로고

TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG Menimbang Mengingat

DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 angka 3, angka 4, angka 7, angka 9, angka 10, angka 20, angka 21,

Pasal 18 angka 3, angka 21, Pasal 19 angka 4, angka 6, angka 10, dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang; INDONESIA

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia; 2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603); 5. Undang-Undang ... PRESIDEN REPUBLIK 5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 teJ.1tang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); Menetapkan MEMUTUSKAN: PERI\TURAN PEMERINTAH TENTANG P NYELENGGARAAN PENATAAN RUANG.

BAB I KETENTUAN lJMUM

Pasal l

Dalam Feraturan Pemerintah in yang dima ,sud dengan: 1. Ruang ad.al.ah wadah yang meliputi ruang darat, rua.il.g laut, dan ruang ud:ira,- te·m1asuk ruang di agai pendL1.kung kegiatan -sos·ial ekonomi Masyarakat yang r.tcara hierarkis memiliki hubungan fungsioual. 4. Pola Quang adalah distribu.si peruntukan ruang dak.m suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang unfuk fung&i lindung dan peru1 tukan ruang untuk fungsi budr daya. • 5. Rencana TatR Ruang yang selanjutnya disingkat RTR adalah hasil perencan8&n tata ruang. 6. Rencana Detail Tata Ruang yang sel:.mjutnya disingkat RDTR c.dalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilerigkapi dengan peraturan zo11asi LiJ::upaten/kota. 7. Rencana ... PRESIOEN REPUBLIK INDONESIA 7. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perbatasar. Negara yang selanjutnya disingkat RDTR KPN adaJah rencana sec&.ra terperinci tentang tata ruang wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain. 8. Penataan I

Pasal 2

Pengaturan Penataan Ruang diselenggarakan untuk: a. mewujudkan ketertiban dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang; b. memberikan kepastian hukum bagi seluruh Pemangku Kepentingan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta hak dan kewajibannya dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang; dan c. mewujudkan keadilan bagi seluruh Pemangku Kepentingan dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Pasal 3

Pengaturan Penataan Ruang dilakukan melalui penyusunan dan penetapan pedoman yang memuat norma, standar, prosedur, dan kriteria bidang Penataan Ruang. Pasal4 Peraturan Pemerintah m1 mengatur Penyelenggaraan Penataan Ruang yang meliputi: a. Perencanaan Tata Ruang; b. Pemanfaatan Ruang; c. Pengendalian Pemanfaatan Ruang; d. Pengawasan Penataan Ruang; e. Pembinaan Penataan Ruang; dan kelembagaan Penataan Ruang.

BAB II ... PERENCANAAN TATA RUANG

REPLJBLIK INDONESIA - 11 - BAB II

Bagian Kesatu Umum

Pasal 5

(1)

Perencanaan Tata menghasilkan: Ruang dilakukan untuk a. rencana umum tata ruang; dan b. rencana rinci tata ruang.

(2)

Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a secara hierarkis terdiri atas: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. rencana tata ruang wilayah provinsi; c. rencana tata ruang wilayah kabupaten; dan d. rencana tata ruang wilayah kota.

(3)

Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) nuruf b terdiri atas: a. RTR pulau/kepulauan, RTR KSN, RZ KSNT, RZ KAW, dan RDTR KPN sebagai rencana inci dari Rencana Taia Ruang Wilayah Nasional; b. RDTR kabupaten sebagai rencana rinci dari rencana tata ruang wilayah kabupaten; dan c. RDTR kota sebagai rencana rinci dari rencana tata ruang wilayah kota. Pasal6

(1)

Perencanaan Tata Ruang meliputi penyusunan dan penetapan RTR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. - '

(2) REPUBLIK INDONESIA

Penyusunan RTR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. penyusunan ... a. penyusunan rencana umum tata ruang; dan b. penyusunan rencana rinci tata ruang.

(3)

Penetapan RTR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. penetapan rencana umum tata ruang; dan b. penetapan rencana rinci tata ruang.

(4)

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib menyusun dan menyediakan RTR yang telah ditetapkan dalam bentuk digital dan sesuai standar yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(5)

Penyediaan RTR yang telah ditetapkan dalam bentuk digital sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimaksudkan agar dapat diakses dengan inudah oleh Masyarakat untuk mendapatkan informasi mengenai kesesuaian rencana lokasi kegiatan dan/ atau usahanya dengan RTR.

Pasal 7

(1)

Penyusunan RTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dilakukan melalui tahapan: a. persiapan penyusunan RTR; b. pengumpulan data; c. pengolahan dan analisis data; d. perumusan ku '1 epsi RTR; dan e. penyusunan rancangan peraturan tentang RTR.

(2)

Penyusunan RTR sebagaimana dimaksud pada ayat

(1)

menghasilkan dokumen: a. konsepsi RTR, konsepsi RZ KSNT, dan konsepsi RZ KAW; dan b. rancang:in peraturan tentang RTR, rancangan peraturan tentang RZ KSNT, dan rancangan peraturan tentang RZ KAW.

(3)

Penyusunan ... REPLJBLIK INDONESIA

(3)

Penyusunan RTR sebagaimana dimaksud pada ayat ( melibatkan peran Masyarakat dan Pemangku Kepentingan lainnya melalui Konsultasi Publik.

(4)

Penyusunan RTR s bagaimana dimaksud pada ayat ( dapat menggunakan inovasi tekn0l0gi.

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan RTR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

(6)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan RZ KSNT dan RZ KAW sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan.

Pasal 8

RTR sebagai h3.sil dari Perencanaan Tata Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat merupakan acuan bagi: a. penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; b. Pemanfaatan Ruang untuk seluruh kegiatan pembangunan sektoral dan pengembangan Wilayah dan Kawa an yang memerlukan Ruang; dan c. penerbitan Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan di Laut serta pemberian hak atas tanah dan hak. pengelolaan.

(2) RTR.

Pemberian hak atas tanah dan hak pengelolaan sebagaimana dimaksud . pada ayat huruf c didasarkan pada peruntukan ruang s suai

(3)

Pemb rian hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat huruf c pada ruang atas tanah didasarkan pada koefisi n dasar bangunan, kcefisien lantai bangunan, s rta koefisien Pemanfaatan Ruang lainnya yang men1paka11 bagian dari RTR.

(4)

Pemberian . . .

(4)

Pemberian hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c pada ruang bawah tanah memperhatikan ketentuan Pemanfaatan Ruang dalam bumi yang diatur dalam RTR.

Bagian Kedua Paragraf 1

Penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Umum

Pasal 9

(1)

Penyusunan rencana umum tata ruang meliputi: a. penyusunan Nasional; Rencana Tata Ruang Wilayah b. penyusunan provinsi; rencana tata ruang wilayah c. penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten; dan d. penyusunan rencana tata ruang wilayah kota.

(2) Paragraf 2

Jangka waktu penyusunan dan penetapan rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 18 (delapan belas) bulan terhitung sejak pelaksanaan penyusunan rencan-a umum tat.a ruang. Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Pasal 10

(1)

Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh Menteri.

(2)

Rencana ...

(2)

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional mencakup ruang darat, ruang udara, dan ruang laut yang meliputi wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi.

(3)

Muatan ruang laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirumuskan berdasarkan materi teknis yang disusun oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bi

Pasal 11

(1)

Rencana Tata memperhatikan: Ruang Wilayah Nasional a. rencana pembangunan jangka panjang nasional; b. rencana pembangunan jangka menengah nasional; c. wawasan nusantara dan ketahanan nasional; d. ketentuan hukum Laut internasional; e. perjanjian internasional; f. perkembangan permasalahan regional dan global serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang nasional; g. upaya pemerataan pembangunan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi; dan h. keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah; daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; J. kondisi dan potensi sosial Masyarakat; k. pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi; 1. kebijakan pembangunan !lasional yang bersifat strategis; dan m. rencana tata ruang wllayah provinsi, rencana tata ruang wilayah kabupaten, dan/ atau rencana tata ruang wilayah kota.

(2)

Rencana . . . Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional paling sedikit memuat: a. tujuan, kebijakan, dan strategi Penataan Ruang wilayah nasional; b. rencana Struktur Ruang wilayah nasional yang meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana; c. rencana Poh Ruang wilayah nasional yang meliputi Kawasan Lindung yang memiliki nilai strategis nasional termasuk Kawasan Konservasi di Laut, dan Kawasan Budi Daya yang memiliki nilai strategis nasional termasuk Kawasan Pemanfaatan Umum; d. alur. migrasi biota laut; e. penetapar1 lokasi KSN; f. penetapan lokasi KSNT; g. penetapart !ok2si Kawasan Antarwilayah; h. arahan Pemanfaatan Ruang yang bedsi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; strategi kebijakan pengembangan KSN; J. strategi kebijakan pengembangan pulau/kepulauan; k. strategi kebijakan pengembangan KSNT; 1. strategi .kebijakan p.:!ngembangan Kawasan Antarwilayah; m. arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan zonasi sistem nadonal, arahan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi; dan n. arahan kebijakan peruntukan ruang pada sempadan pantai, sungai, situ, danau, embung, waduk, dan mata air. •

(3)

Rencana ...

(3)

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi acuan untuk: a. penyusunan RTR pulau/kepulauan; b. penyusunan RTR KSN; c. penyusunan RZ KSNT; d. penyusunan RZ KAW; e. penyusunan RDTR KPN; f. penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi; g. penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota; h. penyusunan rencana pembangunan jangka panJang nasional; penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional; Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di wilayah nasional; dan k. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor.

(4)

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dituangkan ke dalam peta dengan tingkat ketelitian skala 1:1.000.000.

Pasal 12

(1)

Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a meliputi: a. proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. pelibatan peran Masyarakat di tingkat nasional dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; dan .:::. pembahasan ... c. pembahasan rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional oleh Pemangku Kepentingan di tingkat nasional.

(2)

Proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui tahapan: a. persiapan penyusunan meliputi: 1. penyusunan kerangka acuan kerja; dan 2. penetapan metodologi yang digunakan. b. pengumpulan data paling sedikit: 1. data wilayah administrasi; 2. data dan informasi kependudukan; 3. data dan informasi bidang pertanahan; 4. data dan informasi kebencanaan; 5. data dan informasi kelautan; dan 6. peta dasar dan peta tematik yang dibutuhkan. c. pengolahan data dan analisis paling sedikit: 1. analisis potensi dan permasalahan regional dan global; dan 2. analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang terintegrasi dengan kajian lingkungan hidup strategis. d. perumusan konsepsi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; dan e. penyusunan rancangan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

(3)

Peta dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 6 merupakan peta rupabumi Indonesia dan/ atau peta dasar lainnya.

(4)

Peta ...

(4)

Peta rupabumi Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan peta termutakhir dan telah ditetapkan oleh kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial.

(5) Paragraf 3

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan integrasi kajian lingkungan hidup strategis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c angka 2 diatur dengan Peraturan Menteri. Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Pasal Penyusunan rencana tata ruang wilayah provms1 se bagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat ( huruf b dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah provms1.

(2)

Rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat ( mencakup muatan pengaturan Perairan Pesisir.

(3)

Muatan pengaturan Perairan Pesisir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirumuskan berdasarkan materi teknis yang disusun oleh perangkat daerah provinsi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan.

(4)

Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat dilaksanakan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal Materi teknis muatan Perairan Pesisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat harus mendapatkan persetujuan teknis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan.

(2)

Ketentuan ... Ketentuan lebih lanjut mengena1 tata cara penyusuna.11 materi teknis dan prosedur pemberian persetujuan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat di&.tur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan.

Pasal 15 RZ KSNT. provinsi;

Rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. RTR pulau/ kepulauan; c. RTR KSN; d. RZ KAW; dan Rencana tata ruang wilayah provinsi memperhatikan: a. rencana pembanguna11 jangka panjang nasional; b. rencana pembanguGan jaogka menengah nasional; c. rencana pembangunan jangka panjang provinsi; d. rencana pembangunan jangka menenga h e. rencana tata ruang wilayah provinsi, rencana tata ruahg wilayah kabupaten, dan/ atau r;.:;ncana tata ruang wilayah kota yang berbatasan; wawasan nusantara d n ketahanan nasional; g. perkembangan permasalahan regional dan global serta .hasil pengkajian implikasi penataan ruang nasional; h. t:i.paya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan sert2. stabilitas ekonomi; keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangu.nan

(4)

Rencana . . . Rencana tata ruang wilayaJ1 provinsi menjadi acuan untuk: a. penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten; b. penyusunan rencana tata ruang wilayah kota; c. penyusunan rencana pemba.ngunan jangka panjang daerah provinsi; d. penyusuna11 rencana pembangunan jangka menengah daerah provinsi; e. Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dalam wilayah provinsi; f. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor; dan g. penetapan lokas: dan fungsi ruang untuk investasi.

(5)

Rencana tata ruang wilayah provinsi dituangkan ke dalam peta dengan tingkat keteHtian skala 1:250.000.

Pasal 16

Penyusunan rencana tata . ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat huruf b meliputi: a. proses penyusunai,_ rencana tata ruang wilayah provinsi; b. pelibatan peran Masyarakat di provinsi dalam penyusunan r ncana tata ruang wilayah provinsi; dan c. pembahasan rancangan renca.1.1a tata ruang wilayah provinsi oleh Pemangku Kepentingan di proYinsi. {2) Proses ...

(2)

Proses Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat huruf a dilakukan melalui tahapan: a. persiapan penyusunan meliputi: 1. penyusunan kerangka acuan kerja; dan 2. penetapan metodologi yang digunakan. b. pengumpulan data paling sedikit: 1. data wilayah administrasi; 2. data dan informasi kependudukan; 3. data dan informasi bidang pertanahan; 4. data dan informasi kebencanaan; 5. data dan informasi kelautan; dan 6. peta dasar dan peta tematik yang dibutuhkan. c. pengolahan data dan analisis paling sedikit: 1. analisis potensi dan permasalahan regional dan global; dan 2. analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang terintegrasi dengan kajian lingkungan hidup strategis. d. perumusan konsepsi rencana tata ruang wilayah provinsi; dan e. penyusunan rancangan peraturan rencana tata ruang wilayah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. tentang provms1 ketentuan

(3)

Peta dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 6 merupakan peta rupabumi Indonesia dan/ atau peta dasar lainnya.

(4)

Peta rupabumi Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan peta termutakhir dan telah ditetapkan oleh kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial.

(5)

Ketentuan ...

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan integrasi kajian lingkungan hidup strategis dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c angka 2 diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 4

Penyusunan Rencana Tai:a Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 17

Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat huruf c dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah kabupaten.

(2)

Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat dilaksanakan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 18 RTR KSN;

Rencana tata ruang wilayah kabupaten paling sedikit mengacu pada: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; ::,. RTR pulau/kepulauan; dan d. rencana tata ruang wilayah p.rovinsi.

(2)

Rencana tata ruang wilayah kabupaten memperhatikan: a. rencana pembar:gunan jangka panjang dae:rah prov111s1; b. ren_c:=i.na pembangunan jangka menengah daerah pr0vms1; c. ren,:ana pembangunari jangka panjang daerah kabupaten; d. rencana ... d. rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten; e. perkembangan permasalahan regional dan global serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang kabupaten; f. upaya pemerataan pembangunan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi; dan g. keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah; h. daya dukung ctan daya tampung lingkungan hidup; kondisi dan potensi sosial Masyarakat; neraca penatagunaan tanah dan neraca penatagunaan sumber daya air; k. pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi; dan 1. kebijakan pembangunan nasional yang bersifat strategis.

(3)

Rencana tata ruang wilayah kabupaten paling sedikit memuat: a. tujuan, kebijakan, dan strategi Penataan Ruang wilayah kabupaten; b. rencana Struktur Ruang wilayah kabupaten yang meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana; c. rencana Pola Ruang wilayah kabupaten yang meliputi Kawasan Lindung kabupaten dan Kawasan Budi Daya kabupaten, termasuk rencana penyediaan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan; d. arahan Pemanfaatan Ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; e. ketentuan . . . e. ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum zonasi, ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi; f. kebijakan pengembangan kawasan strategis kabupaten; g. kebijakan pengembangan wilayah kabupaten; dan h. peruntukan ruang pada sempadan pantai, sungai, situ, danau, embung, waduk, dan mata air.

(4)

Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi acuan untuk: a. penyusunan RDTR kabupaten; b. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah kabupaten; c. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten; d. Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di wilayah kabupaten; e. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor; dan f. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi.

(5)

Rencana tata ruang wilayah kabupaten dituangkan ke dalam peta dengan tingkat ketelitian skala 1:50.000.

Pasal 19

(1)

Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c meliputi: a. proses ... a. proses penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten; b. pelibatan peran Masyarakat di kabupaten dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten; dan c. pembahasan rancangan rencana tata ruang wilayah kabupaten oleh Pemangku Kepentingan di kabupaten.

(2)

Proses penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui tahapan: a. persiapan penyusunan meliputi: 1. penyusunan kerangka acuan kerja; dan 2. penetapan metodologi yang digunakan. b. pengumpulan data paling sedikit: 1. data wilayah administrasi; 2. data dan informasi kependudukan; 3. data dan informasi bidang pertanahan; 4. data dan informasi kebencanaan; dan 5. peta dasar dan peta tematik yang dibutuhkan. c. pengolahan data dan analisis paling sedikit: 1. analisis potensi dan permasalahan regional dan global; dan 2. analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang terintegrasi dengan kajian lingkungan hidup strategis. d. perumusan konsepsi rencana tata ruang wilayah kabupaten; dan e. penyusunan rancangan peraturan rencana tata ruang wilayah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. tentang kabupaten ketentuan

(3)

Peta ...

(3)

Peta dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 5 merupakan peta rupabumi Indonesia dan/atau peta dasar lainnya.

(4)

Peta rupabumi Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan peta termutakhir dan telah ditetapkan oleh kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial.

(5) Paragraf 5

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan integrasi kajian lingkungan hidup strategis dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c angka 2 diatur dengan Peraturan Menteri. Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Pasal 20

(1)

Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah kota.

(2)

Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 21

(1)

Rencana tata ruang wilayah kota paling sedikit mengacu pada: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. RTR pulau/kepulauan; c. RTR KSN; dan d. rencana tata ruang wilayah provinsi.

(2)

Rencana ...

(2)

Rencana tata ruang wilayah kota memperhatikan: a. rencana pembangunan jangka panjang daerah provms1; b. rencana pembangunan jangka menengah daerah provms1; c. rencana pembangunan jangka panjang daerah kota; d. rencana pembangunan jangka menengah daerah kota; e. perkembangan permasalahan regional dan global serta basil pengkajian implikasi penataan ruang kota; upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi; g. keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah; h. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; kondisi dan potensi sosial Masyarakat; J. neraca penatagunaan tanah dan neraca penatagunaan sumber daya air; k. pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi; dan 1. kebijakan pembangunan nasional yang bersifat strategis.

(3)

Rencana tata ruang wilayah kota paling sedikit memuat: a. tujuan, kebijakan, dan strategi Penataan Ruang wilayah kota; b. rencana Struktur Ruang wilayah kota yang meliputi rencana sistem pusat pelayanan dan rencana sistem jaringan prasarana; c. rencana Pola Ruang wilayah kota yang meliputi Kawasan Lindung dan Kawasan Budi Daya, termasuk rencana penyediaan ruang terbuka hijau; d. arahan ... d. arahan Pemanfaatan Ruang wilayah kota yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; e. ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang wilayah kota yang berisi ketentuan umum zonasi, ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi; f. kebijakan pengembangan kawasan strategis kota; g. kebijakan pengembangan wilayah kota; h. peruntukan ruang pada sempadan pantai, sungai, situ, danau, embung, waduk, dan mata air; dan rencana penyediaan dan pemanfaatan: 1. ruang terbuka hijau publik pendistribusiannya; 2. ruang terbuka hijau privat; 3. ruang terbuka nonhijau; dan 4. prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal; dan 5. ·ruang evakuasi bencana.

(4)

Rencana tata ruang wilayah kota menjadi acuan untuk: a. penyusunan RDTR kota; b. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah kota; c. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah kota; d. Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di wilayah kota; e. perwujudan ... e. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor; dan f. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi.

(5)

Rencana tata ruang wilayah kota dituangkan ke dalam peta dengan tingkat ketelitian skala 1:25.000.

Pasal 22

(1)

Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) huruf c diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau publik dalam rencana tata ruang wilayah kota paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari luas wilayah kota; b. rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau privat dalam rencana tata ruang wilayah kota paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari luas wilayah kota; dan c. apabila luas ruang terbuka hijau, sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b memiliki total luas lebih besar dari 30% (tiga puluh persen), proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya.

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 23

(1)

Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d meliputi: a. proses penyusunan rencana tata ruang wilayah kota; b. pelibatan ... b. pelibatan peran Masyarakat di kota dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah kota; dan c. pembahasan rancangan rencana tata ruang wilayah kota oleh Pemangku Kepentingan di kota.

(2)

Proses penyusunan rencana tata ruang wilayah kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui tahapan: a. persiapan penyusunan meliputi: 1. penyusunan kerangka acuan kerja; dan 2. penetapan metodologi yang digunakan. b. pengumpulan data paling sedikit: 1. data wilayah administrasi; 2. data dan informasi kependudukan; 3. data dan informasi bidang pertanahan; 4. data dan informasi kebencanaan; dan 5. peta dasar dan peta tematik yang dibutuhkan. c. pengolahan data dan analisis paling sedikit: 1. analisis potensi dan permasalahan regional dan global; dan 2. analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang terintegrasi dengan kajian lingkungan hidup strategis. d. perumusan konsepsi rencana tata ruang wilayah kota; dan e. penyusunan rancangan peraturan tentang rencana tata ruang wilayah kota dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­ undangan.

(3)

Peta ...

(3)

Peta dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 5 merupakan peta rupabumi Indonesia dan/ atau peta dasar lainnya.

(4)

Peta rupabumi Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan peta termutakhir dan telah ditetapkan oleh kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial.

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan integrasi kajian lingkungan hidup strategis dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah kota ·sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c angka 2 diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga

Penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang

Paragraf 1 Umum

Pasal24

(1)

Penyusunan rencana rinci tata ruang meliputi: a. penyusunan RTR pulau/kepulauan; b. penyusunan RTR KSN; c. penyusunan RZ KAW; d. penyusunan RZ KSNT; e. penyusunan RDTR KPN; dan f. penyusunan RDTR kabupaten/kota.

(2)

Jangka waktu penyusunan dan penetapan RTR pulau/kepulauan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1)

huruf a, RTR KSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, RZ KAW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, RZ KSNT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dan RDTR KPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak dimulainya penyusunan RTR pulau/kepulauan, RTR KSN, RZ KAW, RZ KSNT, atau RDTR KPN yang dimaksud.

(3)

Jangka ...

(3) Paragraf 2

Jangka waktu penyusunan dan penetapan RDTR kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak dimulainya pelaksanaan penyusunan RDTR kabupaten/kota. Penyusunan Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan

Pasal 25

Penyusunan RT dimaksud dalam pulau/ kepulauan Pa al 24 ayat sebagaimana

(1)

huruf a dilaksanakan oleh Menteri.

(2)

Pulau/kepulauan . sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pulau-pulau besar dan gugusan kepulauan yang memiliki satu kesatuan ekosistem.

(3)

Pulau-pulau besar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi Pulau Sumatera, Pulau Jawa-Bali, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, dan Pulau Papua.

(4)

Gugusan kepulauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi gugusan Kepulauan Maluku dan gugusan Kepulauan Nusa Tenggara.

(5)

Penyusunan RTR pulau/kepulauan dilaksanakan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 26

(1)

RTR pulau/kepulauan mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

(2)

RTR pulau/kepulauan memperhatikan: a. rencana pembangunan jangka panjang nasional; b. rencana pembangunan jangka menengah nasional; c. rencana ... c. rencana pembangunan jangka panjang provinsi yang menjadi bagian pulau/kepulauan; d. rencana pembangunan jangka menengah provinsi yang menjadi bagian pulau/kepulauan; e. wawasan nusantara dan ketahanan nasional; perkembangan permasalahan regional dan global serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang nasional; g. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi; h. keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah; optimasi pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi; RTR KSN; k. RZ KSNT; 1. RZ KAW; dan m. rencana tata ruang wilayah provinsi yang menjadi bagian pulau/kepulauan.

(3)

RTR pulau/kepulauan paling sedikit memuat: a. tujuan, kebijakan, dan strategi Penataan Ruang pulau/ kepulauan; b. rencana Struktur Ruang pulau/kepulauan yang meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana; c. rencana Pola Ruang pulau/kepulauan yang meliputi Kawasan Lindung pulau/kepulauan dan Kawasan Budi Daya yang memiliki nilai strategis nasional; d. arahan Pemanfaatan Ruang yang berisi indikasi program utamajangka menengah lima tahunan; e. strategi kebijakan pengembangan pulau/kepulauan; arahan ... f. arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang pulau/kepulauan yang berisi indikasi arahan zonasi sistem nasional, arahan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi; g. arahan kebijakan peruntukan ruang pada sempadan pantai, sungai, situ, danau, embung, waduk, dan mata air;_ dan h. penetapan kecukupan luas Kawasan Hutan dan penutupan hutan pada setiap daerah aliran sunga1 di pulau/kepulauan dalam rangka pelestarian lingkungan hidup sesuai dengan kondisi biogeofisik, iklim, kependudukan, dan sosial ekonomi wilayah pulau/kepulauan.

(4)

RTR pulau/kepulauan menjadi acuan untuk: a. penyusunan RTR KSN; b. penyusunan provinsi; rencana tata ruang wilayah c. penyusunan kabupaten; rencana tata ruang wilayah d. penyusunan rencana tata ruang wilayah kota; e. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional; f. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional; g. Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di wilayah nasional; h. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, dan/ atau keserasian antarsektor; dan penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi.

(5)

RTR pulau/kepulauan dituangkan ke dalam peta dengan tingkat ketelitian sk21Ja 1:500.000.

Pasal 27 ...

Pasal 27

(1)

Penyusunan RTR pulau/kepulauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a meliputi: a. proses penyusunan RTR pulau/kepulauan; b. pelibatan peran Masyarakat regional pulau/kepulauan dalam penyusunan RTR pulau/kepulauan; dan c. pembahasan rancangan RTR pulau/kepulauan oleh Pemangku Kepentingan di tingkat regional pulau / kepulauan.

(2)

Proses penyusunan RTR pulau/kepulauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui tahapan: a. persiapan penyusunan meliputi: 1. penyusunan kerangka acuan kerja; dan 2. penetapan metodologi yang digunakan. b. pengumpulan data paling sedikit: 1. data wilayah administrasi; 2. data dan informasi kependudukan; 3. data dan informasi bidang pertanahan; 4. data dan informasi kebencanaan; dan 5. peta dasar dan peta tematik yang dibutuhkan. c. pengolahan data dan analisis paling sedikit: 1. analisis potensi dan permasalahan regional dan global; dan 2. analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang terintegrasi dengan kajian lingkungan hidup strategis. d. perumusan konsepsi RTR pulau/kepulauan; dan e. penyusunan rancangan peraturan presiden tentang RTR pulau/kepulauan.

(3)

Peta ...

(3)

Peta dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 5 merupakan peta rupabumi Indonesia dan/ atau peta dasar lainnya.

(4)

Peta rupabumi Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan peta termutakhir dan telah ditetapkan oleh kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial.

(5) Paragraf 3

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan integrasi kajian lingkungan hidup strategis dalam penyusunan RTR pulau/kepulauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c angka 2 diatur dengan Peraturan Menteri. Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional

Pasal 28

(1)

Penyusunan RTR KSN se bagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Menteri.

(2)

RTR KSN dapat mencakup ruang perairan sampai batas luasan tertentu sesuai kebutuhan dan/ atau sudut kepentingan Kawasan.

(3)

Substansi RTR KSN di ruang perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirumuskan berdasarkan materi teknis yang disusun oleh men teri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan.

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur penyusunan materi teknis ruang perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan.

(5)

Penyusunan RTR KSN dilaksanakan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang diatur dengan Peraturan Menteri.

(6)

Penyusunan ...

(6)

Penyusunan RTR KSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi dan/ atau mengintegrasikan pembangunan dan pengelolaan kawasan yang bernilai strategis nasional dalam mendukung penataan ruang wilayah nasional.

Pasal 29

(1)

Penyusunan RTR KSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b dilaksanakan pada Kawasan yang mempunyai nilai strategis nasional.

(2)

Kawasan yang mempunyai nilai strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan; b. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi; c. kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya; d. kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/ atau teknologi tinggi; dan/ atau e. kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

Pasal 30

KSN dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a ditetapkan dengan kriteria: a. kawasan dengan peruntukan bagi kepentingan pemeliharaan pertahanan dan keamanan negara berdasarkan geostrategi nasional; b. kawasan dengan peruntukan bagi pangkalan militer atau kesatrian, daerah latihan militer, instalasi militer, daerah uji coba peralatan dan persenjataan militer, daerah penyimpanan barang eksplosif dan berbahaya lainnya, daerah disposal amunisi dan peralatan pertahanan berbahaya lainnya, objek vital nasional yang bersifat strategis, kepentingan pertahanan udara, kawasan industri sistern pertahanan, dan aset-aset pertahanan lainnya; dan/atau c. wilayah ... c. wilayah kedaulatan dan yurisdiksi nasional termasuk kawasan perbatasan negara dan perairan di sekitar PPKT yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas.

Pasal 31

KSN dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b ditetapkan dengan kriteria: a. kawasan yang memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional; b. kawasan yang memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh dan memberikan kontribusi signifikan terhadap ekonomi nasional; c. kawasan yang memiliki potensi ekspor; d. kawasan yang memiliki karakteristik perkotaan besar/metropolitan yang berfungsi sebagai simpul logistik, pelayanan perdagangan dan jasa, budaya, pendidikan, riset, dan/ atau pengembangan teknologi; e. kawasan yang memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi; f. kawasan yang berfungsi penting dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional; dan/atau g. kawasan yang berfungsi penting dalam mewujudkan ketahanan energi nasional. Pasal32 KSN dari sudut kepentingan sosial dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf c ditetapkan dengan kriteria: a. kawasan pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya; b. kawasan prioritas dalam peningkatan kualitas sosial dan budaya; c. kawasan ... c. kawasan perlindungan dan pelestarian aset budaya; d. kawasan perlindungan peninggalan budaya; e. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; dan/ atau f. kawasan yang memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial.

Pasal 33

KSN dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/ atau teknologi tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf d ditetapkan dengan kriteria: a. kawasan yang memiliki fungsi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b. kawasan yang memiliki sumber daya alam strategis; c. kawasan yang memiliki fungsi sebagai pusat pemanfaatan dan pengembangan teknologi dan industri kedirgantaraan/kelautan; d. kawasan yang memiliki fungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir; dan/ atau e. kawasan yang memiliki pos1s1 geografis kedirgantaraan/ kelautan strategis lainnya. fungsi sebagai lokasi dan penggunaan teknologi dan teknologi tinggi

Pasal 34

KSN dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf e ditetapkan dengan kriteria: a. kawasan perlindungan keanekaragaman hayati; b. kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora, fauna, dan/ atau biota laut yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang­ harus dilindungi dan/ atau dilestarikan; c. kawasan ... c. kawasan yang memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian; d. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro; e. kawasan yang menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup; kawasan rawan bencana alam; g. kawasan yang berupa taman bumi; dan/ atau h. kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.

Pasal 35

(1) RTR KSN

RTR KSN mengacu pada: a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. RTR pulau/kepulauan; dan c. RZKAW. memperhatikan: a. rencana pembangunan jangka panjang nasional; b. rencana pembangunan jangka menengah nasional; c. wawasan nusantara dan ketahanan nasional; d. perkembangan permasalahan regional dan global serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang nasional; e. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi; keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah; g. kondisi dan potensi sosial Masyarakat; h. neraca ... h. neraca penatagunaan tanah dan neraca penatagunaan sumber daya air; optimasi pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi; dan J. rencana tata ruang wilayah provinsi, rencana tata ruang wilayah kabupaten, dan/ atau rencana tata ruang wilayah kota terkait.

(3) KSN; KSN;

RTR KSN paling sedikit memuat a. tujuan, kebijakan, dan strategi Penataan Ruang b. rencana Struktur Ruang KSN yang meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana; c. rencana Pola Ruang KSN yang meliputi Kawasan Lindung yang memiliki nilai strategis nasional termasuk Kawasan Konservasi di Laut, dan Kawasan Budi Daya yang memiliki nilai strategis nasional termasuk Kawasan Pemanfaatan Umum; d. alur migrasi biota laut; e. arahan Pemanfaatan Ruang yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; f. strategi kebijakan pengembangan g. arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang KSN yang berisi indikasi arahan zonasi sistem nasional, arahan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi; dan h. arahan kebijakan peruntukan ruang pada sempadan pantai, sungai, situ, danau, embung, waduk, dan mata air.

(4)

RTR KSN menjadi acuan untuk: a. penyusunan rencana tata ruang wilayah provms1; b. penyusunan ... b. penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten; c. penyusunan rencana tata ruang wilayah kota; d. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional; e. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional; f. Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di wilayah nasional; g. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, dan/ atau keserasian antarsektor; dan h. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi.

(5)

RTR KSN dituangkan ke dalam peta dengan tingkat ketelitian skala 1:50.000.

(6)

Dalam hal KSN merupakan kawasan perkotaan yang diamanatkan. oleh peraturan perundang-undangan, maka RTR dimaksud dituangkan ke dalam peta dengan tingkat ketelitian skala 1:25.000. Pasal36

(1)

Penyusunan RTR KSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b meliputi: a. proses penyusunan RTR KSN; b. pelibatan peran Masyarakat dalam penyusunan RTR KSN; dan c. pembahasan rancangan RTR KSN oleh Pemangku Kepentingan.

(2)

Proses penyusunan RTR KSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui tahapan: a. persiapan penyusunan meliputi: 1. penyusunan kerangka acuan kerja; dan 2. penetapan metodologi yang digunakan. b. pengumpulan ... b. pengumpulan data paling sedikit: 1. data wilayah administrasi; 2. data dan informasi kependudukan; 3. data dan informasi bidang pertanahan; 4. data dan informasi kebencanaan; 5. data dan informasi kelautan; dan 6. peta dasar dan peta tematik yang dibutuhkan. c. pengolahan data dan analisis paling sedikit: 1. analisis potensi dan permasalahan regional dan global; dan 2. analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang terintegrasi dengan kajian lingkungan hidup strategis. d. perumusan konsepsi RTR KSN; dan e. Penyusunan rancangan Peraturan Presiden tentang RTR KSN.

(3)

Peta dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 6 merupakan peta rupabumi Indonesia dan/atau peta dasar lainnya.

(4)

Peta Rupabumi Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan peta termutakhir dan telah ditetapkan oleh kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial.

(5)

Peta dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mencantumkan garis pantai yang terdiri atas: a. garis pantai yang ditetapkan oleh badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial; dan b. garis pantai sesua1 kebutuhan RTR yang digambarkan dengan simbol dan/atau warna khusus.

(6)

Ketentuan ...

(6) Paragraf 4

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan integrasi kajian lingkungan hidup strategis dalam penyusunan RTR KSN se bagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c angka 2 diatur dengan Peraturan Menteri. Penyusunan Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah

Pasal 37

(1) RZ KAW

Penyusunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan.

(2)

RZ KAW meliputi: a. rencana zonasi teluk; b. rencana zonasi selat; dan c. rencana zonasi Laut.

(3)

Teluk, selat, dan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kawasan yang berada pada perairan pedalaman yang berupa Laut pedalaman, perairan kepulauan, dan/ atau Laut teritorial yang berada di wilayah lintas provinsi.

(4)

Penamaan dan letak geografis teluk, selat, dan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan pada peta Laut Indonesia dan/ atau peta rupabumi Indonesia.

(5)

Peta Rupabumi Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan peta termutakhir dan telah ditetapkan oleh kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial.

(6)

Wilayah perencanaan RZ KAW meliputi satu kesatuan wilayah teluk, selat, atau Laut.

Pasal 38 ...

Pasal 38

(1)

Penyusunan RZ KAW mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

(2)

Penyusunan RZ KAW paling sedikit memperhatikan: a. rencana pembangunan jangka panjang nasional; b. rencana pembangunan jangka menengah nasional; c. RTR pulau/kepulauan; d. RTR KSN; e. RZ KSNT; rencana tata ruang wilayah provinsi; g. kawasan, zona, dan/ atau Alur Laut yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; h. ruang penghidupan dan akses nelayan kecil, nelayan tradisional, dan pembudidaya ikan keci! sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­ undangan; wilayah masyarakat hukum adat; data dan informasi kebencanaan; dan k. ketentuan hukum laut internasional.

(3)

RZ KAW paling sedikit memuat: a. tujuan, kebijakan, dan strategi Penataan Ruang Laut; b. rencana Struktur Ruang Laut; c. rencana Pola Ruang Laut; d. arahan Pemanfaatan Ruang yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; e. strategi kebijakan pengembangan Kawasan; dan arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Laut.

(4)

RZ KAW ...

(4)

RZ KAW menjadi acuan untuk: a. penyusunan RTR KSN; b. penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi; c. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional; d. _penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional; e. Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Antarwilayah; f. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, dan/ atau keserasian antarsektor; dan g. penetapan lokasi dan fungsi ruang laut untuk investasi.

(5)

RZ KAW dituangkan ke dalam peta dengan tingkat ketelitian skala paling kecil 1:500.000.

Pasal 39

(1)

RZ KAW disusun dengan tahapan: a. pengumpulan dan pengolahan data; b. penyusunan dokumen awal RZ KAW; c. Konsultasi Publik pertama; d. penyusunan dokumen antara RZ KAW; e. Konsultasi Publik kedua; dan f. penyusunan dokumen final RZ KAW.

(2)

Pengumpulan dan pengolahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa data sekunder yang paling sedikit terdiri atas: a. peta dasar, yang paling sedikit memuat unsur: 1. garis pantai; 2. hipsografi; dan 3. batas wilayah. b. data ... b. data tematik, yang berupa: 1. sistem jaringan prasarana Laut atau utilitas Laut; 2. bangunan dan instalasi di Laut; 3. oseanografi; 4. ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil; 5. wilayah pertahanan laut; 6. sumber daya ikan; 7. Pemanfaatan Ruang pesisir dan/ atau Laut yang telah ada dan rencana pemanfaatan pesisir dan/ atau Laut; dan 8. data dan informasi kebencanaan.

(3)

Peta dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan peta rupabumi Indonesia dan/ atau peta dasar lainnya.

(4)

Peta Rupabumi Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan peta termutakhir dan telah ditetapkan oleh kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial.

(5)

Penyusunan dokumen awal RZ KAW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui tahapan analisis data sekunder dan/ atau data hasil survei lapangan yang menghasilkan peta tematik dan deskripsi potensi, dan kegiatan pemanfaatan sumber daya laut Kawasan Antarwilayah.

(6) RZ KAW.

Konsultasi Publik pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan untuk mendapatkan masukan, tanggapan, atau saran perbaikan terhadap dokumen awal

(7) RZ KAW

Dokumen antara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan hasil perbaikan dokumen awal RZ KAW berdasarkan masukan, tanggapan, dan saran perbaikan yang diperoleh dalam Konsultasi Publik pertama.

(8)

Konsultasi ...

(8)

Konsultasi Publik kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilaksanakan untuk mendapatkan masukan, tanggapan atau saran perbaikan terhadap dokumen antara RZ KAW.

(9)

Dokumen final RZ KAW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f merupakan hasil perbaikan dokumen antara berdasarkan masukan, tanggapan, atau saran perbaikan Konsultasi Publik kedua.

(10)

Dokumen final RZ KAW sebagaimana dimaksud pada ayat (9) merupakan bahan untuk penyusunan rancangan peraturan presiden tentang RZ KAW.

Pasal 40

Dalam hal data sekunder sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) belum memenuhi standar kualitas dan kuantitas yang dilengkapi dengan metadata, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dapat melakukan pengumpulan data primer melalui survei lapangan.

Pasal 41

(1) RZ KAW

Dalam proses penyusunan dokumen antara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf d paling sedikit dilakukan analisis tumpang susun peta dan analisis kesesuaian perairan untuk menghasilkan usulan rencana Struktur Ruang Laut dan rencana Pola Ruang Laut.

(2) RZ KAW

Berdasarkan usulan rencana Struktur Ruang Laut dan rencana Pola Ruang Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya dilakukan penyusunan dokumen antara yang memuat hasil penentuan Kawasan Pemanfa tan Umum yang dijabarkan dalam zona, Kawasan Konservasi di Laut dan/ atau Alur Laut.

(3) REPUBLIK INOONESIA

Dokumen ...

(3) RZ KAW RZKAW.

Dokumen antara RZ KAW dituangkan dalam sistematika yang paling sedikit terdiri atas: a. latar belakang penyusunan yang memuat dasar hukum, profil wilayah, 1su strategis, dan peta wilayah perencanaan; b. deskripsi potensi sumber daya dan kegiatan pemanfaatan sumber daya di Kawasan Antarwilayah; c. rencana Struktur Ruang Laut dan rencana Pola Ruang Laut; d. rencana Pemanfaatan Ruang Laut; e. rencana pengelolaan sumber daya; f. Pengendalian Pemanfaatan Ruang Laut; g. lampiran peta tematik, peta rencana Struktur Ruang Laut dan rencana Pola Ruang Laut; dan h. konsepsi rancangan peraturan presiden tentang

Pasal 42 RZ KAW Paragraf 5

Ketentuan mengenai proses penyusunan sesuai dengan tahapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan. Penyusunan Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu

Pasal 43

Penyusunan RZ KSNT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat huruf d dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan.

(2) REPLJBLIK INDONESIA

RZ KSNT ...

(2)

RZ KSNT disusun pada: a. perairan di sekitar situs warisan dunia alami di Laut; dan/ atau b. perairan di sekitar kawasan pengendalian lingkungan hidup.

(3)

RZ KSNT pada perairan di sekitar situs warisan dunia alami di Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan dengan kriteria: a. memiliki fitur fisik dan formasi biologi atau gabungan keduanya yang bernilai universal luar biasa di Laut dari sudut pandang keindahan atau ilmu pengetahuan; b. memiliki fitur geologis dan formasi fisiografis dalam area tertentu sebagai habitat biota Laut langka yang bernilai universal luar biasa di Laut dari sudut pandang ilmu pengetahuan dan konservasi; dan/ atau c. berupa situs alami atau area tertentu yang bemilai universal luar biasa di Laut dari sudut pandang ilmu pengetahuan, konservasi, dan keindahan alamiah.

(4)

RZ KSNT pada perairan di sekitar kawasan pengendalian lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan dengan kriteria: a. kawasan yang merupakan daerah cadangan karbon biru; dan/ atau b. kawasan yang signifikan secara ekologis dan biologis.

Pasal 44

(1)

Penyusunan RZ KSNT mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

(2)

Penyusunan ... REPUBLIK INDONESIA

(2) RTR KSN;

Penyusunan RZ KSNT paling sedikit memperhatikan: a. RTR pulau/kepulauan; c. rencana tata ruang wilayah provinsi; d. rencana tata ruang wilayah kabupaten; e. rencana tata ruang wilayah kota; rencana pembangunan jangka panjang nasional; g. rencana pembangunan jangka menengah nasional; h. keterkaitan antara ekosistem darat dan ekosistem laut dalam satu bentang alam ekologis (bioekoregion); kawasan, zona, dan/ atau Alur Laut yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; J. ruang penghidupan dan akses nelayan kecil, nelayan tradisional, dan pembudidaya ikan kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­ undangan; k. wilayah masyarakat hukum adat; 1. data dan informasi kebencanaan; dan m. ketentuan hukum laut internasional.

(3)

RZ KSNT paling sedikit memuat: a. latar belakang penyusunan RZ KSNT yang memuat dasar huk11m, profil wilayah, isu strategis, dan peta wilayah perencanaan; b. deskripsi potensi sumber daya dan kegiatan pemanfaatan sumber daya di KSNT; c. isu-isu strategis wilayah; d. rencana Struktur Ruang Laut dan rencana Pola Ruang Laut; e. rencana Pemanfaatan Ruang; Pengendalian Pemanfaatan Ruang; g. rencana pengelolaan sumber daya; h. lampiran ... REPLJBLIK INDONESIA h. lampiran peta tematik dan peta rencana zonasi; dan konsepsi rancangan Peraturan Presiden tentang RZ KSNT.

(4)

RZ KSNT menjadi acuan untuk rencana tata ruang wilayah provinsi.

(5)

RZ KSNT dituangkan ke dalam peta dengan tingkat ketelitian skala 1:50.000.

Pasal 45

Penyusunan RZ KSNT dilaksanakan dengan tahapan: a. pengumpulan dan pengolahan data; b. penyusunan dokumen awal RZ KSNT; c. Konsultasi Publik pertama; d. penyusunan dokumen antara RZ KSNT; e. Konsultasi Publik kedua; dan f. penyusunan dokumen final RZ KSNT. Pengumpulan dan pengolahan data sebagaimana dimaksud pada ayat huruf a berupa data sekunder ya11-g paling sedikit terdiri atas: a. peta dasar, yang paling sedikit memuat unsur: garis pantai; 2. hipsografi; dan 3. batas wilayah. b. data tematik, yang berupa: 1. sistem jaringan prasarana Laut atau utilitas Laut; 2. bangunan dan instalasi di Laut; 3. oseanografi; 4. ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil; 5. wilayah pertahanan laut; 6. sumber ... 6. sumber daya ikan; dan 7. Pemanfaatan Ruang pesisir dan/ atau Laut yang telah ada dan rencana pemanfaatan pesisir dan/ atau Laut. Peta dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan Peta Rupabumi Indonesia dan/atau peta dasar lainnya. Peta Rupabumi Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan peta termutakhir dan telah ditetapkan oleh kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial. Penyu::.unan dokumen awal RZ KSNT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui tahapan hasil analisis data sekunder dan/ atau data hasil survei lapangan yang menghasilkan peta tematik dan deskripsi potensi, _ dan kegiatan pemanfaatan sumber daya laut KSNT. Konsultasi Publik pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan untuk mendapatkan masukan, tanggapan, atau saran perbaikan terhadap dokumen awal RZ KSNT. Dokumen antara RZ KSNT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan hasil perbaikan dokumen awal RZ KSNT berdasarkan masukan, tanggapan, dan saran perbaikan yang diperoleh dalam Konsultasi Publik pertama. Konsultasi Publik kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilaksanakan untuk mendapatkan masukan, tanggapan atau saran perbaikan. terhadap dokumen antara RZ KSNT. Dokumen final P..Z KSNT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f merupakan hasil perbaikan dokumen antara berdasarkan masukan, tanggapan atau saran perbaikan Konsultasi Publik kedua. Dokumen final RZ KSNT sebagaimana dimaksud pada ayat (9) merupakan bahan untuk penyusunan rancangan Peraturan Presiden tentang RZ KSNT.

Pasal 46 ...

Pasal 46

Dalam hal data sekunder sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) belum memenuhi standar kualitas dan kuantitas yang dilengkapi dengan metadata, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dapat melakukan pengumpulan data primer melalui survei lapangan. Pasal47

(1)

Dalam proses penyusunan dokumen antara RZ KSNT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf d _paling sedikit dilakukan analisis tumpang susun peta dan analisis kesesuaian perairan untuk menghasilkan usulan rencana Struktur Ruang Laut dan rencana Pola Ruang Laut.

(2)

Berdasarkan usulan rencana Struktur Ruang Laut dan rencana Pola Ruang Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya dilakukan penyusunan dokumen antara RZ KSNT yang memuat hasil penentuan Kawasan Pemanfaatan Umum yang dijabarkan dalam zona, Kawasan Konservasi di Laut dan/atau Alur Laut.

(3) RZ KSNT.

Dokumen antara RZ KSNT dituangkan dalam dokumen dengan sistematika yang paling sedikit terdiri atas: a. latar _ belakang penyusunan RZ KSNT yang memuat dasar hukum, profil wilayah, isu-isu strategis, dan peta wilayah perencanaan; b. deskripsi potensi sumber daya dan kegiatan pemanfaatan sumber daya di KSNT; c. isu-isu strategis wilayah; d. rencana Struktur Ruang Laut dan rencana Pola Ruang Laut; e. rencana Pemanfaatan Ruang Laut; f. Pengendalian Pemanfaatan Ruang Laut; g. rencana ... g. rencana penge!olaan sumber daya; h. lampiran peta tematik dan peta rencana zonasi; dan konsepsi rancangan Peraturan Presiden tentang

Pasal 48

Ketentuan mengenai proses penyusunan RZ KSNT sesuai dengan tahapan sebagaimana dimaksud. dalam Pasal 45 ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan.

Paragraf 6

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara

Pasal 49

(1)

Penyusunan RDTR KPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf e dilaksanakan oleh Menteri.

(2)

Penyusunan RDTR KPN dilaksanakan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 50

(1)

Penyusunan RDTR KPN mencakup kawasan dengan karakteristik perkotaan dan karakteristik perdesaan di kawasan perbatasan negara.

(2)

Kawasan dengan karakteristik perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kawasan yang memiliki fungsi utama kegiatan ekonomi, lingkungan hidup, sosial, dan budaya dengan karakteristik perkotaan.

(3)

Kawasan ...

(3)

Kawasan dengan karakteristik perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat merupakan kawasan yang memiliki fungsi utama kegiatan ekonomi, lingkungan hidup, sosial, dan budaya dengan karakteristik perdesaan.

Pasal 51

RDTR KPN mengacu pada RTR KSN.

(2)

Perumusan RDTR KPN memperhatikan: a. rencana pembangunan jangka panjang nasional; b. rencana pembangunan jangka menengah nasional. c. perkembangan permasalahan wilayah serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang kawasan perbatasan negara; d. optimasi pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi; e. kriteria pemanfaatan pulau-pulau kecil sesua1 dengan ketentuan peraturan perundang­ undangan; dan f. rencana tata ruang wilayah kabupaten dan/ atau rencana tata ruang wilayah kota terkait.

(3)

RDTR KPN paling sedikit memuat: a. tujuan pe.aataan wilayah perencanaan; b. renca...-1a Struktur Ruang; c. rencana Pola Ruang; d. ketentuan Pemanfaatan Ruang; dan e. peraturan zonasi.

(4)

RDTR KPN menjadi acuan untuk: a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah provinsi dan kabupaten/kota terkait; b. penyusunan ... b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah provinsi dan kabupaten/kota terkait; c. Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang; d. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor; dan e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi.

(5)

RDTR KPN dituangkan ke dalam peta dengan tingkat ketelitian skala 1:'S.000.

Pasal 52

Penyusunan RDTR KPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat ( huruf e meliputi: a. proses penyusunan RDTR KPN; b. pelibatan peran Masyarakat di tingkat kabupaten/kota dalam penyusunan RDTR KPN; dan c. pembahasan rancangan RDTR KPN oleh Pemangku Kepentingan. Proses penyusunan RDTR. KPN sebagaimana dimaksud pada ayat ( huruf a dilakukan melalui tahapan: a. persiapan penyusunan meliputi: 1. penyusunan kerangka acuan kerja; 2. penentuan metodologi yang digunakan; dan 3. penetapan wilayah perencanaan RDTR KPN. b. pengumpulan data paling sedikit: 1. data wilayah administrasi; 2. data dan informasi kependudukan; 3. data dan informasi bidang pertanahan; 4. data. ... 4. data dan informasi kebencanaan; dan 5. peta dasar dan peta tematik yang dibutuhkan. c. pengolahan data dan analisis paling sedikit: 1. analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; dan 2. analisis mencakup aspek sosial, ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan. d. perumusan konsepsi RDTR KPN; dan e. penyusunan rancangan peraturan presiden tentang RDTR KPN.

(3)

Peta dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 5 merupakan peta rupabumi Indonesia dan/ atau peta dasar lainnya.

(4)

Peta Rupabumi Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan peta termutakhir dan telah ditetapkan oleh kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial.

Pasal 53 Paragraf 7

Menteri dan kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal wajib mengintegrasikan RDTR KPN dalam bentuk digital ke dalam sistem OSS. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota

Pasal 54

(1)

Penyusunan RDTR kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf f dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota.

(2)

Penyusunan ...

(2)

Penyusunan RDTR kabupaten/kota dilaksanakan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 55

(1)

Penyusunan RDTR kabupaten/kota dapat mencakup kawasan dengan karakteristik perkotaan, karakteristik perdesaan, serta kawasan lintas kabupaten/ kota.

(2)

Kawasan dengan karakteristik perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kawasan • yang memiliki fungsi utama kegiatan ekonomi, lingkungan hidup, sosial, dan budaya dengan karakteristik perkotaan.

(3)

Kawasan dengan karakteristik perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kawasan yang memiliki fungsi utama kegiatan ekonomi, lingkungan hidup, sosial, dan budaya dengan karakteristik perdesaan.

(4)

Kawasan lintas kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang secara fungsional terdapat di lebih dari 1 (satu) wilayah kabupaten/kota yang berbatasan, penyusunan RDTR dimaksud dilaksanakan secara terintegrasi oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota terkait.

(5)

RDTR sebagaimana dimaksud pada ayat . (4) ditetapkan dengan peraturan kepala daerah kabupaten/kota sesuai wilayah administrasinya.

Pasal 56

(1)

RDTR kabupaten/kota mengacu pada rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

(2)

RDTR kabupaten/kota memperhatikan: a. rencana pembangunan jangka panjang daerah kabupaten/kota; b. rencana ... b. rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota; c. perkembangan permasalahan wilayah serta hasil pengkajian implikasi penataan ruang kabupaten/kota; d. optimasi pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi; dan e. kriteria pemanfaatan pulau-pulau kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­ undangan.

(3)

RDTR kabupaten/kota paling sedikit memuat: a. tujuan penataan wilayah perencanaan; b. rencana Struktur Ruang; c. rencana Pola Ruang; d. ketentuan Pemanfaatan Ruang; dan e. peraturan zonasi.

(4)

RDTR kabupaten/kota menjadi acuan unt1.1k: a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah kabupaten/kota; b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota; c. Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang; d. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor; dan e. penetapan lokasi dan fungsi rufLng untuk investasi.

(5)

RDTR kabupaten/kota dituangkan ke dalam peta dengan tingkat ketelitian skala :5.000.

Pasal 57 ...

Pasal 57

(1)

Penyusunan RDTR kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf f meliputi: a. proses penyusunan RDTR kabupaten/kota; b. pelibatan peran Masyarakat di kabupaten/kota dalam penyusunan kabupaten/kota; dan tingkat RDTR c. pembahasan rancangan RDTR kabupaten/kota oleh Pemangku Kepentingan di tingkat kabupaten/kota.

(2) RDTR.

Proses penyusunau RDTR kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hui:uf a dilakukan melalui tahapan: a. persiapan penyusunan meliputi: 1. penyusunan kera:r1gka acuan kerja; 2. penentuan metodo]ogi yang digunakan; dan 3. penetapan wilayah percnr:anaan b. pengumpulan data paling sedikit: 1. data wilayah ac!ministrasi; 2. data dan iaformasi kependudukan; 3. data dan informasi bidang pertanahan; 4. data dan informasi kebencanaan; dan 5. peta dasar dan . peta tematik yang dibutuhkan. c. l?engolahan data dan analisjs paling sedikit: 1. analisis daya dukung dan daya tampung lingkungaa hidup; 2. analisis lceterkaitan kabupaten/kota; dan antarwilayah 3. analisis keterkaitan antarkomponen ruang kabupaten/kota. perumusan ... d. perumusan konsepsi RDTR kabupaten/kota; dan e. penyusunan rancangan peraturan tentang RDTR kabupaten/kota dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3)

Peta dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 5 merupakan peta rupabumi Indonesia dan/ atau peta dasar lainnya.

(4)

Peta Rupabumi Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan peta termutakhir dan telah ditetapkan oleh kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial.

Pasal 58

(1)

Khusus untuk wilayah administratif Daerah Khusus Ibukota Jakarta, penyusunan RDTR dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah provinsi.

(2)

Penyusunan RDTR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada rencana tata ruang wilayah provms1. Ketentuan mengenai penyusunan kabupatan/kota sebagaimana dimaksud Pasal 56 dan Pasal 57 berlaku secara mutandis terhadap proses penyusunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). RDTR dalam mutatis RDTR

(4)

Penyusunan RDTR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri.

Pasal 59

Menteri dan kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal wajib mengintegrasikan RDTR kabupaten/kota dalam bentuk digital ke dalam sistem OSS.

Bagian ...

Bagian Keempat Penetapan Rencana Umum Tata Ruang

Paragraf 1 Umum

Pasal 60 Paragraf 2

Penetapan rencana umum tata ruang meliputi: a. penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. penetapan rencana tata ruang wilayah provinsi; c. penetapru1 rencana tata ruang wik.yah kabupaten; dan d. penetapan rencana tata ruang wilayah kota. Penetapan Rencana Tat Ruan3 ",,Vilayah Nasional

Pasal 61 Paragraf 3

Prosedur penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasicmal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf a dilaksanakan sesua1 dengan ketentuan peraturan perunda11g-undangan. Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Pafalu2 Prosedur penetapan rencana tata !Uang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf b meliputi: a. peng8.Juan . . . a. pengajuan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi yang di dalamnya memuat pengaturan wilayah perairan pesisir dari gubernur kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provms1 dan dilengkapi dengan: validasi dokumen kajian lingkungan hidup strategis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup; dan 2. rekomendasi peta dasar dari badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial. b. pembahasan rancangan peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah provinsi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi untuk menyepakati substansi yang akan disampaikan kepada Menteri; c. penyampaian rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi dari gubemur kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan substansi; d. pembahasan lintas sektor dalam rangka penerbitan persetujuan substansi oleh Menteri bersama kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provms1, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan seluruh Pemangku Kepentingan terkait; e. penerbitan persetujuan substansi oleh Menteri berdasarkan hasil pembahasan lintas sektor sebagaimana dimaksud pada huruf d; f. pelaksanaan persetujuan bersama antara gubernur dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi berdasarkan persetujuan substansi sebagaimana dimaksud pada huruf e; g. pelaksanaan . . . g. pelaksanaan evaluasi rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri; dan h. penetapan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi oleh gubernur.

(2)

Validasi dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diterbitkan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diajukan oleh Pemerintah Daerah provinsi.

(3)

Dalam hal validasi dokumen kajian lingkungan hidup strategis dan rekomendasi peta dasar belum diterbitkan sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka dokumen yang diajukan oleh Pemerintah Daerah provinsi dianggap telah disetujui.

(4)

Kesepakatan substansi antara gubernur dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diterbitkan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak pengajuan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.

(5)

Proses penetapan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e sampai dengan huruf h dilaksanakan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan.

Pasal 63

Pembahasan lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) huruf d, dilaksanakan untuk m gintegrasikan program/kegiatan sektor, kegiatan yang bersifat strategis nasional, Batas Daerah, garis pantai, dan Kawasan Hutan.

Pasal 64 ...

Pasal 64

Pengintegrasian Batas Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 menggunakan Batas Daerah yang telah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. Pasal65

(1)

Pengintegrasian garis pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 menggunakan unsur garis pantai yang termuat dalam peta rupabumi Indonesia termutakhir dan telah ditetapkan oleh badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial.

(2)

Dalam hal terdapat perbedaan antara garis pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan kebutuhan rencana tata ruang, dan/atau kepentingan hak atas tanah, persetujuan substansi oleh Menteri mencantumkan: a. garis pantai sebagaimana dimaksud pada ayat

(1)

; dan b. garis pantai sesuai kebutuhan rencana tata ruang yang digambarkan dengan simbol dan/ atau warna khusus.

Pasal 66

Pengintegrasian Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 menggunakan delineasi Kawasan Hutan termutakhir yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan atau delineasi Kawasan Hutan yang disepakati paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak dimulainya pembahasan lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) huruf d.

Pasal 67 ...

Pasal 67

Pembahasan lintas sektor sebaga.imana dimaksuct dalam Pasal 62 aydt huruf d diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) Hari sampai dengan diterbitkannya persetujuan substansi oleh Menteri.

(2)

Tata cara pelaksanaan pembahasan iintas sektor dan proses penerbitan persetujuar substansi rencana tata rua.ng wilayah provinsi dia.tur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri. Pasal68 Dalam hal 1·ancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana: tata ruang wilayah provimsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayaf(5) belum ditetapkan, gubernur menetapk.1n rancangan peraturan daerah tentang reqcana tata ruang wilayah provinsi paling lama 3 (tiga) bulan. terhitung sejak mendapat persetujuan substansi dari Menteri.

(2)

Dalam hal rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi belum ditetapkan oleh gubernur sebagaimana dima.ksud pada ayat ( j maka dalam waktu paling lama 4 • (empat) bulan terhitung sejak mendapat persetujuan substansi dari Menteri, rancangan peraturan daera.h tersebut ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(3)

Penetapa:n rancangan per?.turan daerah oleh Pem rintah• Pusat sebagrume.na dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Menteri setelah mendapatkan persetujuan Pr siden.

(4)

Rancangan peraturan claerah S(;bagaimana dimaksud pada ayat (3} ditetapkan dengan Pe_raturah Menteri. Menteri menyampaikan Peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) gubernur. Menteri kepada (:i) Gubemur ...

(6)

Gubernur wajib menetapkan peraturan daerah untuk melaksanakan Peraturan Menteri sebagaimar..a dimaksud pada ayat (.S) di daerahnya dalam jangka waktu paling lruna 15 (lima belas) Hari sejak Peraturan Menteri ditetapkan.

(7)

Ketentuan mengcnai jangka waktu paling lama 15 (lima belas) Hari sebagaimana dimaksud pada ayat (6) termasuk pengu::1dangan peraturan daerah dalam lembaran daerah oleh sekretaris daerah provinsi.

(8)

Dalam hal gubemur dan sek!·etaris daerah provinsi tidak melaksanakan ketenluan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuari peraturan perundang-undangan. -

Paragraf 4

Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 69

Prosedur penetapan rencan tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf c meliputi: a. pengajuan rancangan peraturan daerah kabupaten tentar..g rencana tata ruang wilayah kabupaten dari bupati kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten dan dilengkapi dengan: 1. berita acara pembahasan dari Pemerintah Daerah provms1 mengenai rancangan per turan daerah kabupaten tentang rencana tata ruang wi.l2 rah kabupat_en; 2. valiqasi doku;rien kajian lingkungan hidup str tegi.s dEa1 perangkat daerah provin.si yarig membic!ar gi urusan lingkuagan hidup; dac • - 3. r komendasi ... 3. rekomendasi peta dasar dari badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial. b. pembahasan rancangan peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten untuk menyepakati substansi yang akan disampaikan kepada Menteri; c. penyampaian rancangan peraturan daerah kabupaten tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten dari bupati kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan substansi; d. pembahasan lintas sektor dalam rangka penerbitan persetujuan substansi oleh Menteri bersama kementerian / lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten, dan seluruh Pemangku Kepentingan terkait; e. penerbitan persetujuan substansi oleh Menteri berdasarkan hasil pembahasan lintas sektor sebagaimana dimaksud pada huruf d; f. pelaksanaan persetujuan bersama antara bupati dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten berdasarkan persetujuan substansi sebagaimana dimaksud pada huruf e; g. pelaksanaan evaluasi rancangan peraturan daerah kabupaten tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten oleh gubernur untuk memastikan rancangan peraturan daerah telah sesuai dengan persetujuan substansi oleh Menteri; dan h. penetapan peraturan daerah kabupaten tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten oleh bupati.

(2)

Validasi ... Validasi dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2 d&n angka 3 diterbitkan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diajukan oleh Pemerintah Daerah kabupaten. Dalam hal validasi dokumen kajian lingkungan hidup strategis dan rekomendasi peta dasar belum diterbitkan sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka dokumen yang diajukan oleh Pemerintah Daerah kabupaten dianggap telah disetujui. Kesepakat.an substansi antara bupati dengan Dewan Perwak:ilan Rakyat Daerah k.abupaten. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bun:.{ b diterbitkan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak pengajuan rancangan peraturan daerah kabupaten tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten,sebagaimana dimaksud pada ayat (1, huruf a. Proses penetapan peraturan daerah kabupaten tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e sampai dengan huruf h dilaksanakan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan.

Pasal 70

Pembahasan lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf d, dilaksanakan untuk mengintegrasikan program/ kegiatan sektor, kegiatan yang bersifat strategis nasional, Batas Daerah, garis pant8.i, dan/ atau Kawasan Hutan.

Pasal 71

Pengintcgrasian Batas Daerah set,agaimana dimaksud dalam Pasal 70 menggunakan Batas Daerah yang sudah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerint&han dalam negeri.

Pasal 72 . , .

Pasal 72

(1)

Pengintegrasian garis pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 menggunakan unsur garis pantai yang termuat dalam peta rupabumi Indonesia termutakhir dan telah ditetapkan oleh badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial.

(2)

Dalam hal terdapat perbedaan antara garis pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan kebutuhan rencana tata ruang, dan/ atau kepentingan hak atas tanah, persetujuan substansi oleh Menteri mencantumkan: a. garis pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan b. garis pantai sesuai kebutuhan rencana tata ruang yang digambarkan dengan simbol dan/ atau warna khusus.

Pasal 73

Pengintegrasian Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 menggunakan delineasi Kawasan Hutan termutakhir yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan atau delineasi Kawasan Hutan yang disepakati paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak dimulainya pembahasan lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf d.

Pasal 74

(1)

Pembahasan lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf d diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) Hari.

(2)

Tata cara pelaksanaan pembahasan lintas sektor dan proses penerbitan persetujuan substansi RTR wilayah kabupaten diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.

Pasal 75 ...

Pasal 75

(1)

Dalam hal rancangan peraturan daerah kabupaten tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (5) belum ditetapkan, bupati menetapkan rancangan peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak mendapat persetujuan substansi dari Menteri.

(2)

Dalam hal rancangan peraturan daerah kabupaten tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten belum ditetapkan oleh bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka dalam waktu paling lama 4 (empat) bulan terhitung sejak mendapat persetujuan substansi dari Menteri, rancangan peraturan daerah tersebut ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(3)

Penetapan rancangan peraturan daerah oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Menteri setelah mendapatkan persetujuan Presiden.

(4)

Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

(5)

Menteri menyampaikan Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada bupati.

(6)

Bupati wajib menetapkan peraturan daerah untuk melaksanakan Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) di daerahnya dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) Hari sejak Peraturan Menteri ditetapkan.

(7)

Ketentuan mengenai jangka waktu paling lama 15 (lima belas) Hari sebagaimana dimaksud pada ayat (6) termasuk pengundangan peraturan daerah dalam lembaran daerah oleh sekretaris daerah kabupaten.

(8)

Dalam hal bupati dan sekretaris daerah kabupaten tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 5 ...

Paragraf_5 Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Pasal 76

(1)

Prosedur penetapan rencana tata ruang wilayah kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf d meliputi: a. pengajuan rancangan peraturan daerah kota tentang rencana tata ruang wilayah kota dari wali kota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kota dan dilengkapi dengan: 1. berita acara pembahasan dari Pemerintah Daerah provinsi mengenai rancangan peraturan daerah kota tentang rencana tata ruang wilayah kota; 2. validasi dokumen kajian lingkungan hidup strategis dari perangkat daerah provinsi yang membidangi urusan lingkungan hidup; dan 3. rekomendasi peta dasar dari badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial. b. pembahasan rancangan peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah kota di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kota untuk menyepakati substansi yang akan disampaikan kepada Menteri; c. penyampaian rancangan peraturan daerah kota tentang rencana tata ruang wilayah kota dari wali kota kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan substansi; d. pembahasan lintas sektor dalam rangka penerbitan persetujuan substansi oleh Menteri bersama kementerian / lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kota, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kota, dan seluruh Pemangku Kepentingan terkait; e. penerbitan ... e. penerbitan persetujuan substansi oleh Menteri berdasarkan hasil pembahasan lintas sektor sebagaimana dimaksud pada huruf d; f. pelaksanaan persetujuan bersama antara wali kota dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kota berdasarkan persetujuan substansi sebagaimana dimaksud pada huruf e; g. pelaksanaan evaluasi rancangan peraturan daerah kota tentang rencana tata ruang wilayah kota oleh gubernur untuk memastikan rancangan peraturan daerah telah sesuai dengan persetujuan substansi oleh Menteri; dan h. penetapan peraturan daerah kota tentang rencana tata ruang wilayah kota oleh wali kota.

(2)

Validasi dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2 dan angka 3 diterbitkan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak diajukan oleh Pemerintah Daerah kota.

(3)

Dalam hal validasi dokumen kajian lingkungan hidup strategis dan rekomendasi peta dasar belum diterbitkan sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka dokumen yang diajukan oleh Pemerintah Daerah kota dianggap telah disetujui.

(4)

Kesepakatan substansi antara wali kota dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diterbitkan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak pengajuan rancangan peraturan daerah kota tentang rencana tata ruang wilayah kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.

(5)

Proses penetapan peraturan daerah kota tentang rencana tata ruang wilayah kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e sampai dengan huruf h dilaksanakan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan.

Pasal 77 ...

Pasal 77

Pembahasan lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf d, dilaksanakan untuk mengintegrasikan program/ kegiatan sektor, kegiatan yang bersifat strategis nasional, Batas Daerah, garis pantai, dan/ atau Kawasan Hutan.

Pasal 78

Pengintegrasian Batas Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 menggunakan Batas Daerah yang sudah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.

Pasal 79

(1)

Pen gintegrasian garis pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 menggunakan unsur garis pantai yang termuat dalam peta rupabumi Indonesia termutakhir dan telah ditetapkan oleh badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial.

(2)

Dalam hal terdapat perbedaan antara garis pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan kebutuhan RTR, dan/ atau kepentingan hak atas tanah, persetujuan substansi oleh Menteri mencantumkan: a. garis pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan b. garis pantai sesuai kebutuhan rencana tata ruang yang digambarkan dengan simbol dan/ atau warna khusus.

Pasal 80

Pengintegrasian Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 menggunakan delineasi Kawasan Hutan termutakhir yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan atau delineasi Kawasan Hutan yang disepakati paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak dimulainya pembahasan lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf d.

Pasal 81 ...

Pasal Pembahasan lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf d diseles.:-iikan dal1:1.m jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) Hari. Tata cara pelaksanaan pembahasan lintas sektor dan proses penerbitan persetujuan sub8tansi renc.:.na tata ruang wilayah kota diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri. Pasal Dalam hal rancangan peraturar1 daerah kota tentang rencana tata rua.ng wilayah kota sebagaimana dimaksud dahm Pasal 76 ayat (5) belum_ ditetapkan, wali kota menetapkan. rancangan perattiran daerah tentang renc:ina tata ruang wilayah kota paling lama (tiga) bulan terhitung sejak mendapat persetujuan substansi dari Menteri. - Dalam hal · rancangan peraturan daen:1h kota tentang .tencana tata ruang wilayah kota belum ditetapkan oleh waH kota sebagaimana dimaksl.•d pada ayat maka dalam waktu paling lama 4 (empat) bulan terhitung sejak mendapat persetujuan substansi dari Menteri, rancangan peraturan daerah tersebut ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Penetapan • rancangan peraturan dae1·ah oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pc1da ayat dilaksan'.:lkan oleh Menteri setelah mendapatkan persetujuan Presiden. Rancangan peraturan dae:..-ah sebagaimana dimaksud pada ayat ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Menteri • menyampaikan Perata.ran Menteri seba.gaimana dimaksud pada ayat kcpada wali ko!.a.

(6)

Wali kota wajib menetapkan peraturan daerah untuk melaksanakan Peraturan Menteri :::ebagaimana dimaksud pada ayat (5) di daerahnya dalam jangka waktu paling lamd • 15 (lima belas) Hari sejak Peraturan Mcnteri dit'etapkan.

(7)

Ketentu n ...

(7)

Ketentuan mengenai jangka waktu paling lama 15 (lima belas) Hari sebagaimana dimaksud pada ayat (6) termasuk pengundangan peraturan daerah dalam lembaran daerah oleh sekretaris daerah kota.

(8)

Dalam hal wali kota dan sekretaris daerah kota tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­ undangan.

Bagian Kelima

Penetapan Rencana Rinci Tata Ruang

Paragraf 1 Umum

Pasal 83

(1)

Penetapan rencana rinci tata ruang meliputi: a. penetapan rencana rinci tata ruang dan rencana zonasi ruang laut yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat; dan b. penetapan RDTR kabupaten/kota.

(2)

Rencana rinci tata ruang dan rencana zonasi ruang laut yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. RTR pulau/kepulauan; b. RTR KSN; RZ KAW; d. RZ KSNT; dan e. RDTR KPN.

(3)

Waktu ...

(3) Paragraf 2

Waktu penetapan rencana :-inci tata ruang sebagaimana dimaksud pa

Pasal 84

Penetapan reacana rinci tata ruang yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat ebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat ( hu f a dilaksanakan sesua1 dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3

Penetapan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota

Pasal 85

Prosedu.r . penetapan RDri"'R kabupaten/kota sci:>agaimana dimaksud cialam P sal 83 ayat huruf b meliputi: a. Kon ultasi Pul:>lik rancan :a1:1 peraturan kepala daerah kabupaten/kota tentang RDTR kabupaten/kota c.engan Masyarakat termasuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota; - b. penyampaian rancangan peraturan kepala daerah kabupaten/kota tentang RDTR kabupaten/kota kepada Menteri untuk inemperoleh persetujug_n substans ; c. pembahasan lintas • sektor 'dalam rangka pemberian persetujuan sub tansi oleh Menteri bersama kementerianilembaga, Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, , Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/ kota dan selun1h Pemangku Kepentingan terkait; dan d. penetapan ... d. penetapan rancangan peraturan kepala daerah kabupaten/kota tentang RDTR kabupaten/kota oleh bupati/wali kota sesuai dengan persetujuan substansi oleh Menteri.

(2)

Pemberian persetujuan substansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terhadap rancangan peraturan kepala daerah kabupaten/kota tentang RDTR kabupaten/kota dapat didelegasikan kepada gubernur. Pasal86 Pembahasan lintas sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 huruf c dilaksanakan untuk mengintegrasikan program/kegiatan sektor, kegiatan yang bersifat strategis nasional, Batas Daerah, garis pantai, dan Kawasan Hutan.

Pasal 87

Pengintegrasian Batas Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 menggunakan Batas Daerah yang sudah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. Pasal88

(1)

Pengintegrasian garis pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 menggunakan unsur garis pantai yang termuat dalam peta rupabumi Indonesia termutakhir dan telah ditetapkan oleh badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang informasi geospasial.

(2)

Dalam hal terdapat perbedaan antara garis pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan kebutuhan rencana tata ruang, dan/atau kepentingan hak atas tanah, persetujuan substansi oleh Menteri mencantumkan: a. gans ... REPLJBLIK INDONESIA a. garis pantai sebagaimana dimaksud pada ayat

(1)

; dan b. garis pantai sesuai kebutuhan RTR yang digambarkan dengan simbol cian/ atau wama khusus. P9.sal 89 Pengintegrasian Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 menggunaka.n delineasi Kawasan Hutan termutakhir yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan atau delineasi Kawasan Hutan yang disepakati paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak dimulainya pembahasan Jintas sektor sebagaiffiana dimaksud dalam Pasal huruf c.

Pasal 90

Pembahasah lintas sektor sebagaiman.a dimaksnd dalam Pasal 85 huruf c diselesaikan dalam jangka. waktu paling lan1a (dua puluh) Hari. Tata cara pelaksanaan pembahasan lintas sektor dan proses penerbitan persetujuan substansi RDTR kabupaten/kota diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.

Pasal 91

Penetapan peraturan kepala daerah kabupaten/kota tentang RDTR kabupaten/kota sebagaimana dimaksud daJam Pasal huruf d wajib dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 1 {satu) bulan terhitung sejuk endapat persetujuan substansi dari Menteri.

(2)

Dalam hal rancang'.:m pcraturan kepala daerah kabupaten/kota tentang RDTR kabupateli/kota belum di etapkan oleh bupati/wali kotq sebagaimana ,:fonaksuJ. pada a.yat ( mak dalam waktu paling iama 2 (dua) bulan terhitung sejak mendapat perset'...ljuan substansi dari • Menteri, rancangan pet"aturan kepala daerah ter5.;but ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(3)

Pcnetapan ...

(3)

Penetapan rancangan peraturan kepala daerah oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Menteri setelah mendapatkan persetujuan Presiden.

(4)

Rancangan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Menteri menyampaikan Peraturan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bupati/wali kota. Menteri kepada

(6)

Bupati/wali kota wajib menetapkan peraturan kepala daerah untuk melaksanakan Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) di daerahnya dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) Hari sejak Peraturan Menteri ditetapkan.

(7)

Ketentuan mengenai jangka waktu paling lama 15 (lima belas) Hari sebagaimana dimaksud pada ayat (6) termasuk pengundangan peraturan kepala daerah dalam berita daerah oleh sekretaris daerah kabupaten/kota.

(8)

Dalam hal bupati/wali kota dan sekretaris daerah kabupaten/kota tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) dikenai sanksi administratif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam

Peninjauan Kembali dan Revisi Rencana Tata Ruang

Pasal 92

Peninjauan kembali RTR meliputi penmJauan kembali terhadap rencana umum tata ruang dan pemnJauan kembali terhadap rencana rinci tata ruang. Pasal93

(1)

Peninjauan kembali RTR dilakukan 1 (satu) kali dalam setiap periode 5 (lima) tahunan.

(2)

Peninjauan ...

(2)

Peninjauan kembali RTR dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam periode 5 (lima) tahunan apabila terjadi perubahan lingkungan strategis berupa: a. bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan; b. perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan undang-undang; c. perubahan Batas Daerah yang ditetapkan dengan undang-undang; atau d. perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis.

(3)

Peninjauan kembali peraturan kepala daerah kabupaten/kota tentang RDTR akibat adanya perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dapat direkomendasikan oleh Forum Penataan Ruang berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 94

(1)

Dalam rangka pelaksanaan peninjauan kembali RTR yang penyusunannya menjadi kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah menyampaikan permohonan peninjauan kembali RTR kepada Menteri.

(2)

Terhadap permohonan penmJauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri memberikan rekomendasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan berupa: a. RTR yang ada dapat tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya; atau b. RTR yang ada perlu direvisi.

(3)

Dalam hal terjadi ketidaksesuaian antara: a. RTR dengan Batas Daerah; b. RTR dengan Kawasan Hutan; dan/ atau c. rencana ... c. rencana tata ruang wilayah provinsi dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang koordinasi perekonomian dapat merekomendasikan kepada Menteri agar dilakukan peninjauan kembali dan revisi rencana tata ruang wilayah provinsi dan/ atau kabupaten/kota.

Pasal 95

Revisi RTR sebagai tindak lanjut dari penmJauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) huruf b menggunakan prosedur penyusunan dan penetapan RTR. Revisi RTR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki Orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal revisi RTR mengubah fungsi perubahan fungsi ruang tidak serta mengakibatkan perubahan pemilikan penguasaan tanah. ruang, merta dan

(4)

Perubahan pemilikan dan penguasaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­ undangan di bidang pertanahan.

Pasal 96

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan peninjauan kembali dan revisi RTR diatur dalam Peraturan Menteri.

BAB III ...

BAB Ill

PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 97

Pelaksanaan. Pemanfaatan Ruang dilakukan melalui: a. pela sanaan Kesesuaian Ruang;dan Kegiatan Pemanfaatan b. pelaksanaan sinkronisasi Ruang. pro3ram Pemanfaatan

Bagian Kedua

Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang ?aragraf 1 Umum

Pasal 9S

(1)

Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan .Pcman.faatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 huruf a terdiri atas: a. Kesesuaian t{egiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiF..t:-:tn berusaha; b. Kese.'.;uaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan nonberusaha; dan c. Kesesuaian Kegiatan Pemanfas.tan Ru&ng untuk kegiatan yang bersifat strategis nasional. I

(2)

Kesesuaian Kegiatc n Pemanfaatap Ruang sebagaimana diinaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Menteri.

(3)

KesesuajJ::1.n ...

(3)

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada nyat di Perairan Pesisir, wilayah perain.n, dan wilayah yurisdiksi, diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat ( berlaku selama (tiga) tahun sejak diterbitkan oleh Menteri. Kcsesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana din!aksud pada ayat di Perairan Pesisir, wilayah perairan, dan \\rilayah yurisdiksi berlaku sampai dengan berakhirnya Perizinan Berusaha dan perizinan non berusaha lainnya. Dalam hal Perizinan Berusaha dan penzman nonberusaha sebagaim ma dimaksud pada ayat belum diterbitkan, maka Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang di Perairan Pesisir, wilaya:h perairan, dan • wilayah yurisdiksi berlaku untuk jangka waktu (dua) tahun sejak diterbitkan oleh menteri yang mcnyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelaut-':ln. Kese:suaian Kegiatan Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat dan dapat berupa keputusan: disetujui; atau Ruang ayat

(3)

, b. ditolak dengan disertai alasan penolakan. Kesesuaian (egiatan Pemanfaatan Ruang menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan revisi RTR. Pasa199 Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemcrintah di bidang kelautan melakukan pencatatan, pengadministrasian, dan pemutakhiran data lokasi Kesesuaian Kegiat2.n Pemanfaatan Ruang sesuai kewenangannya. Keten1.ua11 ... Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan, pengadministrasian, dan pemutakhiran data sebagaimana dimaksud pada ayat diatur dengan Peraturan Menteri dan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan sesuai kewenangannya.

Paragraf 2

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Untuk Kegiatan Berusaha Pasal Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat huruf a diperoleh melalui OSS.

(2)

Setelah memperoleh Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Rua11g sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), Pelaku Usaha dapat mengajukan permohonan Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-unda.ngan.

(3)

Pelaku Usaha dapat r.1elaksan9.kan kegiatan Pemanfaatan Ruang setelah memperoleh Perizinan Berusaha. Pasal Kesesuaian • Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat meliputi: a. kegiatan berusaha untuk non-Uf K; dan b. kegiatan berusaha unt UMK..

(2)

Pelaksanaan Kesesuaian Kegi9.tan Pemanfaatan Rua:ig untuk kegiatan berusaha non-UMK sebagaimana dimaksud pada ayat huruf a dilakukan melalui: a. Konfirmasi ... a. Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; atau b. Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

(3)

Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) di Perairan Pesisir, wilayah perairan, dan wilayah yurisdiksi, dilakukan melalui Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfataan Ruang Laut. ·Pasal 102 Konfirmas Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) huruf a diberikan berdasarkan kesesuaian rencana lokasi kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan RDTR.

Pasal 103

Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan be:rusaha dilaksanakan melalu1 OSS dengan tahapan: a. pendaftaran; b. • penilaian dokumen usulan_ kegiatan Pemanfaatan Ruang terhadap RDTR; dan penerbitan Konfirmasi Pemanfaatan Ruang. Kesesuaian Kegiatan

Pasal 104 (1)

Pendaftaran seb .gaimana dimaksud dalam Pasal 103 hun1f a paling sedikit dilengkapi dengan: a. koordinat lc,kasi; b. kebutuhan luas lahan kegiatan Pemanfaatan Ruang; - • c. informasi penguasaan tanah; d. informasi jenis usaha; e. rencana ... e. rencana jumiah lantai bangunan; dan f. rencana luas lantai bangunan.

(2)

Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang s bagaimana dimaksud da!am Pas l huruf c, paling st:dikit memuat: a. lokasi kegiatan; b. jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang; c. koefisien dasar bangunan; d. koefisien lam..ai bangunan; e. ketentuan tata bangunan; dan persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang. Pasal Jangka waktu penerbitan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal huruf c paling lama 1 (satu) Hari s jal{ pendaftaran atau pembayaran penerimaan negara bukan pajak. Pasal PersetuJuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat (2) huruf b diberikan dalam hal belum tersedia RDTR di lokasi rencana kegiatan Pemanfaatan _Ruang.

(2)

Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut untuk kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam rasal ayat diberikan untuk kegiatan Pemanfaa:an Ruang Laut secara menetap di Perairan Pesisir, wilayah perairan, dan wilayah yurisd1ksi. Pasal 107 ... REPLJBLIK INDONESIA

Pasal 107

(1)

Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatah berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dilaksanakan melalui OSS dengan tahapan: a. pendaftaran; b. penilaian dokumen usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang terhadap RTR, RZ KSNT, dan RZ KAW; dan c. penerbitan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. Persetujuan Keses aian Kegiatan Pemanfaatan Ru 1.r g untuk kegiatari berusaha diberikan tanpa me!alui tahapan penilaia.n dokumen usulan kegiatan Pemanfaatan Ru .ng untuk permohonan yang perlokasi di: . a. kawasan industri dan kawasan pariwisata yang telah memiliki Perizinan BeD,1saha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan b. kawasan ekonomi khusus yc1ng telah ditetapkan sesuai dengan kete;ituan peraturan perundang­ undangan.

Pasal 108

(1)

Pendaftarn.n sebagaimana dimaksud delam Pasal 107 ayat ( hu:i.uf a paling sediidt dilengkapi dcngan: a. koordinat lokasi; b. kebu.tuhan luas lahan kegiatan Pemanfaatan Ruang; c. informasi penguasaan tanah; d. informaf,i jenis .1s2.l!a; e. rencana jumlah !ant:ai bangunan; f. rencana luas lantai bangunan; dan g. rencana teknis bangunan dan/ atau rertcana induk kawasan. Pf'.rsetujuan ...

(2) RTR KSN;

Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) diberikan setelah dilakukan kajian dengan menggunakan asas berjenjang dan komplementer berdasarkan: a. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota; b. rencana tata ruang wilayah provinsi; d. RZ KSNT; e. RZ KAW; f. RTR pulau/kepulauan; dan/atau g. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

(3)

Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dengan memperhatikan pertimbangan teknis pertanahan. Pertimbangan teknis pertanahan dimaksud pada ayat (3) terkait dilaksanakan oleh kantor pertanahan. sebagaimana lokasi usaha

(5)

Kantor pertanahan menyampaikan pertimbangan teknis pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 10 (sepuluh) Hari terhitung sejak pendaftaran atau pembayaran penerimaan negara bukan pajak.

(6)

Dalam hal kantor pertanahan tidak menyampaikan pertimbangan teknis dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), kantor pertanahan dimaksud dianggap telah memberikan pertimbangan teknis.

(7)

Berdasarkan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pertimbangan teknis pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri menerbitkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

(8)

Persetujuan ...

(8)

Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (7), paling sedikit memuat: a. lokasi kegiatan; b. jenis peruntukan Pemanfaatan Ruang; c. koefisien dasar bangunan; d. koefisien lantai bangunan; e. indikasi program Pemanfaatan Ruang; dan f. persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang.

Pasal 109

Perubahan peru.ntu\{ru dan fungsi serta penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pemLdilgunan di luar kehutanan ber!aku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kchutanan.

(2)

Pemanfaatan Ruang yang !okasinya berada pada Kawasan Hutan yang· mengalami perubahan peruntukan dan fungsi serta bdum· dimuat dalam RDTR maka kegiatan Pemanfaatan Ruang dilaksanakan setelah mendapq_tkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha.

(3)

Persetujuan Kcsesu3.ian K giatan Pemanf tan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan s suai tahapan dan ketentu'an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 dan Pasal 108.

Pasal 110

Persetujuan Kesesuaian Kegiatan' Pemanfaatan Ruang Laut un1uk kegiatan berusaha seb&..gaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (3) dilaksariakan melalui OSS dengan tahapan: a. per daftaran . . . a. pendaftaran; b. penilaian dokumen usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut terhadap RTR, RZ KSNT, dan RZ KAW; dan penerbitan Persetujuan Pemanfaatan Ruang Laut. Kesesuaian Kegiatan Pasal Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 hun1f paling sedikit dilengkapi dengau: a. koordinat lokasi; b. rencana bangunan dan instalasi di Laut; c. kebutuhan luas kegiatan Pemanfaatan Ruang di Laut; d. informasi Pemanfaatan Ruang di sekitarnya; dan e. kedalaman lokasi.

(2) RTR KSN;

Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut untuk kegiatan ben1saha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110• diberikan setelah dilakukan kajian dengan • mengg\Jnakan asas be1jenjang dan komplementer berdasarkan: a. rencana tata ruang wilayah provinsi; c. RZ KSNT; d. RZ KP-AW;· e. RTR pula--..t/kepulauan; dan/atau f. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laµt tid&k dapat diberikaq di zona inti Ke.wasan Konservctsi di Laut. PerseL1juan Kesesuaian Kegiat3.n Pcm_anfaatan Ruang Lm '!.t dapat diberikan di wilayah masyarakat hukum adat • setelah mendapat persetujuan masyarakat hukum adat.

(5) REPUBLIK INOONESIA

Persetujuan ...

(5)

Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut d: Kawasan Konservasi di La.ut tidak diberikan di dalam maupun di luar zona inti sebagaimana dimaksud pada ayat (3), untuk kegiatan: a. pertambangan terbuka; b. dumping (pemhuangan); dan c. reklamasi.

(6)

Dalam hal kcgiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) secant teknis tidak dimungkinkan untuk dipindahkan dari Kawasan Konservasi di Laut, Persetujuan Kesesuaian Kegiatar.. Pemanfaatan Ruang La.ut ai Kawasan Konserv&si di Laut hanya dapat diberikan untuk: a. kegiatan yang bersifat strategis nasional yang ditetapkan dengan peraturan perundang­ undangan; da / ata.u b. kepentingan pengeblaan Kawasan K0nservasi di Laut.

(7)

Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut sebagaimana dimaksud pada ay:u (2), mempertimbangkan: a.· jenis kegiatan dan skala usaha; h. daya dukung dan da_ya tampung/ketersediaan n1ang Laut; c. kebutuhan ruang untuk mendukung kepentingan kegiatan; d. Pemanfaatan Rua'.lg Laut yang telah ada; e. teknologi ya 1.g digu.nakan; dan potensi dampak li.ngkungan yang ditimbulkan.

(8) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Pe1 setujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang La'..lt sebagaimar1a dimaksud dalam Pasal 110 hutuf c, paling edikit memuat: a. lokasi ... a. lokasi kegiatan; b. jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut; dan c. hak dan kewajiban pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut.

Pasal 112

Jangka waktu penerbitan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal !07 ayat (1) huruf c dan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 huruf c paling lama 20 (dua puluh) Hari dihitung sejak pendaftaran atau pembayaran penerimaan negara bukan pajak.

Pasal 113

(1)

Penerbitan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1) huruf c dapat didelegasikan kewenangannya kepada gubernur, bupati, atau wali kota tanpa mengurangi kewenangan Menteri.

(2)

Penerbitan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut untuk kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 huruf c di Perairan Pesisir, dapat didelegasikan kewenangannya kepada gubernur tanpa mengurangi kewenangan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan.

(3)

Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan pertimbangan Forum Penataan Ruang.

Pasal 114 ...

PRESIOEN REPUBLIK INDONESIA

Pasal 114

(1)

Dalam hal Menteri, gubernur, bupati atau wali kota sesuai kewenangannya tidak menerbitkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pem:infaatan Ruang untuk kegiatan berusaha dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112, Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang diterbitkan oleh Lembaga OSS. Dalam hal menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan tidak m.enerbitkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut untuk Perizinan Berusaha di Laut dale.m jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pa.snl 112, Persetujuan Kesesuaian Kegia.tari Pemanfaatan Ruang Laut

Pasal 115

Kegia(an'· Pemanfaatan Ruang yang dilakukan oleh Pelaku Usaha yang termasuk dalam kelompok UMK sebngaimana dimaksud dalam Pz..sal 101 ayat (1) huruf b, tidak melalui proses penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaata.n R uang. Pelaku UMK sebagainm.na dimaksud pada ayat membuat pernyataan mandiri bahwa, kegiutan usahanya telah scsuai dengan RTR. Dalam hal pernyataan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terhukti tidak benar, kegiatan pemap.faai::an ruangnya di1akuka_n pembinaan oleh kementerian/lembaga dan/atau perangkat daerah.

Paragraf 3 ... PRESIDEN REPUBLIK • INOONESIA

Paragraf 3

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Untuk Kegiatan N0n berusaha t>asal 116

(1)

Pelaksanaan Kesesuaian Kegiata:i1 Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan n01iberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat ( ! ) huruf b diperoleh melalui sistem elektronik yang diselenggarakan oleh Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan sesuai deP..gan kewenangannya.

(2)

Setelah memperoleh Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruarig untuk kegiatan nonberusaha, pemohor: melakukan kegiatan Pemanfaatan Ruang sete!ah ,nemenuhi persyaratan s suai dengan ketentun.J1 peraturan perundang-undangan.

Pasal 117

(1)

Pelaksanaa'l Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiat·J!1 nonberusaha s bagri.imar1a dimaksud dalc-m Pasal 116 ayat (1) dilak1.;1kan melalui: a. Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemal"lfaatan Ruahg; atau b. er tujuan Kesesuai n Kegiata=.1 ·Ruar..g. Pemanfaatan

(2)

Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruc-,ng untuk kegiatan nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasr.11 116 ayat (1) di Perairan Pesisir, wilay&h perairan, dan wilayah yurisdik i, dilakukan melal ,. ui: ' • a. konfirmasi kesesu'3.ian ruang laut; atau b. Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfo.atan Ruang Laut.

Pasal 118 ... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Pasal 118

Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat huruf a diberikan berdasarkan kesesuaian rencana lokasi kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan RDTR.

Pasal 119

Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan P manfaatan Ruang untuk kegiatan nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (1) huruf a dilaksanakan melalui sistem elektronik yang diselenggarakan ole-h Menteri dengan tahapan: a. pendaftarari; b. pen,ilaian dokumen usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang terhadap RDTR; dar.. c. penerbitan Konfirmasi Pemanfaatan Ruang. Kesesuai.an Kegiatan

Pasal 120 PRESIOEN REPUBLIK INDONESIA

Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal huruf a paling sedikit dilengkapi dengan: • a. koordine.t lokasi; b. kebutuhan luas lahan kegiatan Pemanfaatan Ruang; c. informasi penguasaan tanah; d. informasi jenis kegiatan; e. rencanajumlah lantai ba.ngunan; dan f. rencana luas lantai bangunan. Konfirmasi Xcse;:;uaian !(egiatan Pemanfaata.. Ruang sebagaimana di.maks"J

Pasal 121

Jangka waktu penerbitan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan nonberusaha sebag&.imana dimaksud da'am Pasal 119 huruf c paling lama (satu) Harl sejak pendaftaran atau pembayaran penerimaan negara bukan pajak.

Pasal 122

(1)

Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (1) hurui b diberikan dalam hal belum tersedia RDTR di lokasi .rencana kegiatan Peman aatan Ruang. • •

(2)

Pe!" etujuan Kesesuaian Kegiat4n Pemanfaatan Ruang Laut untuk kegi tan. nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pe.sal 117 ayat (2) hun1f b diPerikan untuk kegie.tan Pemanfaatan Ruang Laut secara menetap di ?erair'd.n Pesisir, wilayah perairan, dc1.n wilayah yurisdiksi.

Pasal 123 RZ KAW;

Per etujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan nonberusaha sebagaimana dimaksud dalarn Paso.I 122 ayat (1) dilaksanakan melalui sistem elektror..ik yang diselenggarakan olci1 Menteri dengan c.ahapan: a. pendaftaran; b. penilaian dc:<.umen usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang terhadap RTR, RZ KSNT, dan dan c. penerbitan ... penerbitan Persetujuan Pemanfaatan Ruang. Kesesuaian Kegiatan

Pasal 124

Pendaftaran sehagaimana dimaksud dalarn Pasal huruf a paling sedikit dilengkapi dengan: a. koordinat lokasi; b. kebutuhan luas lahan kegiatan Pemanfaatan Ruang; c. informasi penguasaan tanah; d. informasi jenis kegiatan; e. rencana jumlah lantai bangunan; f. rencana lua5 la.ntai bangunan; dan g. rencana teknis bangunan dan rencana induk kawasan.

(2) RTR KSi ;

Persetujuan Kese5uaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 diberikar1 setela.h dilakukan kajian dengan -- menggunakan asas Lerjenjang dan komplementer berdasarkan: a. rencaria tata ruang wilayah kabupaten/kota; b. rencana tata 1uang wilayah provinsi; d. RZ KSNT; e. RZKAW; f. RTR pulau/kcpulauan; dan/ at.au g. Ren1.. ana Tata Ruang Wilayah Nar,ional.

(3)

Pcrsetujuc!n Kesesuaian Kegiatan Perrn:1.nfaatan Ruang untuk kegiatan nonberusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dengan memperhatikan pertimbangan teknig pertanaharJ.

(4)

Pertimbang8..;-ri teknis pertanahan se1:Jagaimairn. dimaksud pada ayat (3) terkait lokasi kegiatan dilaksanakan okh xantor pertanahan. Kantor ...

(5)

Kantor pertanahan menyampaikan pertimbangan teknis pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 10 (sepuluh) Hari terhitung sejak pendaftaran atau pembayaran penerimaan negara bukan pajak.

(6)

Dalam hal kantor pertanahan tidak menyampaikan pertimbangan teknis dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), kantor pertanahan dimaksud dianggap telah memberikan pertimbangan teknis pertanahan.

(7)

Berdasarkan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pertimbarigan teknis pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri menerbitkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

(8)

Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (7), paling sedikit memuat: a. lokasi kegiatan; b. jenis perunttLkan Pemanfaatan Ruang; c. koefisien dasar bangunan; cl. koefinien lantai bangur1an; e. -indikasi program Pemanfaatan Ruang; dan f. persyaratan pelaksanaan k giatan Pemanfaatan Ruang.

Pasal 125

Perubahan pcn1ntukan dan fungsi serta penggunaan Kawasan Hutan ur.tuk kepentingan pemuan'?;unan di luar kehutanan berlaku ketentuan pe:raturan perundang-undangan di bidang kehutanan.

(2)

Pemanfoatan Ruang yang lokasinya berada pada Kawasan Hutan yang meagalami perubahan peruntukan dan fungd serta belum dimuat dalam RDTR, maka kegiatan pem?.nfaatan ruangnya dilaksanakan setelah mendapatkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan nonberusaha.

(3)

Persetujuan ....

(3)

Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) d;berikan sesuai tahapan dan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 dan Pasal 124.

Pasal 126

Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut untuk kegiatan nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (2) dilaksanakan melalui sistem elektronik oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dengan tahapan: a. pendaftaran; b. penilaian dokumen usulan. kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut terhadap RTR, RZ KSNT, dan RZ KAW; dan penerbitan Persetujuan Pemanfaatan Ruang Laut. Kesesuaian Kegiatan

Pasal 127

(1)

Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf paling sedikit dilengkapi de:-16q_n: a. koordinat lokasi; b. .rencana bangunan dan instalasi di Laut; c. kebutuhan luas kegiatan Pemanfaatan Ruang di Laut; d. informasi Pemanfadtan Ruang di sekitarnya; dan e. kedalaman lokasi.

(2) RTR KSN; RZ KSNT ...

Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut untuk k iatan nonberusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 diherikan setelah dilakukan kajian dengan men·ggunakan asas berjenjang dan komplementer berdasa.rkan: a. rcncana tata ruang wilayi..h kab .1paten/kota; b. rencana tata ruang wilayah provinsi; REPLJBLIK INDONESIA d. RZ KSNT; e. RZ KAW; RTR pulau/kepulauan; dan/atau g. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

(3)

Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut tidak dapat diberikan di zona inti di Kawasan Konservasi di Laut.

(4)

Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut dapat diberikan di wilayah masyaraka.t hukum adat setelah mendapat persetujuan masyarakat hukum adat.

(5)

Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut di Kawasan Konservasi di Laut tKlak diberikan di dalam , maupun di luar zona inti sebagaimana dimaksud pada ayat (3), untuk kegiatan: a. pertambangan terbuka; b. dumping {pembuangan); dan c. reklamasi.

(6)

Dalam hal kogiatan sebagaimana dimaksud paJa ayat (5) secara teknis tidak dimungkinkan untuk dipindahkan dari Kawasan Konservasi di Laut, PersP.tujuan Kesesuaian K giatan Pemanfaatan Ruang Laut di Kawasan Konservasi .di Laut hanya dapat diberikan untuk: •• a. kegiatan yang bersifat strategis -nasional yang ditetapkan dengan perat .1ran perundang­ undangan; dan/atau b. kepentingan pcngelolaan Kawasan l':onservasi ri.i Laut.

(7) REPUBLIK INDONESIA

Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruan ' g Laut sebagaimana dimaksud pada ayat {'2), mempertimbangkan: a. j(.niE kegiatan dan skala kegiata.i1; b. daya dukung dan df..ya tampung/kctersediaan ruang Laut; c. kebutuhan ... c. kebutuhan ruang untuk mendukung kepentingan kegiatan; d. Pemanfaatan Ruang Laut yang telah ada; e. teknologi yang digunakan; dan f. potensi dampak lingkungan yang ditimbulkan. Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf c, paling sedikit memuat: a. lokasi kegiatan; b. jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut; dan c. hak dan kewajiban pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut

Pasal 128

Jangka waktu penerbitan Persetnjuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 huruf c dan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf c paling lama 20 (dua puluh) Hari dihitung sejak pendaftaran atau pembayaran penenmaan negara bukan pajak.

Pasal 129

Penerbitan Persetujuan Ke8esuaian Kegiatan Pemanfa tan Ruang untuk - kegi_atan nonberusaha sebagaimana dimaksud Pas9.l 123 huruf c dapat didelegasikan kewenangannya kepada gubemur, bupati, ata11 wali kota tan pa mengurangi kewenangan Menteri.

(2)

Penerbitan . P rsetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut untuk kegiatan nonberusaha sebaS?;aimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf c di Perairan Pesisir, dapat didelegasikan kewenangannya kepada gubernur ta:npa mengurangi kewenangan menteri yang IJ.1enyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan.

(3)

Persetujuan ...

(3)

Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiata.n nonberusaha scbagaimana dimaksud pada ayat ( dap&t diberikan dengan pcrtim bangan Forum Penataan Ruang.

Pasal 130

Dalam hal Menteri, gubernur, bupati atau wali kota sesuai kewenangannya tidak menerbitkan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan nonben1saha dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128, Persetujua.a Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang diterbitkan oleh sistem ·-elektronik yang •diselenggara.kan oleh Menteri.

(2)

Dalam hal menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan tiddk menerbitkan Persetuju&n Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut untuk kegiatan nonb rusaha di Laut dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128, Persetujuan Kesesuaian Kegiatan :pemanfaatan Ruang Laut diterbitkan oleh sist m elektronik yang diselenggarakan oleh menteri yang menyelenggaral:an urusan pemerintahan di bidang kelautan.

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pendelegasian kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat diatur dalam Peraturan Menteri.

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai • pendelegasian kewenangan sebagaimana Jimaksud dalam Pasal 129 ay'l.t (2) diatur dalam peraturar£ menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan. Pasal Konfirmasi !

(2)

Kegiatan ...

(2)

Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut oleh instansi Pemerintah Pusat dan/ atau Pemerintah Daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan yang dibiayai oleh anggaran pendapatan dan bclanja negara dan/ atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Pasal 132

Konfirmasi kesesuaian ruang laut sebaga{mana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dilaksanakan melalui sistem elektronik yang diselenggarakan oleh menteri yang menyelenggarakan utu.san pemerintahan di birlang kelautan dengan tahapan: a. pendaftaran; b. penilaian dokumer1 usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut terhadap RTR, RZ KSNT, dan RZ KAW; dan c. penerbitan konfirmasi kesesuaian ruar,g laut.

Pasal 133

(1)

Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 huruf a paling sedikit dilengkapi dengan: a. koordinat lokasi; b. kebutuhan luas kegiatan Pemanfaat.an Ruang Laut; c. kedalaman lokasi; dan d. data/ peta Pemanfaatan Ruang Laut yang telah ada.

(2) RTR KSN;

K0nfirmasi kesesuaian ruang laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 diberikan setelah dilakukan kajian dengan menggunakan asas berjenjang dan komplementer berdasarkan: a. rencana tata ruan wilayah kabupaten/kota; b. rencana tata ruang wilayah provinsi; d. RZ KSNT ... d. RZ KSNT; e. RZKAW; f. RTR pula.u/kepula.uan; dan/atau g. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

(3)

Konfirmasi kesesuaian ruang laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 mempertimbangkan: a. jenis kegiatan dan skala kegiatan; b. daya dukung dan daya ta..tnpung/ketersediaan ruang Laut; c. kebutuhan ruang untuk mendukung kepentingan kegiatan; d. Pemanfaat8:n Ruang Laut yang telah ada; e. teknologi yan·g dighnakan; dan f. potensi danipak lingkungan yang ditimbulkan.

(4)

Konfirmasi kesesuaia.n ruang laut seLc1.gaimana dimaksud dalam Pasal 132 huruf c, paling sedikit memuat: a. lokasi kegiatan; b. jenis kegiatan Pemanfaatan Ruar:g Laut; dan c. hak dan kewajiban pclaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut.

Pasal 134

Jangka waktu pencrbitan. konfirmasi kesesuaian ruang laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 huruf c paling lama 14 (empat belas) Hari dihitung sejak pendaftaran.

Pasal 135

(1)

Penf!rbitan konfirmasi kescsuaian ruang laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 huruf c dapat didelegasiker kewenangannya kepada gubernur tanpa mengura..rigi kewenangan menkli. yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bida.ng kelautan.

(2)

Dalam ...

(2)

Dalam hal menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan atau gubemur sesuai kewenangannya tidak memberikan persetujuan atau pcn0lakan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan atau gubernur dianggap telah memberikan konfirmasi kesesuaian ruang laut.

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pendelegasian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan. Paragr&f 4 Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Untuk Kegiatan Yang Bersifat St.rategis Nasional

Pasal 136

(1) KSNT.

Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan yang bersifat strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1) huruf c, diberikan untuk: a. rencana kegiatan Pemunfaatan Ruang yang termuat dalam RTR, RZ KAW, atau RZ KSNT; dan b. rencana kegiatan· -Pemanfaatan Ruang yang belum termu.at

(2)

Kegiatan yang bcrsifat strategis nasional sebagaimana dh"aaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

(3)

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Menteri dan menteri yang menyeJenggarakan urusan pemerintahan _di bidang kelautan sesuai . dengan kewenangannya.

(4)

Kesesuaian ... Kesesuaian Kegiatan Pemanfaat.an Ruang sebagaimana dimaksud paoa ayat dimohonkan oleh menteri, kepala lembaga, gubernur, bupati, atau wali kota.

Pasal 137 RTR, RZ KAW, RZ KSNT,

Kesesuaian I(egiatan Pemanfaatan Ruang untuk rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang yang termuat dalam RTR, RZ Y..AW, atau RZ KSNT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (1) huruf a, dilakukan melalui: a. Konfirmasi Kesesuaian Kegiat.Jn Pemanfaatan Ruang;dan b. • Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang uutuk rencana kegia an Pemanfaatan Ruang yang termuat dalam atau sebs.gaimana dimaksud dalam ..Pasal 136 ayat (1) huruf a pada Perairan Pesisir, wilayah perairan, dan wilayah yurisdiksi dilakukan melatu,. Persetu_p1an Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut. > • • I K.onfiri:nasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada a.yat huruf a diberikan dengan tahapan dan ketentuan sebagaimana. dir..1aksud dalam Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, dan Pas&l 121. Persetujuan Kesesvaian Kegiatan Pemanfaatan f

Pasal 124, dan Pasal 128. •

Persetujuan Kesesuaian Kegia·:an Pe:manfaatan Ruang Laut sebagaimana dimaksud pada ayat diberikan dengan tahapan dan ketentuan sebagaimana dimak.sud dalam Pasal 122, Pasal 126, Pasal 127, dan

Pasal 128. •

Pasal 138 ... Pasal Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang yang belum tennuat dalam RTR, RZ KAW, dan RZ KSNT sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat huruf b, dilakukan melalui Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pe:manfaatan Ruang. Rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat dapatjuga berupa: a. rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang di atas tanah Bank Tanah; dan/ atau b. rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang di kawasan atau di atas tanah yang d.kan diberikan hak pengelolaan untuk ¼"egiatan yang bersifat strategis nasional. Kegiatan Pemanfaatan Ruang di atas hak pengelolaan sebagaimana dimaksuJ pada ayat mengacu kepada rencana indl1k kawasan. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruan untuk rencana kegiatan Pemanfaatan Ruang yang belum termuat dalam RTR, RZ KAW, dan RZ KSNT sebagaimana dimaksud da!arr Pasal ayat ( hu!Uf b pada Perairan Pesisir, wilaya.h perairan, dan wilayah yurisdiksi, dilakukan mehlui Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaalan Ruang Laut. Pasal t39 Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan yang bersifat strategis ,. nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat dilaksanakan dengan taha pan: a. pendaftaran; b. peniJainn• dokumen usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang .terhadap RTR, RZ KP- W, dan RZ KSNT; dan c. penerbitan Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

Pasal 140 ...

Pasal 140

Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal huruf a paJing sedikit dilengkapi deng n: a. koordinat lokasi; b. kebutuhan luas lahan kegiatan Pemanfaatan Ruang; c. informasi penguasaan tanah; d. informasi jenis kegiatan; e. rencana jumlah lantai bangunan; f. rencana luas lantai bangunan; g. dokumen prastudi kelayakan kegmtan Pemanfaatan Ruang; dan h. rencana teknis bangunan dart/ atau rencana induk kawasan. Rekornendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan yang bcrsifat strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat diberikan dengan mempertimbangkan tujuan Penyelenggaraan Penataan Ruang untuk mewujudkan n1ang ymg aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.

(3)

Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan yang bersifat strategis i1as1onal sebagaimana dimaksud pada ayat diberikan dengan memperhatikan p.::rtimbangan teknis pertanahan.

(4)

Pertimbangan teknis pertanal1an sebagaimana Jimaksud pada ayat (3) terkait lokasi kegiatan dilaksanakan oleh kantor pertanahan.

(5)

Kantor pertanahan meny2_mpaikan pertimbangan teknis pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 10 (sepuluh) Hari terhitung sejak pendaftaran atau pembayaran penerimaan .negara bukan pajak.

(6)

Dalam hal kantor pertanahan tidak menyampaikan pP.rtimbangan teknis dalatn jangka waktu sebaga.imana dimaksud pada ayat (5) kantor renanahan dimaksud dianggap - telah memberikan pertimbangan teknis pertanahan.

(7)

Berdasarkan . . . PRESIOEN REPUBLIK INDONESIA

(7)

Berdasarkan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pertimbangan teknis pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3)

, Menteri menerbitkan Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

(8)

Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (7), paling sedikit memuat: a. lokasi kegiatan; b. jenis peruntukan Pemanfaatan Ruang; c. koefisien dasar bangunan; d. koefisien lantai bangunan; e. informasi indikasi program Pemanfaatan· Ruang terkait; dan f. persyaratan pelaksanaan kegiatan Pemanfaatan Ruang.

Pasal 141

(1)

Jangka waktu penerbitan Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 huruf c paling lama 20 (dua puluh) Hari dihitung sejak pendaftaran atau pembayaran penerimaan negarn bukan pajak.

(2)

Dalam hal Menteri tidak memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dianggap telah memberikan Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemaafaatan Ruang.

Pasal 142

(1)

Setelah memperoleh Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan yang bersifat strategis • nasional sebagaimana dimaksud dalam Pa3al 141 ayat (1), pemohon cl.apat melakukan kegiatan Pemanfaatan Ruang.

(2) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Kegiatan ...

(2)

Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana aimaks11d pada ayat dilaksanakan sesuai dengar.i ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur Perizinan Berusaha berbasis risiko.

Pasal 143

Perubahan peruntukan dan fungsi serta penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kehutanan berlaku ketentuan peraturan peruridang-undangan di bidang kehutanan.

(2)

Pemanfaatan Ruang yang lokasinya berada pada Kawasan Hutan yang mengalami • perubahan peruntukan dan fungs1 serta belum dimuat dalam RTR, maka kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan setelah mendapatkan Rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

(3)

Rekc,menJasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)·c1iberikan sesuai tahapan dan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dan Pasal 140.

Bagian Ketiga

Pelaksanaan Sinkronisasi Program Pemanfaatan Ruang

Pasal 144 RTR KSN ... RTR KSN;

Pelaksanaan sinkronisasi progra::n Pemanfaatan Ru:=tng sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 huruf b dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pelaksanaan Ruang yang sebagaimana terhadap: sinkronisasi program Pemanfaatan dilaksanakan oleh Pemerinta'1 Pusat dimak':iud pada ayat dilakukan a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. RTR pulau/kepulauan; REPUBLIK INDONESIA d. RZ KAW; dan e. RZ KSNT. Pelaksanaan sinkronisasi program Pemanfaatan Ruang yang dilaksanakan oleh Pemerintah Datrah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap: a. rencana tata ruang wilayc.h pro,insi; b. rencana tata ntang wilayah kabupaten; dan/ atau c. rencana tata ruang wilayah kota. Pelaksanaan sinkronisasi program Pemanfaatan Ruang dilakukan berdasarkan indikasi program utama yang termua.t dalam RTR seba.gaimana dimaksud pada ayat huruf a, huruf b, dan l1uruf c, serta ayat (3). • Pelaksanaan sinkronisasi program Pemanfaatan Ruang dilakukan dengan men.yelaraskan indikasi program utama dengan• program sektoral dan kewilayahan dalam dokumen rencana pembangunan seca:ra terpadu.

Pasal 145

Sinkronisasi program menghasilkan dokumeni Pemanfaatan Ruang a. sinkronisasi program Pemaufaatan Ruang jangka menengah 5 (lima) tahunan; dan· b. sinkronisasi program Pemanfaatan Ruang jangka pendek 1 (satu) tahunan.

(2)

!Jokumen sinkronisasi program Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat menjadi masukan untuk ptnyusunan rencana pembangunan dan pelaksanaan peni;ijauan kembali dalam rangka revisi RTR.

Pasal 146 ... REPIJBLIK INDONESIA

Pasal 146

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan/ atau pelaksanaan sinki onisasi program Pemanfaat8.!1 Ruang diatur dengan Peraturan Menteri.

(2)

Ketentuan lebib. lanjut mengenai pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan.

BAB IV

PENGEN.DALIAN PEMANFAATAN RUANO

Bagian Kesatu Umum

Pasal 147 RTR;

Pengendalian Pemanfaata'l Ruang dilaksanakan untuk mendorong terwuju::J.nya Tata Ruang sesuai dengan RTR. Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayot dilaksanakan untuk mendorong setiap Orang agar: a. menaati RTR yang telah ditetapkan; b. memanfaatkan ruang sesuai dengan dan c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam per yaratan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Rua11g. •

Pasal 148

Pengendalian Pemanfaatan. Ruang sebagaimanR dimaksud dalam Pasal 147 r.lilakukan n1elalui: • a. penilaian . . . REPUBLIK INDONESIA a. penilaian pelaksanaan K sesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan pernyat2ai1 mandiri pelaku UMK; b. penilaian perwujudan RTR; c. pemberian insentif dan disinsentif; d. pengenaan sanksi; dan e. penyelesaian sengketa Penataan Ruang. BE..gian Kedua Penilaian Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pe_mantaatan Ruang

Pasal 149 PRESIOEN REPUBLIK INDONESIA

Penilaian pelaksan:.=i.an Pemanfaatan Ruang memastikan: Kesesuaian dilaksanakan Kegiatan untuk a. kepatuhan pelaksanaan ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;

(2)

Penilaian pelaksanaan ketentuan dalam dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat dapat didelegasikan kepada gubernur, bupati, atau wali kota sesuai kewenangannya.

(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pendelegasian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Ment ri. Pasal Penilaian pemenuhan prosedur perolehan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan ·Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal- ayat huruf b dilakukan untuk memastikan kepatuhan pelaku pembangunan/ pemohon terhadap tahapan d.an persyaratan perolehan Kesesua;.aP.. Kegiatan Pemanfaatan Ru3.Ilg sesuai dengan ketentuan peraturan pe1undang­ undangan.

(2)

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimal{sud pada ayat ( yang diterbitkan dan/ atau diperoleh dengar: tidak melalui prosedur yan.g benar, batal demi hukum.

(3)

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaat n Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat y ng tidak sesuai lagi akibat ada.nya perubahan RTR • da.pat dibatalkan - oleh instansi pemerintah yang menerbitkan Kesesliaian Kegiatan Pemanhatan Ruang.

(4)

Terhadap kerugian yang _ditimbulkan akibat p'embatalan sebagaimana d.imaksud_-·pada ayat (3), dapat di:nintakan ganti keJ-ug an yang layak kepada inst::..usi ·pemerintah yang 'me'nerbitkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

(5)

Ketentuan ...

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian ganti kerugian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Presid'7-n. Pasal Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan penetapan hasil penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan pernyataan mandiri pelaku UMK sebagaimana di.maksud da]am Pasal sampai dengan Pasal diatur d ngan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga

Penilaian Perwujudan Rencana Tata Ruang Pasal Penilaian perwujudan RTR sebagaimana uimaksud dalam Pasal huruf b dilakukan dengan penilaian perwujudan rencana Struktur Ruang dan rencana Pola Ruang. Pasal Penilaian perwujudan rencana Struktur Ruang dan rencana Pola Ruang seba aimana djmaksud dalam Pasal 15!-> dilakukan dengan: a. per..ilaian tingkat perwujudan rcncana Struktur Ruang; dan b. penilaian tingkat penvuj't.'!.dan rencana Pola Ruang.

(2)

Penilaian perwujudan rencana Struktur Ruang dan rencana Pola Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat ( dilak11kan terha.dap: a. kesesuaian program; b. kesesuaian 1.:>kasi;

(3)

Penilaian ...

(3)

Penilaian tingkat perwujudan rencana Struktur Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat huruf a dilakukan dengan penyandingan pelaksanaan program pembangunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana terhadap rencana Struktur Ruang.

(4)

Penilaian tingkat perwujudan rencana Pola Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat huruf b dilakukan dengan penyandingan pelaksanaan program pengelolaan lingkungan, pembangunan berdasarka!l Perizinan Berusaha, dan hak atas tanah terhadap rencand Pola Ruang.

Pasal 157

Hasil penilaian tingkat perwujudan rencana Struktur Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (3) berisikan: a. muatan rencana Struktur Ruang yang terwujud; b. muatan rencana St1uktur Ruang yang belum terwujud; dan c. pelaksan .an program pembangunan yang tidak sesuai d ngan muatan rencana Struktur Ruang.

(2)

Hasil penilaiar.. tingkat perwujudan ren ana Pola Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4) berisikan: a. muatan rencana Pola Ruang yang "terwujud; b. muatan rencana Pola Ruang yang belum kr.vujud; dan c. pelaksanaan program pernban.gunan yang tidak sesuai dengan muatan rencana Pola Ruang.

(3)

Tingkat petwujudan rencana Struktur Ruang sebagaimana • dimaksud pada ayat dan tingkat perwujudan rencanu. Pola Ruang s bagai1nana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam bentuk tekstual dan spasial.

Pasal 158 ...

Pasal 158

Terhadap hasil penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 dan hasil penilaian perwujudan RTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155, dilakukan pengendalian implikasi kewilayahan untuk terwujudnya keseimbangan pengembangan wilayah sebagaimana tertuang dalam RTR. Pengendalian implikasi dimaksud pada ayat membatasi: kewilayahan sebagaimana dilaksanakan dengan a. konsentrasi Pemanfaatan Ruang tertentu pada wilayah tertentu yang tidak sesuai - dengan skenario perwujudc..11 RTR; dan b. dominasi kegiatan Pemanfaatan Rul::u g tertentu.

(3)

Pengendalian implikasi kewilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pada: a. zona kendali; atau b. zonP. yang didorong.

(4)

Zona kendali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan zona dengan k0nsentrasi kegiatan Pemanfaatan Ruang dan/atc1u dominasi kegiatan Pemanfaatan Ruang tertentu yang tinggi dm.1 berpotensi melampaui. daya dukung dan daya tampung.

(5)

Zona yang didorong sebagaimana dim ksud pada ayat (3) huruf b•merupakan zona dengan konse·ntrasi kegiatan Pemanfaatan Ruang dan/ atau dominasi kegiatan Pemanfaatan Ruang tertentu yang sangat rendah .yang perlu ditingkatkan perwujudannya sesuai dengan RTR. Pa al 159 Terhadap zona kendali dan zona yang didoror..g sebagaimana dimalcsud dalam Pasal 158 ayat (3), dapat disusun perangkat Pengendalian Pemanfaatan Ruang.

Pasal 160 ...

Pasal 160

Penilaian perwujudan RTR dilakukan secara periodik dan terus-menerus.

(2)

Penilaian perwujudan RTR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun dan dilaksanakan (satu) tahun sebelum peninjauan kembali RTR.

(3)

Pelaksanaan penilaian perwujudan RTR dapat dilakukan lebih dari (satu) kali dalam 5 (lima) tahun dalam hal terdapat perubahan kebijakan yang bersifat strategis nasional yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 161

Penilaian perwujudan RTR dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. Pasal Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian perwujudan RTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 sampa1 dengan Pasal 161 diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keempat Pemberian Insentif dan Disinsentif

Paragraf 1 Umum

Pasal Pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 huruf c diselenggarakan untuk: a. meningkatkan ... a. meningkatkan upaya Pengendalian Pemanfaatan Ruang dalam rangka mewujudkan Tata Ruang sesuai dengan RTR; b. memfasilitasi kegiatan Pemanfaatan Ruang agar sejalan dengan RTR; dan c. meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam rangka Pemanfaatan Ruang yang sejalan dengan RTR.

Pasal 164 Paragraf 2

lnsentif dan disinsentif dapat diberikan kepada pelaku kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk mendukung perwujudan RTR. Pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud paua ayat ( dilaksanakan untuk: a. menindaklanjuti pengendalian implikasi kewilayaha.n pada zona kendali atau zona yang didorong; atau b. menindaklanjuti implikasi kebijakan atau rencana strategis nasional. Bentuk dan Tata Cara_Pemberian Insentif

Pasal 165

lnsentif merupakan perangkat untuk memotivasi, mendorong, memberikan daya ta.rik, dan/ atau membe:dkan percepatan terhadap kegiatan Pemanfaatan Ruang yang ·memiliki nilai tambah pada zona ya.rig perlu didorong pengembangannya. lnsentif sebagaimana dimaksud pada ayat dapat be.!.1.1pa: a. insentif fiskal; dan/ atau b. insentif nonfid,:al.

Pasal 166 ...

Pasal 166

Insentif fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165 ayat (2) huruf a dapat berupa pemberian keringanan pajak, retribusi, dan/ atau penerimaan negara bukan pajak.

(2)

Pemberian insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat ( c!ilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 167

lnsentif nonfiskal sebagaimana oimaksud dalam Pasal 165 ayat (2) huruf b dapat berupa: a. pemberian kompensasi; b. subsidi; c. imbalan; d. sewa ruang; e. urun saham; f. fasilitasi Persetujuan Pemanfaatan Ruang; Kesesuaian Kegiatan g. penyediaan prasarana dan q_rana; h. penghargaan; dan/ atau publikasi atau promosi.

Pasal 168

Insentif dapat diberikan oleh: a. Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah; b. Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah Jainnya; dan c. Peme1·intah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah .kepada Masyarakat.

(2)

insentif · dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat huruf a dapat berupa: a. subsidi ... - 126 • a. subsidi; b. penyediaan prasarana d3.n sarana di daerah; c. pemberian kompensasi; d. penghargaan; dan/atau e. publikasi atau promosi daerah. Insentif dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat huruf b dapat berupa: a. pemberian kbmpensasi; b. pemberian penyediaan prasarana dan sarana; c. penghargaan; dan/ atau d. publikasi atau promosi daerah. Insentif dari Pemerintah Pusat dan/ atau Pemerintah Daerah kepada Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat huruf c dapat berupa: .. a. pemberian keringailan pajak dan/ atau retribusi; b. subsidi; c. pemberian kompensasi; d. imbah. .n; e. sewa rµang; f. urun saham; g. fasilitasi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; h. penyediaan prasarana dan sarana; penghargaan; dan/atau J. publikasi atau promosi.

Pasal 169

Jenis, besaran, dan mekanisme pemberian keringanan pajak, retribusi, dan/ atau penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 166 ayat (1) paling sedikit mempertimbangkan: a. jenis ... a. jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang; b. tingkat kerentanan atau keLerlc1.njutt=m kawasan atau bangunan;dan c. nilai tambah kawasan. Pasal Pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal huruf a merupakan perangkat balas jasa kepada Masya.rakat atas penyediaan prasarana, fasilitas publik tertentu, dan/ atau ruang terbuka publik yang meleb1hi ketentuan minimaJ yang dipersyaratkan.

(2)

Bentuk, besaran, dan mekanisme pemberian kompensasi paling sedikit mempertimbangkan: a. jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang; b. nilai jasa yang diberikan; dan c. kebutuhan penerima kompensasi. Pasal Subsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal huruf b merupakari bantuan finansial dan/ atau nonfinansial atas dukungan terhadap perwuj udan komponen ruang tertentu yang dipriodtaskan atau rehabilitasi kawasan pasca bencana c:ilam. Bentuk; besaran, dan mekanisme subsidi paling sedikit n .!mpertimbangkan: a. skala kepentingan; b. dampak program pembangunan prioritas; c. kapasit[ls kelembagaan; dan d. kebutuh&n penerima subsidi. Pasal 17?

(1)

Imbalan sebagaimana dirn.aksud dalam Pasal 167 aun1f c merupakan perangkat Lela& jasa terhadap kegiatan Femanfaatan Ruang yang memberikan nilai tam bah pada jasa lingkungan. Besaran dan mekanisme i:nbalan paling sedikit mempertiml:-angkan: a. Jer11s ... a. jenis ke'giatan Pernanfaatan Ruang; b. kebutuhan penerima imbalan; c. ni]ai tambah terhadap jasa lingkungan; dan d. biaya upaya pelestarian lingkunga.n hidup.

Pasal 173

(1)

Sewa ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 huruf d men1pakan penyewaan tanah dan/ atau ruang milik negara dan/atau daerah kepada Masyarakat dengan tarif di bawah harga normal dalam jangka waktu tertentu.

(2)

Besaran dan mekanisme sewa ruang paling sedikit mempertimbangkan: a. per.lingkatan nilai kemanfaatan ruang; b. biaya dan manfaat; c. ketersediaan sumber daya; d. kapasitas kelembagaan; dan e. kebutuhan p nerima.

Pasal 174

(1)

Urun saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 huruf e merupakan penyertaan saham oleh Pemerintah Pusat dan/ ai..au Pemerintah Daerah untuk pengembangan kegiata.n Pemanf:iatan Ruang di lokasi tertentu.

(2)

Besaran dan mekanisme urun saham paling sedikit mempertimbangkan: a. nilai strategis kegiatan Pemanfaataa Ruang terhadap peng mbangan wilayah d.an kaw::..san; b. nilai aset dan peluang pengembangan; c. biaya dan manfaat; d. kapasitas kelembagaan; dan e. kebutuhan penerima.

Pasal 175 ... PRESIOEN REPUBLIK INOONESIA

Pasal 175

Fasilitasi Persetujuan Kesesuaian Kcgiat:an Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 huruf f di Perairan Pesifsir, wilayah perairan, dan wilayah yurisdiksi diberikan oleh Pemerintal1. Pusat kepada Masyarakat T:cadisional dan Masy:1rakat Lokal yang melakukct.11 Pemanfaatan Ruang Laut untuk pemcnuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Masyarakat Tradisional dan Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat memenuhi l:r.riteria: a. bermata• pencaharian pokok sebagai dengan pJat penangkapan ikan pembudidaya ikan atau petambak dan/atau Lokal harus nelayan statis, garam; b menghasilkan produksi a.tau memiliki penghasilan tidak lehi_h darf nHil rata-rata upah minimum provinsi. Selain. memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat

(2)

, untuk pembudidaya ikan dan petambak garam, wajib berdomisili di wilaya."l pesisir dan/ atau i:,ulcn,-p1. lau kecil paling singkat 5 (lima, tahun bertu'rut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak Lerturut-turut.

(4)

Masyarakat Tradj iCi.1.al dan Masyarakat Lokal yang memperoleh fasilitasi Pers_etuju n Kesesuaian Kegiatan• Pemanfaatan Ruang La_ut sebagaimana dimaksud pada ayat diusulkan oleh bupati/wali kota..

(5)

Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan berdasarkan basil identffikasi Masyarakat Tradisional _dan, Masyarakat Lokal yang _dis rnpaika.I) oleh lurah/k pala desa ,nelalui camat. •

(6) PRESIDEN INDONESIA

Fasilitasi -Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut untuk Masyarakat Tradisional dan ,_ M.asyarakat Lokal sebagaimana diMaksud pada ayat (1) dilaksanakan_untuk kegiatan: a. perikanan . . . REPUBLIK a. perikanan tangkap dengan alat penangkapan ikan statis; b. perikanan budidaya menetap; c. pergaraman; d. wisata bahari; dan/atau e. permukiman di atas air. Fasilitasi Persetujuan Kesesuai n Kegiatan f>emanfaatan Ruang Laut yang diiakukan di dalam Kawasan Konservasi di Laut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pa ai 176 Penyediaan prasarana dan sarana sebs.gaimaria dimaksud dalar.1 Pasal 167 huruf g merupakan bantuan pembai,gunan prasarana dan sarana untuk mendorong pengembangan wilayah clan kawasan sP-suai dengan RTR. B ntuk ·dan mekanisme penyedjaan- prasarana dan sarana paling sedikit mempertim1:Jangkan: a. kebutuhan jenis prasarana dan sarana; b. keterse.diaan sumber daya; dan c. kemitraa.1 Pasal l (I) Peciberian penghargaan seL.1gaimana dimaksud

Pasal 178 ...

Pasal 178

(1)

Publikasi atau promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 huruf i merupakan penyebarluasau informasi terkait kegiatan atau kawasan prioritas melalui media cetak, media elektronik, maupun media lainnya.

(2)

Bentuk publikasi atau promosi paling edikit mempertimbangkan: a. jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang; b. lokasi kegiatan; dan c. keberdayagunaan dan kel:erhasilgunaan.

Paragraf 3

Bentuk dan Tata Cara Pemberian Disinsentif J>asal 179

(1)

Di.sinsen!if merupakan perangkat. untuk mencegah dan/ atau memberikan batasan terhadap kegiatan Pemanfaatan Ruang yang sejalan dengan RTR dalam hal berpotensi melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.

(2)

Disinsentif sebagaimana dimaksud padc1 ayat (1) dapat berupa: a. disinsentif fiskal; dnn/ atau b. disinsentif nonfiskal.

Pasal 180

(1)

Disinsencif fiskal sebagaima.na dimaksud dalam Pasal 119 ayat (2) huruf a dapat ben.1pa pengenaan pajak dan/ atau retribusi yang tinggi.

(2)

Pemberian

Pasal 181 ...

Pasal 181

Disinsentif nonfiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 ayat (2) huruf b dapat berupa: a. kewajiban memberi kompensasi atau imbalan; b. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana; dan/atau c. pemberian status tertentu.

Pasal 182

(1)

Disinsentif dapat diberikan oleh: a. Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah; b. Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah lainnya; dan c. Pemerintah Pusat dan/ atau Pemerintah Daerah kepada MF1..syarakaL.

(2)

Disinsentif dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diberikan dalam be:ntuk: a. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana di daerah; dan/ atau b. pemberian status tertentu.

(3)

Disinsentif dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berupa pembatasan penyediaan prasarana dan sarana.

(4)

Disinsentif dari • Pemerintah Pusat dan/ atau Pemerintah Daerah kepada Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa: a. pengenaan pajak dan/ atau retribusi yang tinggi; b. kewajiban memberi kompensasi atau imbalan; dan/atau c. pembatasan peny diaan prasarana dan sarana.

Pasal 183 ...

Pasal 183

(1)

Pengenaan pajak dan/ atau retribusi yang tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayat (4) huruf a dapat diberikan kepada pelaku kegiatan Pemanfaatan Ruang pada kawasan yang memiliki nilai ekonomi tinggi yang hampir atau telah melampaui daya dukung dan daya tampu11g lingkungan. Jenis, besaran, dan dan/ atau retribusi dimaksud pada mempertim.bangkan: a. ,pelaku kegiatan; mekanisme pengenaan pajak yang tinggi sebagaimana ayat ( paling sedikit b. jenis kegiatan Pemanfaatan Ruang; c. tingkat kerentanan atau keberlanjutan kawasan atau bangunan; dan d. efektivitas dampak pemberian pengenaan pajak dan/ atau retribusi yang tinggi. •

Pasal 184

(1)

Kewajiban membcri kompensasi atau imbalan sebagaimana dimaksud dalam Paaal 182 ayat (4) huruf b merupakan kewajiban memberikan ganti kerugian terhadap pihak-pihak yang dirugikan akibat dampak negatif Pemanfaatan Ruang.

(2)

Bentuk, besaran, dan mekanisrne kewajiban memberi kompensasi atau imbalan sebagaiman dirnaksuq pada ayat (1) paiing secl}kit mempertimbangkan: a. dampak yang dit.imhulkan; dan b. kebutuhan penerima kompensasi at.au imbalan.

Pasal 185

(1)

Pembatasan penyediaan . prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud dalam Pa&al 182 ayat (4) huruf c merupakan pembatas&n penyediaan jaringan transportasi beserta sarana pendukungnya dan/ atau prasarana dan sarana lainnya pad Kawasan tertentu.

(2)

Bentuk ...

(2)

Bentuk dan mekanisme pembatasan penyediaan prasaran;:,. dan sarana sebagaimana dimaksud pada ayat paling sedikit mempertimbangkan: a. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan pembatasan penyediaan prasa.rana dan sarana; dan b. standar pelayanan.

Pasal 186

Pemberian status tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayat {2) h1,1ruf b merupakan pelekatar; predikat atau keterangan tertentu pada kawasan rawan bencana dan/atau Pemerintah Daerah yang memiliki kinerja Penyelenggaraan Penataan Ruang rendah.

(2)

Pemberian status tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat ( dapat dilakukan berdasarkan. a. hasil kajjan dan/ atau kejadian bencana; dan/atau b. hasil penilaian kinerja Penyelenggaraan l.,enataan Ruang.

Pasal 187

ketentuan lebih lanjut mengeDa; insentif nonfiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 dan disinsentif nonfiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 diatur dengan Peraturan Menteri dan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan sesuai dengan kewenangannya.

(2)

Pemberian insentif nonfiskal dan disinsentif nonfiskal sebagaimana dimaksud pada ayat dilakukan oleh mentcri/ kepala lembaga yang menyelenggarakan ...1rusan pemerintahan di bidq_r..g yang terkait dengan insentif dan disinsentif yang diberikan.

Bagian ...

Bagian Kelim& Pengenaan Sanksi

Paragraf 1 Umum

Pasal 188

Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 huruf d dilakukan melalui sanksi administratif.

Pasal 189

Sanksi administratif sebagaimana dim.aksud dalam Pasal 188_ dikenakan kepada setiap Orang yang tidak menaati RTR yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang.

(2)

Pemeriksaan perubahan fungsi ruang sebagaimana dimaksud pada ayat dilakukan melalui audit Tata Ruang. •

(3)

Dalam hal terdapat µerubahan fungsi ·xang Laut, pemeriksaan fungsi ruang Laut dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan.

(4)

Audit T&ta Ruang sebagairtana dimaksud pada ayat

(2)

dilakukan oleh Pemedntah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.

(5)

Hasil audit Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan: a. keputus n Menteri untµk hasil audit Tata Ruang yang dilakukan oleh Pemerintah Pt 1sat; . b. keputusan gubernur untuk hasil au.dit Tata Ruang yang dilakukan olch Pemerintah Daerah provipsi; atau c. keputusan bupati/wali kota -uncuk hasil audit Tata Ruang yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota.

(6)

Dalam ... - l36 -

(6)

Dalam pelaksa:.'laan audit Tata Ruang, tim audit Tata Ruang dapat dibantu oleh pcnyidik pegawai negcri sipil penataan ruang dan ahli lainnya. sesua1 kebutuhan. Ketentuan lebih lanjut mengenai audit Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat diatur dengan Peraturan Menteri dan pe:taturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 190

(1)

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 dikenakan juga kepada Orang yang tidak mematuhi ketentuan Pemanfaatan Ruang dalarn RTR. Sanksi administratif sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) aapat langsung tltkenakan• tan pa melalui proses audit Tata Ruang.

Pasal 191

Perbuatan tidak menaati RTR yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 ayat (1) dan tidak mematuhi ketentuan Pemanfaatan Ruang dalam RTR sebagaimana dimal<:sud dalam Pas?l 190 ayat (1) meliputi: a. Pemanfaatan Ruang yang tidak memiliki Kesesuaian Kegiatan emanfaatan Ruar g; dan/ atau b. Pemaµfaatan Ruang yang tidal: mema.tuhi ketentuan dalam muatan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

Pasal 192

(i) Selain perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pas':l.l 191, sanksi administratif dapat dikenakan kepada setiap Orang yang menghalangi akses terhadap Kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang­ unda!1gau dinyatakan sebagai m lik umum.

(2) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Perbuatan ...

(2) RTR, RZ KAW, RZ KSNT;

Perbuatan m ngbalangi. akses sebagaimana dimaksud pada ayat dapat berupa penutupan akses secara sementara maupun permanen. Dalam bal Pernanfaatan Ruang Laut, sanksi administratif dikenakan terhadap: a. penggunaan dokumen Persetuj\·•- n Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut atau konfirmasi kesesuaian ruang le.ut yang tidak sah; b. tindakan tidak melaporkan pendirian dan/ atau penempatan bangunan dan instalasi di Laut kepada me£1teri yang menyelenggarakan urusari pemerintahan di bidang kelautan; c. tindakan tidak menyampaikan laporan tera11is secara berkala setiap 1 (satu) tahun sekali kepada menteri yang menyelenggara.kan urusan pemerintahan di bidang kelautan: d. pelaksanaan Persetuju::m Kesesua.ian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut yang tidak sesuai dengan dan/atau dan/atau e. pelaksanaan Persetujuan Kesesuaiai1. Kegiat4q Pemanfaatan R ang Laut yang mentmanggu ruang pengbidupan dan akses nelE1.yan kecil, nelayan tradisional, dan pembudidaya ikan kecil.

Pasal 193

Pengenaan sanksi administratif dilakukan "berdasarkan: a. hasil penilaian pelaksanaan ·ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; b. basil Pengawasan F-enataan Ruang; c. basil audit Tc.ta Ruang; Jan/ atau d. pengaduan ptlapggara.n Pemanfaatan Ru -ig.

Pasal 194 ... Paragraf 2

Pasal Pengenaan sanksi ad..ninistratif dilah.ukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai. dengan kewenangannya. Dalam hal bupat.i/wali kota tidak melalrnanakan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat dalam jangk waktu (dua) bulan setelah adanya penttapan pengenaan sanksi administratif, gubemur mengambil alih pengenaan sanksi administratif yang tidak dilaksanakan oleh bupati/wali kota. Dalam hal gubernur tidak melaksanakan pengenaan sank i administratif sebagaimana dimaksud pad ayat dalam jangka waktu (empat) bula.n setelah adanya penetapan pengenaan sanksi administratif oleh bupati/wali • kota, Menteri mengambil alih pengenaan sanksi administratif yang tidak dilaksanakan oleh gubernur. Kriteria dan Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Pasal

(1)

Sanksi admini tratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 berupa: a. peringatan tertulis; b. denda administratif; c. penghentian sementara kegiata11; d. penghentian sementara pelayanan umum; e. penutupan lokasi; f. pencabutan Kese .uaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; _ g. pembatalan Kese -..iaian Kegiatan Pcmanfaatan Ruang; h. pembongkaran ... h. p mbongkaran bangunan; dan/ atau pemulihan fungsi ruang. Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pa.:ia ayat ( disertai dengan tanaa pemberitahuar.1. !)elangga.ran Pemanfaatan Ruang. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat ( dapat disertai denga!1 upaya paksa oleh Pc-merintah Pusat dan/ atau Pemerintah Daerah. Pengenaan sanksi adminlstratif dapat dilakukan 1nelalui koordinasi dengan kementerian/lembaga dan/ atau perangkat daerah sesuru dengan kewenangannya. . .

Pasal 196

Sanksi administratif. terhadap pelanggaran Pcmantaatu.n Ruang dikenakan berdac,arkan kriteria: a. besar atau kecilnya dampA.k yar.g diti;.nbulkan akibat p·elanggaran Pemanfaatan Ruang: b. n;lai manfaat pengenaan • s:.:,nk::si yang diberikan terhadap Pemanfaatan RuanJ; dan/ a au c. ken!gian publik yang ditimbulk n akibat pelanggaran Pemanfaatan Ruang.

Pasal 19'/

Pengenaan sanksi administ1·atif sebagaim::ma dirr..aksud dalam Pasal 195 dilaksa·nakan melalui tahapan: - a. pelaksanaan inventarisasi -!<:asus;_ b. p ngumpulan dan pendalaman maieri, data, dan informasi;_ c. pen)_rusunan kajian teknis d!:ln ½:ajian hukum; d. penecapan tindakan sanksi; e. penyelenggrt.raan fon.un sosialisasi; dan f. pengenaan ,tnksi .admi;iistratif. Pasa) 198 ...

Pasal 198

(1)

Peringatan tertulis sebagaimana

(2)

Surat peringatan te!'tulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a. rincian pelanggaran dalam Penataan Ruang; b. kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan RTR dan ketentuan teknis Pemanfaatan Ruang; dan c. tindakan pengcnaan sanksi yang akan diberikan apabila tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana c:l,imaksud pada huruf b. {3) Surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikar,i paling banyak 3 (tiga) kali.

(4)

Dalam hal surat peringatan tertulis sebagaiman.a dimaksud pada- ayat (3) diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindak&n berupa pengenaan sank i sebagaimana dimaksud dalam Pasal 195 ayat (1) huruf b sampai der;.gan huruf i scsuai dengan kewenangannya.•

Pasal 199

(1)

Denda administratif sebagaimana dimaksud ._ dalam Pasal 195 ay4t (1) hur...1f b dapat dikenakan secara tersendiri atau bcrsama-sama dengan pengenaan sanksi administrat f lainnya. • •

(2)

Penghitungan deuda administratif sebagaimana dipiaksud pada ayat (1) dilakµkan dengan mempertimbangkan: nilai jual objek pajak; b. luas lahan dan luas bangunan; c. indeks kawasan; dan/ atau d. besar at ;_u kecilnya dampak yang ditimbulkan. •

(3)

Df!nda ...

(3)

Denda administratif dapat berupa denda progresif yang disyaratkan sampai pelanggar memenuhi ketentuan dalam sanksi administratif Jainnya. Bentuk dan cara penghitungan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam peraturar; kepala daerah.

Pasal 200

Pencabutan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaata. .. Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat huruf f dilakukan da'lam hal pelaksanaan kegiat::...a Pemanfaatan Ruang tidak sesuai dengan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

Pasal 201

Pembatalan Kese5uaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana din1aksud dalam Pc1.sal ayat h·..1ruf g dilakukan dalam hol Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang tidak diperoleh dengan prosedur yang benar. Pasal202 Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat ( huruf i merupal(an upaya untuk merehabilitasi ruang agar dapat kembali sesuai dengan fungsi yc.ng ditetapkan dalam RTR.

(2)

Pemulihan furigsi ruang ·r.ebagaimana d::maksud pada ayat wajib dihkukan apabila terbuk i adanya perubahan furtg i ruang yang diakibatkan oleh Pemanfaatan Ruan yang tidak sesuai dengan RTR.

(3) REPUBLIK INOONESIA

PcP-1ulihan fungsi ruang sctagaimana dimaksud pada ayat (2} menjadi tanggung jawab pihak yang melanggar. (4} Biaya pemulihan fungsi r1.1ang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat 1;, rasal dari denda administratif. Dalam ...

(5)

Dalam hal pihak yang melangar dinilai tidak mampu membiayai kegiatan pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dapat mengajukan penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dengan pengenaan disinsentif pada pihak yang melanggar. Pasal Pemerintah Pusat, Pernerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyediakan basis data pengenaan sanksi administratif sebagai bagian dari pengembangan basis data dan informasi digital bidang Penataan Ruang.

(2)

Basis data dan informasi digital bidang Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat digunakan sebagai Ealah satu cuan dalam proses peninjauan kembali dan/ atau revisi RTR. Pasal Revisi RTR se bagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) huruf b tidak dimaksudkan untuk pe!Ilutihan.

(2)

Pemutihan sebagaimana dimaksud• pada ayat me1upakan tindakan mengakcmodasi pelanggaran Pemanfaatan Ruang dalam revisi RTR tanpa terlebih dahulu mengenakan sar::ksi kepada pelaku pelanggaran Pemanfaatan Ruang.

(3)

Dalam hal Pemerintah Daerah terbukti melakukan pemutihan sebagaimana dimaksud pada aya.t

(1)

, maka dilakukan pengurangan dana alokasi khusus.

Pasal 205

Ketentuan lehih lanjut mengeaai tata cara pengenaan s&.n.ks1 dminfatratif bidang Penataaii Huang·diatur dengan Peraturan Menteri dan per turan • menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelaucan sesuai dengan kewenarigar1nya.

Bagian ...

Bagian Kee11arn Sengketa Penataan Ruang

Pasal 206

Sengketa Penataan Ruang merupakan perselisihan antarpemangku kepentingan dalam Pelaksanaan Penataan Ruc::.ng.

(2)

Antarpeman ku kepentingan sebagaimana dimaksuc! pada ayat (1} yaitu antarorang perseorangan, antara Pemerintah hlsat dan Pemerintah Daerah, antarPemerintah Dc:lerah, antara Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dan Masyarakat. Penyelesaian sengketa Pena.taan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat pada tahap pertama diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat. • •

Pasal 207

Dalam hal penydesa an sengketa sebag rnai1a dimaksud dalam Pasai 206 ayat

(3)

- tidak diJJeroleh kesepakatan, pa;-a .- pihak dapat menempuli' upaya penyelesa.ian sengketa melalui pengadilan atau di luar pengadilan sesuai dengan . ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)

Penyelesaian sengketa Penata.an Ruang di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat dilakukan melalui nego::;1as1, mediasi, dan/atau konsiliasi.

(3)

Negosiasi s bagaimana dimaksud pada. ayat {2) merupakan upaya penyelesaian sengketa ·an kedua belah pihak yang _bersengketa.

(4)

Mtdiasi _sebag,-'limana dimaksud pada ayai: (2) merupaka:). upaya penye!esaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai mediator yang mengoordinasikan pihak yang bersengketa.

(5)

Konsiliasi ...

(5)

Konsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan upaya penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga untuk menawarkan solusi untuk disepakati 01eh pihak yang bersengketa. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian sengketa Penataan Ruang die.tur dengan Peraturan Menteri. Pasal208 Dalam hal sengketa Penata2.n Ruang terjadi akibat adanya perbedaan kebijakan pengaturan antartingka.tan pemerintah, para Pemangku Kepentingan dapat mengajukan fasilitasi" penyelesaian kepada Forum Penataan Ruang. BABV PENGAWASAN PENA'.TAAN RUANO

Bagian Kesatu Umurn

Pasal 209

Pengawasan Penataan Ruang diselengga1ak2n untuk: a. menjamin tercapainya tujuan Penyelenggaraan Penataan Ruang; menjamin terlak an?nya penegakan hukum bidang Penataan Ruang; dan c. meningkatkan kualitas Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Pasal 210 ... REPLJBLIK INDONESIA

Pasal 210

(1)

Pengawasan Penataan Ruang terdiri atas kegiatan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.

(2)

Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan pengamatan terhadap Penyelenggaraan Penataan Ruang secara langsung, tidak langsung, dan/ atau berdasarkan informasi dari Masyarakat.

(3)

Evaluasi sebagaimana diinaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan penilaian terhadap tingkat pencapaian Penyelenggaraan Penataan Ruang secara terukur dan <.,bjektif.

(4)

Pelaporan sebagaimana dimaksud pada nyat (I) merupakan kegiatan penyampaian basil evaluasi.

Pasal 211

Pengawasan Penataan Ruang • sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 dilakukan secara berkala setiap 2 (dua) tahun sejak RTR ditetapkan.

Bagian Kedua

Lingkup Pengawa an Penat an Ruang

Pasal 212

(1)

Pengawasan Pe:ilataan Ruang dilakukan terhadap kinerja: a. Pengaturan Penataan Ruang, Pembinaan Penataan Ruang, dan Pelaksanaan Penataan Ruang; b. fungsi dan manfaat Penyelenggaraan Penataan Ruang;dan c. pemenuhan standar pelayanan bidang Penataan Ruang dan standar teknis Penataan Ruang Kawasl:m.

(2)

Pengawasan ...

(2)

Pengawasan Penataan Ruang Laut dilakukan terhadap Pemanfaatan Ruang Laut.

Pasal 213

(1)

Standar pelayanan bidang Penataan Ruang sebagaimana dim ksud dalam Pasal 212 avc:1( (1) huruf c meliputi aspek: a. Perencanaan Tata Ruanp,; b. Pemanfaatan Ruang; dan c. Pengendalian Pemanfaatan Ruang.

(2)

Standar pelayanan bidang Penataan Ruang dalam aspek Perencanaan Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sP.dikit mencakup Konsultasi Publik dalam penyusunan RTR dan proses p rsetujuan substansi.

(3)

Standar pelayanan-· bidang PenataHan Ruang- Jalam aspek Pemanfaatan Ruang, sebagaimana dimaksud pada ayat.(1) huruf b paling edikit meccakup: a. penyediaan dan penyebarluasan informasi RTR; b. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; dan c. pemenuhan ruang terbuka hijau publik.

(4)

Standar pelayanan bidang Penataan Ruang dalam aspek Pengendaliari Pt;manfaatan Ruang ·sebagaimana dimaksud pci.da ayat (1) huruf c paling seaikit mencakup pengaduan pelanggaran Pe.inanfaa.tan Ruang.

Pasal 214

Standar • pelayanan bid3ng Penataan Ruang s{;bag imana dimaksud dala.m Pasal• 212 ayat (1) huruf c mencakup standar • pelayanan bidang Penataan Ruang provinsi dan standar pelayanan bidang Penataan Ruar:g kabupaten/kota.- Ketentuan lebih lanj'ui. mengenai standar _pelayanan bidang Penata.an Ruang diatur dengan• Peraturan Menteri.

Pasal 215 ...

Pasal 215

(1)

Standar teknis Penataan Ruang Kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 212 ayat (1) huruf c merupakan ketentuan teknis yang menunjukkarJ. perwujudan kinerja fungsi suatu Kawasan yang sesuai peruntukan.

(2)

Standar teknis Penataan Ruang Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan ketentuan spasial dalam pengemba.ngan kegiatan sektor di suatu Kawasan.

(3)

Iqnerja fungsi suatu Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kondisi yang diin_ginkan atau dituju dalam pengembangan Kawasan.

(4)

Standar teknis Penataan Ruang Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk daft?.r periksa.

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis 'Penataan Ruang Kawasan

Pasal 216

(1)

Menteri, meqteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidailg kelautan, gubernur, dan bupati/wali kota melakukan Pengawasan• Penataan Ruang sesuai de:ngan kewenangannya.

(2)

Menteri dan menteri yang menydenrgar-akan urusan pemerintahan di bidang kelautan sesuai dengan kewenangannya melakukan Pengawasan Penataan Ruang terhadap kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 212 yang dilakukan oleh gubemur.

(3)

Gubern r ... Gubernur melakukan Pengawasan Penataan Ruang terhadap kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 212 yang dilakukan oleh bupati/wali kota. Dalam hal gubemur tidak melakukan Pengawasan Penataan Ruang setagaimana dimaksud pada ayat

(3)

, Ment ri dan menteri yang menyelenggarak&n urusan pemerintahan di bidang kelautan sesuai dengan kewenangannya dapat mengambil alih Pengawasan Penataan Ruang yang tidak dilakukan oleh gubernur. Terhadap gubernur yang tidak melakukan Pengawasan Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat

(4)

, Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dapat meng, :i.,akan sanksi ses-µa.i dengan. ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 217

Dalam mdaksanakan Pengawasan Penata.an Ruang, Menteri, gubernur, atau bupati/wah kota dapat membentuk inspektur pembangunan sesuai dengan kewenangannya. lnspektur pembangunan sebaga.imana dimaksud pada ayat terdiri atas aparatur sipil r egara dan non-aparatur sipil negara. Dalam melaksanakan Pengawasan Penataan Ruang Laut, menteri yang menyelenggarakan urusan i)emerintahan di bidang kelautan dapat membentuk pengawas kelautan. Inspektur ...

(4)

Inspektur pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengawas kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berwenang: a. melakukan pemantauan dan evaluasi Pemanfaatan Ruang atau Pemanfaatan Ruang Laut; b. meminta keterangan; c. membuat salinan dokumen dan/ atau membuat catatan yang diperlukan; d. memasuki tempat atau lokasi tertentu; e. memotret; f. membuat rekaman audio visual; g. memeriksa bangunan beserta prasarana dan sarana pendukungnya; h. menghentikan pelanggaran tertentu; dan melakukan tindakan lain yang diperlukan.

(5)

Dalam melaksanakan tugasnya, inspektur pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengawas kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berkoordinasi dengan penyidik pegawai negeri sipil.

(6)

Ketentuan lebih lanjut mengenai inspektur pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

(7)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawas kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan.

Pasal 218 ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Pasal 218

Pelaksanaan Pe;ngawasan Penataan Ruang di kawasan pesisir sebagai kawasan peralihan antara

Pasal 219

Masyarakat dapat membantu Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dalam melakukan Pengawasar1 Penataan Ruang. •

(2)

.. Dalam r gka meningkatkan efektivit&s Pengawasan Penataan. Ruang yang dilakukan 9leh Masyarakat, Pemt>rintah Pusat atau Peme.rintah Daerah menyediakan sarana penyampaian laporan dan/ atau aduan.

Bagian Ketiga

Tata Cara Pengawasan Khusus Penataan Ruang

Pasal 220

(1)

Dnlam .hal terdapat koPdisi khusus dari hasil Pengawasan Penataan Ruang dan/ atau laporan atau aduau. Masyarakat yang -b rsifat mendesak untuk ditindaklanjuti, dilalrukan pengawasan khusus Penataan Ruang. Pengawasan khusus sebagaimana dim .ks11d pada ayat (1) meliputi kegiatan: a. merekonstruksi terjadinya kondisi khusus; b. menganalisi& ampak dan prediksi; dan c. merumuskan alternatif penyelesaian kondisi khl1isus.

Pasal 221 ...

Pasal 221

Pengawasan Penataan Ruang menghasilkan laporan yang memuat: a. kinerja Penyelenggaraan Penataan Ruang be.milai baik; b. kinerja Penyelenggaraan Penataan Ruang bemilaisedang;dan kinerja Penyelenggaraan Penataan Ruang bernilai buruk.

(2)

Terhadap kinerja Penyelenggaraan Penataan Ruang bernilai baik sebagaimana dimaksud pada ayat huruf a, dapat diberikan penghargaan._ Terhadap kinerja Penyelenggaraan Penataan Ruang yang bernilai sedang dan buruk sebagaimana di1naksud pada ayat huruf b dan huruf c, dapat diberikan dukungan peningkatan kinerja Penyelenggaraan Pena!aan Ruang dan· Pembinaan Penataan Ruang. Pasal222 K tentu?..n Pcngawa3an lebih lanjut. mengenai tata Penataan us.ag_ diatur cara dengan Peraturan Menteri.

(2)

Ketentuan lebih lanjut rnengena1 tata cara Pengawasan Penataan. Ruang Laut diatur dengan peraturan mcnteri yarig menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan.

BAB VI ...

BAB VI PEMBINAAN PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu Umum

Pasal Pembinaan Penataan Ruang diselenggan:i.kan melalui: a. peningkatan kualitas dan efektifitas Penyelenggaraan Penataan Ruang; dan b. peningkatan peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang. Pasal Pemerintah Pusat melakukan Pembinaan Penataan Ruang kepada Pemerintah Daerah provinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, dan Masyarakat. Pemerintah Pusat me]akukan pembina&n · teknis dalam kegiatan Perencanaan Tata Ruang, Pemanfaatan Ruang, Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan/ atau• Pengawasan Penataan Ruang kepada Pemerintah Daerah. Pemerinte_h Pusat memberikan bantuan teknis dalam kegiatan Perencanaan Tata R.uang, Pemanfaatan Ruaug, Pengendalian Pemanfaatan• Ruang dan/ atau Pengawasan Penataan Ruang kepada Pemerintah Daerah.

(4)

Pemerintah Daerah provinsi melakukan p·embinaan kepada Pemerintah Daerah kabupatep/kota dan Masyarakat.

(5)

Pemerintah ...

(5)

Pemerintah Daerah kabupate11/kota melakukan pembinaan kepada Masyarakat. l6) Masyarakat berperan aktif dalam pelaksanaan Pembinaan Penataan Ruang untuk mencapai tujuan Pembinaan Penataan Ruang. Pasal225 Pembinaan Penataan Ruang diselenggarakan secara sinergis oleh Pemerintah Pusat, Pcmerintah Daerah, dan Masyarakat.

(2)

Pembinaan Penataan Ruang dapat diselenggarakan dengan kerja sama antara: a. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.; dan b. Pemerintah Pusat dan/ atau Pen1erintah Daerah dan Masyarakat.

Bagian Kedua

Bentuk dan Tata Cara Pembinaan Penataan Ruang

Pasal 226

Bentuk Pembinaan Penataan Ruang meliputi: ,- a. koordinasi Penyelenggaraan P riat:::..an Ruang; b. sosiaiisasi pcraturan pe....-undanc-undangan dan pedoman bidang Penataan Raang; c. pemberian bimbingai:i, supervisi, dan konsultasi Pelaksanaan Penataan Ruang; d. pendidikan dan pelatihan; e. penetitian ... e. penelitian, kajian, dan pengembangan; f. pengembangan sistem informasi dan komunikasi Penataan Ruang; g. penyebarluasan informasi Penataan Ruang kepada Masyarakat; h. peningkatan µemahaman dan tanggung jawab Masyarakat; dan/ atau pengembangan profesi perencana Tata Ruang.

(2)

Pelaksanaan Pembinaan Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf h dilakukan secara sinergis oleh Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan, gubernur, bupati, wali kota sesuru dengan kewenangannya, dan Masyarakat.

(3)

Pelaksanaan pengembangan profesi perencana Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada z.yat (1) huruf i dilakukan oleh Menteri.

Pasal 227

(1)

Koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 ayat (1) huruf a merupakan upaya untuk meningka.tkan kerja sama antarpemangku kepentingan dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang.·

(2)

KoordiP.asi Penyelenggaraa.n Pe.1- ' iataan Ruang dilakukan melalui koordinasi dalam satu wilayah admlnistrasi, koordinasi antardacrah, dan koordinasi antartingkatan µemerbtahan.

(3)

Koordinasi ...

(3)

Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui fungsi koordinasi dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang.

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengena1 tata cara pelaksanaan fungsi koordinasi dalan! Penyelenggaraan Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri dan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang elautan sesuai dengan kewenangannya. Pasal228 Sosialisasi peraturan perundang-undangan dan pedoman bida.i.1.g Periataan Ruang sebagaiman dimaksud dalam Pasal 226 ayat huruf b merupakan upaya penyampaian secara interaktif substansi pcraturan perundang-undangan dan i:;edoma.n bidang Penataan Ruang. '

(2)

Sosialisasi peraturan perundang-undangan dan pedoman bidang Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat ( dilaksanakan melalui ta tap muka, media elektronik, media cetak, dan media lainnya. Pasa.l 229 Pemberian bimbingan, supervisi, dan ki..msultasi Pelaksanaari Penataan Ruang sebagaimr:..na dimaksud dalam Pasal 2 6 ayat huruf·c merupakan upaya untuk mendampingi, mengawasi, dan memberikan penjelasan kepada Pemangku Kepentingan dalam Perencanaan Tata Ruang, Pemanfaatan Ruang, dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang.

Pasal 230 ...

Pasal230

(1)

PendidikEul dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 ayat (1) huruf d merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam PenyelPnggaraan Penataan Ruang.

(2)

Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melaiui: a. penyusunan program pendidikan dan pelatihan bidang Penataan Ruang sesuai dengan kebutuhan Pemangku Kepentingan yang menjadi sasaran pembinaan; b. penyelenggaraan dan fasilitasi kerja sama pendidikan dan pelatihan bidang Penataan Ruang; c. penerapan sistem sertifikasi dalam penyeleriggaraan dan fasilitasi pendidikan dan pelatihan dalam bidang Penataan Ruang; dan d. evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan• hiclang Penataan Ru·ang.

(3)

Ketentuan mengena1 pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Mertteri dan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 231

(1)

Penelitian, kajian, dan pengembangan sebagaimana dimaksnd dalam Pasal 226 ayat (1) huruf e merupakan upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan inovasi atau penemuan baru dalam bidang_ Pena aan Ruang.

(2)

Hasil ... - 15'7 -

(2)

Hasil penelitian, kajian, dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat dimanfaatkan dalam perumusan kebijakan dan strategi, norma, standar, prosedur, dan kriteria bidang Penataan Ruang, serta pemanfaatan lain yang rdevan. Pasal222

(1)

Pengembangan sistem informasi dan komunikasi Penataan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 ayat (1) hu;.uf f merupakan upaya untuk mengembangkan sistem informasi d komunikasi Penataan Ruang yang berkualitas, mutakhir, efisien, dan terpadu.

(2)

Pengembangan sistem informasi dan komunikasi Penataan Ruang ebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melah li penyediaan basis data dan informasi bidang Penataan Ruang dengan mengembangkan jaringan sistem elektronik.

Pasal 233

(1)

Penyebarluasan informasi Peuataan Ruang kepada Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 ayat (1) huruf g merupakan upaya untuk mempublikasikan berbagai aspek dal_ain Penataan Ruang.

(2)

Penyebarluasan informasi Penataan Raang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaks2nakan melalui media elektronik dan media ce' ak yang mudah dijangkau oleh Masyarakat.

Pasal 234 ...

Pasal234

(1)

Peningkatan pemahaman dan tanggung jawab Masyarakat sebagaimana d maksud dalam Pasal 226 ayat (1) huruf h merupakan upaya untuk menumbuhkan dan meningkatlmn pemahaman dan tanggung jawab Masyarakat de.lam Penyelenggaraan Penataan Ruang.

(2)

Peningkatan . pemahaman dan tanggung jawab Masyarakat f,ei:,agaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. penyuluhan bidang Penataan Ruang; b•. pemberian ceramah, diskusi urr.:um, sayembara, dan debat publik; c. pembentukan kelompok M syarakat peduli Tata Ruang; d. penyediaan unit pengaduan; dan e. penyediaan media informasi.

Bagian Ketiga

Pengembangan Profesi Perencana Te.ta Ruang..

Pasal 235

(1)

Pengembangan profesi perencana Tata Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 ayat (1) huruf i dilakukan untuk mendukung peningkatan kualitas dan efektivitas Penyelenggaraan Penataan Ruang serta peningkatan peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang.

(2)

Pengembangan ...

(2)

Pengembangan pr fesi perencana Tata Ruaag sebagaimana dimaksud pada ayat dilakukan oleh Menteri melalui: a. pemhinaan jabatan fungsiona! bidang Penataan Ruang bagi aparatur sipil negara; dan b. pengembangan tenaga profesional perencana Tata Ruang.

Pasal 236

Pembinaan jabatan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 235 ayat (2) huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­ unda1 gan.

(2)

Pengembangan tenaga profesionaJ perencana Tata Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 235 ayat (2) huruf b dilakukan melalui: a. pendidikan profesi; b. pengembangan keprofesian berkelanjutan; c. sertifikasi kompetensi ahli bidang Penataan Ruang;dan d. pemberian lisensi perencana Tata Ruang.

(3)

Pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2} h ruf a diselenggarakan·oieh lembaga pendidikan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­ undangan.

(4)

Pengembangan keprofesian berkelanjui:an sebagaimana dimaksud p2.da ayat (2) h ruf b diselenggarakar1 cleh organisasi profesi pe:rencana wilayah dan kota.

(5)

Sertifikasi . . . Sertifikasi k0mpetensi ahli bidang Penataan Rua.ng sebagaiman . dimaksud pada ayat (2) huruf c diselenggarakan berdasarkan standar kompetensi dan prosedur sesua1 dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6)

Pemberian lisensi perencana Tata Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diselenggarakan oleh Menteri.

(7)

Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara pemberian lisensi perencana Tata Ruang sebagaimana di.naksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB VII KELEMBAGAAN PENATAAN RUANG

Pasal237 Dalam rangka _ Penyelenggaraan Penataan _Ruang secara partiisipatif, Menteri dapat membentuk Forum Penataan Ruang.

(2)

Forum Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat bertugas untuk memberikan ..nasukan dan perdmbangan dalam Pelaksunaan Penataan Ruang.

(3)

Menteri dapat mendelegasikan pembentukan Forum Penataan Ruang di daerah kepada gubernur, bupati, dan/atau wali kota.

Pasal 238 ...

Pas1l 238 Anggota F01um Penataan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 237 ayat di pusat terdiri atas perwakllan dari kementerian/lembaga. terkait Penataan Ruang, asosiasi profesi, asosiasi akademisi, dan tokoh Masyarakat.

(2)

Anggota Forum Penataan Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 237 ayat {1) di daerah terdiri atas perangkat daerah, asosiasi profesi, asosiasi akacemisi, dan tokoh Masyarakat.

(3)

Keanggotaan forum di pusat dan daerah yang terdiri atas asosiasi profosi, aS..)Siasi akademisi, dan tokoh . . Masyarakat s.ebagaimanii dimaksud pada ayat dan ayat (2) diatur dalam ·Peraturan Menteri.

Pasal 239

Ketentuan lebih lanjut terkait pembentukan, susunan keanggotaan, tugas, fungsi, dan tata • kerja Forum Penataan Ruang diatur dengan Peraturan Menteri. BAS VUI KETENTUAN LAIN-!. AIN

Pasal 240

Menteri cian menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan melakukan p ngelolaan data lokasi Ke esuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sesuai dengan kewenangannya.

(2)

KeteatuE..n ...

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan data lokasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayn.t diatur dengan Peraturan Menteri dan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 241

Terhadap penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dikenakan penerimaan negara bukan pajak. Ketentuan mengena1 Jen1s, pengenaan penerimaan negara dengan Peraturan Pemerintah. tarif, dan kriteria bukan pajak diatur

Pasal 242

Pemerintah Daerah kabupaten/kota dapat mengajukan usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang yang dibatasi perkembangannyu kepada Menteri dPngan disertai pertimbangannya. Kegiatan Pemanfaatan Ruang perkembangannya sebagaimana ayat ( diteta})kan dengan kriteria: yang dibatasi dimaksud pada a. dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup; dan/ at&u b. dapat menimbulkan kerawanan sosial.

(3)

Berdasarkan usulan kt- giatan yang dibatasi perkenibangannya sebagaimana • dimaksud pada ayat dan ayat (2), Menteri dapat menetapkan kegiatan Pemanfaatan Ruang yang dibatasi perkembangannya di dacrah kabupaten/kota.

(4)

Menteri ... Menteri menyampaikan Pemanfaatan Ruang yang dimaksud pada ayat (3), penetapan kegiatan dibatasi sebagaimana kepada instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal.

(5)

Menteri dapat merevisi daftar kegiatan yang dibatasi perkembangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan pertimbangan Pemerintah Daerah kabupaten/kota. Pasal243 Dalam hal pelaksanaan kegiatr..n Pemanfaatan Ruang mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup dan/ atau menimbulkan kerawanan sosial, Menteri dapat membatalkan Kesesuaian . egiatan Pemanfaatan Ruang dan/ atau menertibkfil1 kegiatan Pemanfaatan Ruang.

(2)

Gubernur, bupati, dan wali kota sesuai dengan kewenangannya dapat membatalkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan/ atau menertibkan kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan persetujuan Mf"nteri.

Pasal 244

Dalam hal Peraturan Pemerintah ini memberikan pilihan tidak mengatur, tidak !engkap, atau tidak jelas, dan/ atau adanya stagnasi pemerintahan, Menteri dapat melakukan diskresi untuk mengatasi persoalar: konkret dalam penyelenggar:3.an urusan pemerintahc:111 di bidang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

BAB IX ...

BAB IX KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 245 Terhadap dokumen

Perencanaan Ruang Laut, pengintegrasian ke ketentuan: dalam RTR dilakukan dengan a. RTRL diintegrasikan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; b. RZWP-3-K diintegrasikan ke dalam rencana tata ruang wilayah provinsi; c. RZ KSN diintegrasikan ke dalam RTR KSN; dan d. RZ KSNT yang berupa PPKT diintegrasikan ke dalam RTR KSN dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan di kawasan perbatasan negara.

Pasal 246

(1) RDTR RDTR RTR KSN 1m;

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: a. rencana tata ruang Kawasan Strategis Provinsi yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah, diintegrasikan ke dalam :cencana tata ruang wilayah provinsi; b. rencana •tata ruang Kawasen Strategis Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah, diintegrasikan ke dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan/ '3.tau RDTR kabupaten /kota; c. penyusunan ... c. penyusunan atau penetapan rencana tata ruang wilayah provinsi, rencana tata ruang wilayah kabupaten, dan rencana tata ruang wilayah kota yang sedang dalam proses, dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini; d. penyusunan atau penetapan RDTR kabupaten/kota yang sedang dalam proses, dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini; e. RDTR kabupaten/kota yang telah ditetapkan dalam bentuk peraturan daerah kabupaten/kota setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan, dinyatakan tetap berlaku; f. persetujuan substansi terhadap rancangan peraturan daerah tentang kabupaten/kota yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini tetap berlaku dan ditindaklanjuti dengan penetapan peraturan kepala daerah tentang kabupaten/kota; g. penyusunan atau penetapan yang sedang dalam proses penetapan, dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah h. izin kegiatan untuk memanfaatkan ruang Laut secara menetap di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah m1 tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya 1zm dan dianggap sebagai Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut; dan i. tim ... tim koordinasi penataan ruang da.erah yang dibentuk oleh gubernur/bupati/wali kota tetap melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenangnya sampai dengan keanggotaan Forum Penataan Ruang di daerah dibentuk dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pernerintah ini.

(2)

RDTR kabupaten/kota yang telah mendapat per3etujuan substansi dari Menteri namun dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak Peraturan Pepierintah ini mulai berlaku belum ditetapkan menjadi peraturan bupati/wali kota, ditetapkan dengan Peraturan Menteri sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah ini. Rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota yang telah mendapat persetujuan substansi dari Menteri namun dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku belum ditetapkan menjadi peraturan daerah kabupaten/kota dan (tiga) bulan terhitung sejak Peratµran Pemerintah ini mulai berlaku belum ditetapkan menjadi peraturan daerah oleh bupati/wali kota, ditetapkan dengan Peraturan Menteri sesua1 !<.etentuaP Peraturan Pemerintah ini.

(4)

Rancangan RZ KSN yang tela,h selesai atau sedang dalam proses harmonisasi diintegrasikan ke dal m RTR KSN paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Femedntah ini mulai berlaku. '5) RZ KSNT ...

(5)

RZ KSNT yang b rupa PPKT yang telah ditetapka1.1 dan/ atau yang sudah mendapatkan izin prakarsa diintegrasikaI'l ke dalam RTR KSN

Pasal 247 RZWP-3-K.

Pada saat. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, persetujuan substansi terhadap ancangan peraturan daerah tentang rencana tata rua1tg wilayah provin , si yang diterbjtkan sebelum berlakunya Peratunin Pemerintah !m ctitindaklanjuti dengan ;ntegrasi rancangan peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah provinsi dengan peraturan daerah atau rancangan peraturan daerah tentang Per2..tu daerah provinsi tenta..'1g rencana tata ruang wilaya.h provinsi sebagaimana di1 aksud pada ayat dit etapkan dalam waktu paling l a • ma (dua) bulan terhitung sejak diselesaikannya proses integrasi sebagaimar..a dimak ud pada ayat

(1)

. Dalam ... Dalam hal rancangan peraturan daerah provms1 tentang rencana tata n1ang wilaye.h provms1 sebagaimana dime.ksud pada ayat (2) belum ditetapkan, gubemur menetapkan rancangan peraturan daerah tcntang rencana tata ruang \\riJayah provinsi paling lama (tiga) bulan terhitung sejak diselesaikannya proses integt:"asi dimaksua pada ayat ( 1). sebagaimana

(4)

Dalam hal rancangan pcraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi belum ditetapkan oleh gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat maka dalam wakt1;1 palit1g lama 4 (empat) bulan terhitung sejak diselesaikanny proses integrasi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1)

, ditetapkan denga.}1 Peraturan Menteri sesua.i _dengan ketentuan Peraturan Pemerintah i:µi. : Pasal 248 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, pene·rbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut diberikan berdasarkan RTRL, RZ KSNT di PPKT, dan/ atau RZWP-3-K yang telah ditetapkan sepanjang belum diintegrasikan dengan RTR.

(2)

Dalam hal terdapa: perbedaaan antara luas Kawasan Konservasi di Laut yang dimuat dalam RTRL, RZ KAW, RZ KSNT, dan/ata11 RZWP-.3-K sebagaimana dimaksud pada ayat ( dengan luas yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautct.n, maka yang berlaku adalah yang ditetapkan olch metJ,teri ya,ng 111enyelenggarakan urusan pemerintah n di bidaag kelautan. . Pasal 249 ... Pasal249 {1) Dalam hal Lembaga OSS belum dapat melaksanakan pelayanan penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan R 9.Ilg mele.lui sistem OSS sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini, pelayanan penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk Perizinan Berusaha dilaksanakan secara non-elektronik oleh Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pen erintahan di bidang kelautan sesuai kewenangan:1ya. {2) Pelayanan penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sampai dengan ditetapkannya pengalihan pengelolaan penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang ke Lembaga OSS berdasarkan Keputusan Menteri dan keputusan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan sesuai kewenangannya dalam jangka waktu paling lama 12 {dua belas) bulan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini. {3) Dalam hal sistem elektronik yang .diselenggarakan oleh Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bi

Pasal 250 ....

Pasal Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, kegiatan dan/ atau ketentuan Perencanaan Tata Ruang, Pemanfaatan Ruang, dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, serta penertiban Pemanfaatan Ruang yang masih dalam proses teknis dan/ atau proses legalisasi ditindaklanjuti sesua1 dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. BABX KETENTUAN PENUTUP Pasal Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor Tahun tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini. Pasal Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: a. Peraturan Pemerintah Nomor Tahun tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); b. Pasal Peraturan Pemerintah Nomor Tahun tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5151); dan c. Peraturan Pemerintah Nomor Tahun tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5393), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 253 ... Pasal253 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Rencana Tata Ruang Laut yang disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut diintegrasikan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional pada saat revisi Peraturan Pemerintah tentang Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Pasal254 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6042); dan 2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6345), dinyatakan masih tetap berlaku.

Pasal 255 PRESIOEN REPUBLII' INnONESIA

Peraturan Pemerintah m1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar ... Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta