Bagian Ketiga
Penanggulangan dan Pemulihan
Pencemaran Udara
Pasal 25
(1) Setiap orang atau
penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang
menyebabkan terjadinya
pencemaran udara dan/atau
gangguan wajib melakukan
upaya penanggulangan dan
pemulihannya.
(2) Kepala instansi yang
bertanggung jawab
menetapkan pedoman teknis
penanggulangan dan pemulihan
pencemaran udara
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Paragraf 1 Keadaan Darurat
Pasal 26
(1) Apabila hasil pemantauan
menunjukan Indeks Standar
Pencemar Udara mencapai
nilai 300 atau lebih berarti
udara dalam kategori
berbahaya maka :
a. Menteri menetapkan dan
mengumumkan keadaan
darurat pencemaran udara
secara nasional;
b. Gubernur menetapkan dan
mengumumkan keadaan
darurat pencemaran udara di
daerahnya.
(2) Pengumuman keadaan
darurat sebagaimana dimaksud
pada ayat (l) dilakukan antara
lain melalui media cetak
dan/atau media elektronik.
Pasal 27
Kepala instansi yang
bertanggung jawab menetapkan
pedoman teknis tata cara
penanggulangan dan pemulihan
keadaan darurat pencemaran
udara.
Paragraf 2 Sumber Tidak
Bergerak
Pasal 28
Penanggulangan pencemaran
udara sumber tidak bergerak
meliputi pengawasan terhadap
penaatan baku mutu emisi yang
telah ditetapkan, pemantauan
emisi yang keluar dari kegiatan
dan mutu udara ambien di
sekitar lokasi kegiatan, dan
pemeriksaan penaatan terhadap
ketentuan persyaratan teknis
pengendalian pencemaran udara.
Pasal 29
(1) Instansi yang bertanggung
jawab mengkoordinasikan
pelaksanaan penanggulangan
pencemaran udara dari sumber
tidak bergerak.
(2) Kepala instansi yang
bertanggung jawab
menetapkan pedoman teknis
penanggulangan pencemaran
udara sumber tidak bergerak.
Pasal 30
(1) Setiap penanggungjawab
usaha dan/atau kegiatan dari
sumber tidak bergerak yang
mengeluarkan emisi wajib
menaati ketentuan baku mutu
udara ambien, baku mutu
emisi, dan baku tingkat
gangguan.
(2) Setiap penanggungjawab
usaha dan/atau kegiatan dari
sumber tidak bergerak yang
mengeluarkan emisi wajib
menaati ketentuan persyaratan
teknis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (2).
Paragraf 3 Sumber Bergerak
Pasal 31
Penanggulangan pencemaran
udara dari sumber bergerak
meliputi pengawasan terhadap
penaatan ambang batas emisi
gas buang, pemeriksaan emisi
gas buang untuk kendaraan
bermotor tipe baru dan
kendaraan bermotor lama,
pemantauan mutu udara ambien
di sekitar jalan, pemeriksaan
emisi gas buang kendaraan
bermotor di jalan dan pengadaan
bahan bakar minyak bebas timah
hitam serta solar berkadar
belerang rendah sesuai standar
intemasional.
Pasal 32
(1) Instansi yang bertanggung
jawab mengkoordinasikan
pelaksanaan penanggulangan
pencemaran udara dari sumber
bergerak.
(2) Kepala instansi yang
bertanggungjawab menetapkan
pedoman teknis
penanggulangan pencemaran
udara dari kegiatan sumber
bergerak.
Pasal 33
Kendaraan bermotor tipe baru
dan kendaraan bermotor lama
yang mengeluarkan emisi gas
buang wajib memenuhi ambang
batas emisi gas buang
kendaraan bermotor.
Pasal 34
(1) Kendaraan bermotor tipe
baru wajib menjalani uji tipe
emisi.
(2) Bagi kendaraan bermotor
tipe baru yang dinyatakan
lulus uji tipe emisi
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberi tanda lulus uji
tipe emisi.
(3) Kepala instansi yang
bertanggung jawab
menetapkan tata cara dan
metode uji tipe emisi
kendaraan bermotor tipe baru.
(4) Uji tipe emisi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh instansi yang
bertanggung jawab di bidang
lalu lintas dan angkutan jalan.
Pasal 35
(1) Hasil uji tipe emisi
kendaraan bermotor tipe baru
yang dilakukan oleh instansi
yang bertanggung jawab di
bidang lalu lintas dan angkutan
jalan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (4) wajib
di sampaikan kepada Kepala
instansi yang bertanggung
jawab dan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan.
(2) Penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan wajib
mengumumkan angka
parameter-parameter polutan
hasil uji tipe emisi kendaraan
bermotor tipe baru
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(3) Kepala instansi yang
bertanggung jawab
menetapkan pedoman teknis
tata cara pelaporan hasil uji
tipe emisi kendaraan bermotor
tipe baru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 36
(1) Setiap kendaraan bermotor
lama wajib menjalani uji emisi
berkala sesuai peraturan
perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Gubernur melaporkan hasil
evaluasi uji emisi berkala
kendaraan bermotor lama
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) setiap 1 (satu) tahun
sekali kepada Kepala Instansi
yang bertanggung jawab.
Paragraf 4 Sumber Gangguan
Pasal 37
Penanggulangan pencemaran
udara dari kegiatan sumber
gangguan meliputi pengawasan
terhadap penaatan baku tingkat
gangguan, pemantauan gangguan
yang keluar dari kegiatannya
dan pemeriksaan penaatan
terhadap ketentuan persyaratan
teknis pengendalian pencemaran
udara.
Pasal 38
(1) Instansi yang bertanggung
jawab mengkoordinasikan
pelaksanaan penanggulangan
pencemaran udara dari sumber
gangguan.
(2) Kepala instansi yang
bertanggung jawab
menetapkan pedoman teknis
penanggulangan pencemaran
udara dari kegiatan sumber
gangguan.
Pasal 39
(1) Setiap penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan dari
sumber tidak bergerak yang
mengeluarkan gangguan wajib
menaati ketentuan baku
tingkat gangguan.
(2) Setiap penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan dari
sumber tidak bergerak yang
mengeluarkan gangguan wajib
menaati ketentuan persyaratan
teknis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (2).
Pasal 40
Kendaraan bermotor tipe baru
dan kendaraan bermotor lama
yang mengeluarkan kebisingan
wajib memenuhi ambang batas
kebisingan.
Pasal 41
(1) Kendaraan bermotor tipe
baru wajib menjalani uji tipe
kebisingan.
(2) Bagi kendaraan bermotor
tipe baru yang dinyatakan
lulus uji tipe kebisingan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberi tanda lulus uji
tipe kebisingan.
(3) Kepala instansi yang
bertanggung jawab
menetapkan pedoman teknis
tata cara dan metode uji tipe
kebisingan kendaraan
bermotor tipe baru.
(4) Uji tipe kebisingan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (l), dilakukan oleh
Instansi yang bertanggung
jawab di bidang lalu lintas dan
angkutan jalan.
Pasal 42
(1) Hasil uji tipe kebisingan
kendaraan bermotor tipe baru
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 ayat (4), wajib
disampaikan kepada Kepala
Instansi yang bertanggung
jawab dan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan.
(2) Penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan wajib
mengumumkan hasil uji tipe
kebisingan kendaraan
bermotor tipe baru
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(3) Kepala instansi yang
bertanggung jawab
menetapkan pedoman teknis
tata cara pelaporan hasil uji
tipe kebisingan kendaraan
bertmotor tipe baru
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Pasal 43
(1) Setiap kendaraan bermotor
lama wajib menjalani uji
kebisingan berkala sesuai
dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
(2) Gubernur melaporkan hasil
evaluasi uji kebisingan berkala
kendaraan bermotor lama
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) setiap 1 (satu) tahun
sekali kepada Kepala instansi
yang bertanggung jawab.