dan Pembiayaan

Pasal 14

Pendanaan untuk kegiatan Ekonomi Kreatif bersumber dari: a. anggaran pendapatan dan belanja negara; b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau c. dana lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15

(1)

Pembiayaan Ekonomi Kreatif bersumber dari: a. anggaran pendapatan dan belanja negara; b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau c. sumber lainnya yang sah.

(2)

Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b disalurkan melalui lembaga keuangan bank dan nonbank.

(3)

Pembiayaan yang bersumber dari sumber lainnya yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak mengikat dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

(1)

Pemerintah memfasilitasi skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual bagi Pelaku Ekonomi Kreatif.

(2)

Ketentuan mengenai skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 17

Selain memfasilitasi skema pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat mengembangkan sumber pembiayaan alternatif di luar mekanisme lembaga pembiayaan.

Pasal 18

(1)

Dalam pengembangan Ekonomi Kreatif, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat membentuk Badan Layanan Umum.

(2)

Pembentukan Badan Layanan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kelima Penyediaan Infrastruktur

Pasal 19

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mendorong tersedianya infrastruktur Ekonomi Kreatif yang memadai untuk Ekonomi Kreatif.

Pasal 20

Infrastruktur Ekonomi Kreatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 terdiri atas: a. infrastruktur fisik; dan b. infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi. Bagian Keenam Pengembangan Sistem Pemasaran

Pasal 21

(1)

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memfasilitasi pengembangan sistem pemasaran produk Ekonomi Kreatif berbasis kekayaan intelektual.

(2)

Ketentuan mengenai fasilitasi pengembangan sistem pemasaran produk Ekonomi Kreatif berbasis kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Ketujuh Pemberian Insentif

Pasal 22

(1)

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif kepada Pelaku Ekonomi Kreatif.

(2)

Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. fiskal; dan/atau b. nonfiskal.

(3)

Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat

(2)

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedelapan Fasilitasi Kekayaan Intelektual

Pasal 23

(1)

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memfasilitasi pencatatan atas hak cipta dan hak terkait serta pendaftaran hak kekayaan industri kepada Pelaku Ekonomi Kreatif.

(2)

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memfasilitasi pemanfaatan kekayaan intelektual kepada Pelaku Ekonomi Kreatif.

(3)

Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kesembilan Pelindungan Hasil Kreativitas

Pasal 24

(1)

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melindungi hasil kreativitas Pelaku Ekonomi Kreatif yang berupa kekayaan intelektual.

(2)

Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB IV

RENCANA INDUK EKONOMI KREATIF

Pasal 25

(1)

Ekonomi Kreatif dilaksanakan berdasarkan Rencana Induk Ekonomi Kreatif.

(2)

Rencana Induk Ekonomi Kreatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Pemerintah.

(3)

Rencana Induk Ekonomi Kreatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian integral dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

(4)

Rencana Induk Ekonomi Kreatif paling sedikit memuat: a. prinsip pengembangan Ekonomi Kreatif sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan; b. visi dan misi; c. tujuan dan ruang lingkup; dan d. arah kebijakan, sasaran, strategi, dan pemangku kepentingan.

(5)

Rencana Induk Ekonomi Kreatif disusun untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun.

(6)

Ketentuan lebih lanjut mengenai Rencana Induk Ekonomi Kreatif diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 26

(1)

Pengembangan Ekonomi Kreatif dituangkan dalam Rencana Induk Ekonomi Kreatif dan dijadikan sebagai pedoman bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

(2)

Pengembangan Ekonomi Kreatif di daerah diintegrasikan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah.

Pasal 27

Dalam mengembangkan Ekonomi Kreatif, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan, dunia usaha, dunia industri, jejaring komunitas, dan/atau media.

Pasal 28

(1)

Dalam mengembangkan Ekonomi Kreatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama internasional.

(2)

Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. .

BAB V KELEMBAGAAN

Pasal 29

Tugas pemerintahan di bidang Ekonomi Kreatif dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 30

(1)

Tugas Pemerintah di bidang Ekonomi Kreatif dilaksanakan oleh kementerian/lembaga.

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai kementerian/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.

BAB VI KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 31

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, pelaksanaan tugas pemerintahan di bidang Ekonomi Kreatif tetap dilaksanakan oleh badan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif, sampai dengan dibentuknya kementerian/lembaga yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang Ekonomi Kreatif berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB VII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 32

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Ekonomi Kreatif dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 33

Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 ( dua ) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 34

Undang -Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 24 Oktober 2019 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 24 Oktober 2019 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd YASONNA H. LAOLY