TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2005
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (2) huruf b dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3556); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEAMANAN HAYATI PRODUK REKAYASA GENETIK.
1. Keamanan hayati produk rekayasa genetik adalah keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan produk rekayasa genetik. 2. Keamanan lingkungan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya resiko yang merugikan keanekaragaman hayati sebagai akibat pemanfaatan produk rekayasa genetik. 3. Keamanan pangan produk rekayasa genetik adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya dampak yang merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, akibat proses produksi, penyiapan, penyimpanan, peredaran dan pemanfaatan pangan produk rekayasa genetik. 4. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. 5. Keamanan pakan produk rekayasa genetik adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya dampak yang merugikan dan membahayakan kesehatan hewan dan ikan, akibat proses produksi, penyiapan, penyimpanan, peredaran dan pemanfaatan pakan produk rekayasa genetik. 6. Pakan adalah bahan baku, bahan tambahan, dan bahan imbuhan atau campurannya yang berasal dari sumber hayati, mineral dan air, baik diolah maupun tidak diolah yang digunakan sebagai pakan hewan dan/atau pakan ikan. 7. Produk rekayasa genetik atau organisme hasil modifikasi yang selanjutnya disingkat PRG adalah organisme hidup, bagian-bagiannya dan/atau hasil olahannya yang mempunyai susunan genetik baru dari hasil penerapan bioteknologi moderen. 8. Bioteknologi moderen adalah aplikasi dari teknik perekayasaan genetik yang meliputi teknik Asam Nukleat in-vitro dan fusi sel dari dua jenis atau lebih organisme di luar kekerabatan taksonomis. 9. Hewan PRG adalah hewan yang dihasilkan dari penerapan teknik rekayasa genetik yang sebagian besar atau seluruh hidupnya berada di darat. 10. Bahan asal hewan PRG adalah seluruh bahan yang dihasilkan dari hewan PRG dan dapat diolah lebih lanjut bagi keperluan manusia dan keperluan lain. 11. Hasil olahan bahan asal hewan PRG adalah produk, yang berasal dari bahan asal hewan PRG, yang diproses dengan atau tanpa menggunakan bahan tambahan. 12. Ikan PRG adalah sumber daya ikan dan spesies biota perairan lainnya yang sebagian besar atau seluruh daur hidupnya berada di air yang dihasilkan dari penerapan teknik rekayasa genetik. 13. Bahan asal ikan PRG adalah seluruh bahan yang dihasilkan dari ikan PRG dan dapat diolah lebih lanjut bagi keperluan manusia dan keperluan lain. 14. Hasil olahan bahan asal ikan PRG adalah produk, yang berasal dari bahan asal ikan PRG, yang diproses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa menggunakan bahan tambahan. 15. Tanaman PRG adalah tanaman yang dihasilkan dari penerapan teknik rekayasa genetik. 16. Bahan asal tanaman PRG adalah bahan yang dihasilkan dari tanaman PRG dan dapat diolah lebih lanjut bagi keperluan manusia dan keperluan lain. 17. Hasil olahan bahan asal tanaman PRG adalah produk, yang berasal dari bahan asal tanaman PRG, yang diproses dengan atau tanpa menggunakan bahan tambahan. 18. Jasad renik PRG adalah jasad renik yang dihasilkan dari penerapan teknik rekayasa genetik. 19. Bahan asal jasad renik PRG adalah tubuh/sel dari jasad renik PRG itu sendiri dan/atau produk metabolismenya. 20. Hasil olahan bahan asal jasad renik PRG adalah produk, yang berasal dari bahan asal tubuh/sel jasad renik PRG atau produk metabolismenya, yang diproses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa menggunakan bahan tambahan. 21. Pengkajian risiko (Risk Assessment) PRG adalah pengkajian kemungkinan terjadinya pengaruh merugikan pada lingkungan hidup, kesehatan manusia dan kesehatan hewan yang ditimbulkan dari pengembangan dan pemanfaatan PRG berdasarkan penggunaan metode ilmiah dan statistik tertentu yang sahih. 22. Pengkajian adalah keseluruhan proses pemeriksaan dokumen dan pengujian PRG serta faktor sosial-ekonomi terkait. 23. Pengujian adalah evaluasi dan kajian teknis PRG meliputi teknik perekayasaan, efikasi dan persyaratan keamanan hayati di laboratorium, fasilitas uji terbatas dan/atau lapangan uji terbatas. 24. Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik, yang selanjutnya disingkat KKH, adalah komisi yang mempunyai tugas memberi rekomendasi kepada Menteri, Menteri berwenang dan Kepala LPND berwenang dalam menyusun dan menetapkan kebijakan serta menerbitkan sertifikat keamanan hayati PRG. 25. Balai Kliring Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik, yang selanjutnya disingkat BKKH, adalah perangkat KKH yang berfungsi sebagai sarana komunikasi antara KKH dengan pemangku kepentingan. 26. Tim Teknis Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik, yang selanjutnya disingkat TTKH, adalah tim yang diberi tugas membantu KKH dalam melakukan evaluasi dan pengkajian teknis keamanan hayati serta kelayakan pemanfaatan PRG. 27. Pengumuman adalah penyampaian informasi kepada publik mengenai hasil evaluasi dan pengkajian teknis keamanan hayati PRG melalui berita resmi KKH dan papan pengumuman atau media massa sebelum pemberian rekomendasi keamanan hayati PRG oleh KKH. 28. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang dan/atau badan hukum. 29. Pemohon adalah orang yang meminta izin kepada Menteri yang berwenang dan/atau Kepala LPND yang berwenang untuk pelepasan dan/atau peredaran PRG. 30. Pelepasan adalah pernyataan diakuinya suatu hasil pemuliaan menjadi varietas unggul dan dapat disebarluaskan setelah memenuhi persyaratan berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku. 31. Peredaran adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran komoditas kepada masyarakat, baik untuk diperdagangkan maupun tidak. 32. Menteri yang berwenang adalah Menteri yang lingkup tugas dan fungsinya di bidang pelepasan dan peredaran PRG. 33. Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen, selanjutnya disingkat Kepala LPND, yang berwenang adalah Kepala LPND yang lingkup tugas dan fungsinya di bidang peredaran PRG. 34. Hari adalah hari kalender. 35. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup.
Pengaturan yang diterapkan dalam Peraturan Pemerintah ini menggunakan pendekatan kehati-hatian dalam rangka mewujudkan keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau pakan dengan didasarkan pada metode ilmiah yang sahih serta mempertimbangkan kaidah agama, etika, sosial budaya, dan estetika.
a. jenis dan persyaratan PRG; b. penelitian dan pengembangan PRG; c. pemasukan PRG dari luar negeri; d. pengkajian, pelepasan dan peredaran, serta pemanfaatan PRG; e. pengawasan dan pengendalian PRG; f. kelembagaan; dan g. pembiayaan.
a. hewan PRG, bahan asal hewan PRG, dan hasil olahannya; b. ikan PRG, bahan asal ikan PRG, dan hasil olahannya; c. tanaman PRG, bahan asal tanaman PRG, dan hasil olahannya; dan d. jasad renik PRG, bahan asal jasad renik PRG, dan hasil olahannya.
a. deskripsi dan tujuan penggunaan; b. perubahan genetik dan fenotip yang diharapkan harus terdeteksi; c. identitas jelas mengenai taksonomi, fisiologi, dan reproduksi PRG; d. organisme yang digunakan sebagai sumber gen harus dinyatakan secara jelas dan lengkap; e. metode rekayasa genetika yang digunakan mengikuti prosedur baku yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya; f. karakterisasi molekuler PRG harus terinci jelas; g. ekspresi gen yang ditransformasikan ke PRG harus stabil; h. cara pemusnahan yang digunakan bila terjadi penyimpangan.
a. metode rekayasa genetik yang digunakan mengikuti prosedur baku yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya; b. kandungan gizi PRG secara substansial harus sepadan dengan yang non-PRG; c. kandungan senyawa beracun, antigizi, dan penyebab alergi dalam PRG secara substansial harus sepadan dengan yang non-PRG; d. kandungan karbohidrat, protein, abu, lemak, serat, asam amino, asam lemak, mineral, dan vitamin dalam PRG secara substansial harus sepadan dengan yang non-PRG; e. protein yang disandi gen yang dipindahkan tidak bersifat alergen; f. cara pemusnahan yang digunakan bila terjadi penyimpangan.
Ketentuan mengenai rincian jenis PRG, persyaratan keamanan lingkungan, persyaratan keamanan pangan dan/atau keamanan pakan diatur lebih lanjut oleh Menteri, Menteri yang berwenang atau Kepala LPND yang berwenang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
Setiap orang yang melakukan penelitian dan pengembangan PRG wajib mencegah dan/atau menanggulangi dampak negatif kegiatannya pada kesehatan manusia dan lingkungan.
Pengujian PRG selama dalam proses penelitian dan pengembangan harus dilakukan di laboratorium, fasilitas uji terbatas dan/atau lapangan uji terbatas.
PRG yang dihasilkan dari kegiatan penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sebelum diusulkan untuk dilepas dan/atau diedarkan harus diuji efikasi dan memenuhi persyaratan keamanan hayati.-
a. surat keterangan yang menyatakan bahwa PRG tersebut telah diperdagangkan secara bebas (certificate of free trade) di negara asalnya; dan b. dokumentasi pengkajian dan pengelolaan risiko dari institusi yang berwenang dimana pengkajian risiko pernah dilakukan.
a. memeriksa kelengkapan dokumen dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3); b. memberitahukan kepada pemohon mengenai kelengkapan dokumen dan persyaratan yang wajib dipenuhi oleh pemohon sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap pemasukan PRG selambat-lambatnya dalam 15 (lima belas) hari sejak permohonan diterima.
a. kelengkapan administrasi; b. informasi substantif; c. keterangan tambahan mengenai spesies yang akan diuji meliputi: i. tujuan khusus pengujian dan lokasi, habitat dan ekologi; ii. penjelasan mengenai genetik PRG, prosedur percobaan, pemantauan, data dan stabilitas genetik; dan d. identitas pemohon yang meliputi akta pendirian/legalitas hukum dan nomor pokok wajib pajak (NPWP).
a. memiliki sumber daya manusia yang mampu melakukan pengujian keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan PRG; dan b. mempunyai akses kepada laboratorium dan fasilitas uji terbatas yang telah terakreditasi.
a. memiliki sarana dan peralatan yang memadai; b. menggunakan metode pengujian keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan PRG yang sahih dan aman sesuai dengan pedoman pengujian keamanan hayati; dan c. menjamin kebenaran hasil pengujian.
a. aman atau tidak aman lingkungan PRG kepada Menteri; b. aman atau tidak aman pangan dan/atau pakan PRG kepada Menteri yang berwenang dan/atau Kepala LPND yang berwenang.
a. Menteri menyampaikan rekomendasi keamanan lingkungan kepada Menteri yang berwenang atau Kepala LPND yang berwenang disertai sertifikat keamanan lingkungan; b. Menteri yang berwenang atau Kepala LPND yang berwenang menerbitkan sertifikat keamanan pangan dan/atau keamanan pakan.
Terhadap PRG yang telah memperoleh rekomendasi keamanan hayati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) dan Pasal 17 ayat (2), Menteri yang berwenang atau Kepala LPND yang berwenang memberikan izin pelepasan dan/atau peredaran sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
PRG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan telah dilepas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan di berbagai bidang sesuai dengan izin peruntukannya.
Menteri, Menteri yang berwenang atau Kepala LPND yang berwenang melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap PRG yang beredar dan dimanfaatkan di wilayah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
a. Menteri mengusulkan kepada Menteri yang berwenang atau Kepala LPND yang berwenang untuk mencabut keputusan pelepasan atau peredaran PRG; b. Menteri yang berwenang atau Kepala LPND yang berwenang mencabut keputusan pelepasan atau peredaran PRG.
KKH memberikan rekomendasi keamanan hayati kepada Menteri, Menteri yang berwenang dan Kepala LPND yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dan membantu dalam melaksanakan pengawasan terhadap pemasukan dan pemanfaatan PRG, serta pemeriksaan dan pembuktian atas kebenaran laporan adanya dampak negatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 26 dan Pasal 27 .
Sebelum menetapkan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini, Menteri, Menteri yang berwenang atau Kepala LPND yang berwenang sesuai dengan bidangnya masing-masing wajib memperhatikan saran dan pertimbangan dari KKH
a. mengelola dan menyajikan informasi kepada publik mengenai prosedur, penerimaan permohonan, proses dan ringkasan hasil pengkajian; b. menerima masukan dari masyarakat dan menyampaikan hasil kajian dari masukan tersebut; c. menyampaikan informasi mengenai rumusan rekomendasi yang akan disampaikan kepada Menteri, Menteri yang berwenang atau Kepala LPND yang berwenang; dan d. menyampaikan informasi mengenai Keputusan Menteri, Menteri yang berwenang atau Kepala LPND yang berwenang atas permohonan yang telah dikaji kepada publik.
Semua biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang keuangan negara.
Semua permohonan untuk pelepasan dan/atau peredaran PRG yang telah diajukan kepada Menteri yang berwenang atau Kepala LPND yang berwenang dan sedang diproses pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, diproses lebih lanjut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ada.
Apabila laboratorium atau fasilitas uji terbatas yang telah diakreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) belum ada, maka Menteri, Menteri yang berwenang atau Kepala LPND yang berwenang dapat menunjuk laboratorium atau fasilitas uji terbatas yang memenuhi persyaratan teknis minimal menurut Peraturan Pemerintah ini.
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan PRG dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Mei 2005 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd Dr. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 19 Mei 2005 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd HAMID AWALUDIN
Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI Kepala Biro Tata Usaha, ttd Sugiri, S.H.
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya dan bernilai tinggi (mega biodiversity). Keanekaragaman hayati ini merupakan rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi umat manusia, oleh karena itu perlu dikelola secara berkelanjutan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tidak merugikan kesehatan manusia maupun lingkungan. Pemanfaatan keanekaragaman hayati melalui bioteknologi moderen dengan hasil berupa Produk Rekayasa Genetik (PRG) memberi peluang untuk menunjang produksi pertanian, ketahanan pangan dan peningkatan kualitas hidup manusia. Bioteknologi moderen yang digunakan dalam menghasilkan PRG meliputi teknik Asam Nukleat in-vitro dan fusi sel. Asam Nukleat Deoksiribose, yang selanjutnya disingkat DNA, adalah molekul, terdiri atas empat macam basa dan kerangka gula fosfat, yang membawa informasi genetik organisme. Penggunaan teknologi ini memberikan manfaat antara lain untuk peningkatan produksi, peningkatan ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta peningkatan ketahanan terhadap cekaman lingkungan (environmental stress). Namun demikian, penggunaan teknologi ini mungkin dapat menimbulkan resiko terhadap lingkungan, keanekaragaman hayati dan kesehatan manusia. Kemungkinan timbulnya resiko tersebut perlu diminimalkan melalui pendekatan kehati-hatian (precautionary approach). Kemungkinan adanya resiko dalam penerapan dan pengembangan PRG telah dibahas sejak negosiasi rancangan naskah perjanjian internasional mengenai keanekaragaman hayati tahun 1990, yang kemudian diadopsi dalam Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity/CBD) pada tahun 1992. Pada tahun 1994 Konvensi tersebut diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1994. Dalam konvensi ini diatur antara lain ketentuan mengenai keamanan penerapan bioteknologi moderen yaitu di dalam klausul Pasal 8 huruf g dan Pasal 19 ayat (1) yang mewajibkan setiap negara anggota Konvensi untuk menyusun, menetapkan dan melaksanakan peraturan perundang-undangan mengenai keamanan hayati, yang mencakup juga keamanan pangan dan/atau keamanan pakan. Peraturan Pemerintah ini diperlukan oleh karena peraturan perundang-undangan yang telah ada belum cukup untuk mengatur segala sesuatu tentang PRG sebagaimana diamanatkan dalam Konvensi, maka diperlukan pengaturan yang sistematis dan efektif. Peraturan Pemerintah ini dijadikan dasar hukum dalam mewujudkan keamanan hayati, keamanan pangan, dan/atau pakan PRG bagi kesejahteraan rakyat berdasarkan prinsip kesehatan serta pengelolaan sumberdaya hayati, perlindungan konsumen dan kepastian berusaha dengan mempertimbangkan agama, etika, sosial, budaya dan estetika. Peraturan Pemerintah ini mencakup pengaturan mengenai jenis dan persyaratan PRG, penelitian dan pengembangan PRG, pemasukan PRG dari luar negeri, pengkajian, pelepasan dan peredaran, serta pemanfaatan PRG, pengendalian PRG, kelembagaan dan pembiayaan. Peraturan pemerintah ini selain sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan Pasal 8 ayat (2) huruf b dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup juga terkait dengan berbagai Undang-Undang. Beberapa Undang-Undang yang terkait dan mendukung Peraturan Pemerintah ini antara lain: a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2824); b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 3419); d. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); e. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); f. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495); g. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Deversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3556); h. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); i. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656); j. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); k. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); l. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 241, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4043); m. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4219); n. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411); o. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on Biological Diversity (Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati atas Konvensi Keanekaragaman Hayati) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4414); p. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433); q. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437). Peraturan Pemerintah ini merupakan pengaturan lebih lanjut tentang penggunaan dan pelepasan organisme hasil modifikasi (Living Modified Organism) dan partisipasi efektif dalam kegiatan riset bioteknologi yang berkaitan dengan produk rekayasa genetik.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pendekatan kehati-hatian adalah suatu pendekatan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan pencegahan atas adanya kemungkinan terjadinya dampak merugikan pada lingkungan dan kesehatan manusia yang signifikan, bahkan sebelum bukti-bukti ilmiah konklusif mengenai dampak tersebut muncul. Dalam Peraturan Pemerintah ini pendekatan kehati-hatian diimplementasikan dalam ketentuan bahwa sebelum suatu PRG dapat dimanfaatkan perlu dilakukan terlebih dahulu pengkajian dan pengelolaan resiko keamanan lingkungan, pangan dan/atau pakan dengan metode ilmiah yang sahih dan pertimbangan faktor sosial, ekonomi, dan etika, untuk menjamin bahwa risiko pemanfaatan PRG terhadap lingkungan dan kesehatan manusia dapat diterima berdasarkan persyaratan peraturan yang ada. Pertimbangan dari kaidah agama, etika, sosial budaya dan etika, antara lain adalah gen yang ditransformasikan ke PRG harus berasal dari organisme yang tidak bertentangan dengan kaidah agama tertentu, bentuk atau fenotipe hewan PRG harus sepadan dengan tetuanya dan sesuai dengan estetika yang berlaku.
Cukup jelas.
Huruf a Pengertian hewan PRG, bahan asal hewan PRG, dan hasil olahannya tidak termasuk satwa liar. Huruf b Pengertian ikan PRG, bahan asal ikan PRG, dan hasil olahannya tidak termasuk ikan yang dilindungi dan yang termasuk dalam appendix CITES. Huruf c Pengertian tanaman PRG, bahan asal tanaman PRG, dan hasil olahannya tidak termasuk tumbuhan liar. Huruf d Cukup jelas.
Cukup jelas.
Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan sumber gen harus dinyatakan secara jelas dan lengkap adalah harus jelas asal usul mendapatkan organisme yang digunakan sebagai sumber gen, harus jelas status perlindungannya (dilindungi/tidak), termasuk appendix CITES (I,II, dan III) atau tidak. Harus lengkap dokumen/sertifikat asal usulnya. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan harus jelas adalah sesuatu penilaian sesuai dengan pedoman pengkajian karakteristik molekuler. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas.
Huruf a Cukup jelas. Huruf b Kesepadanan substansial adalah suatu keadaan di mana produk transgenik secara substansial sepadan dengan produk non-transgenik asalnya kecuali sifat yang direkayasa. Huruf c Yang dimaksud kandungan senyawa beracun adalah kandungan senyawa yang sudah ada di dalam tanaman secara alamiah seperti trypsin inhibitor, lectin, urease pada kedelai, dan bukan racun dari bakteri tanah Bachillus thuringiensis yang dapat menimbulkan kematian pada serangga tertentu. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas.
Pokok-pokok pengaturan yang tetapkan meliputi antara lain tujuan dari pemanfaatan PRG tersebut.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Uji efikasi dimaksudkan untuk memastikan gen interes yang ditransformasikan ke PRG terekspresi dengan benar.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan PRG sejenis adalah PRG hasil rekayasa genetik yang sama termasuk hasil persilangan konvensional. Varietas yang sama dari hasil PRG berbeda bukan PRG sejenis. Kata sejenis di sini bukan merupakan pengertian taksonomis. PRG sejenis wajib diuji keamanan hayatinya hanya untuk pemasukan pertama kali. Sekali telah memenuhi syarat keamanan hayati maka pemasukan PRG berikutnya untuk jenis yang sama tidak perlu lagi diuji keamanan hayatinya. Izin dari Menteri hanya diperlukan untuk setiap pemasukan pertama kali suatu PRG. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat ini berlaku sebagai notifikasi dari orang yang ingin memasukan PRG tersebut kepada Menteri atau Kepala LPND yang berwenang untuk pengujian keamanan hayati dalam rangka memperoleh sertifikat aman hayati sebagai salah satu syarat pelepasan dan peredaran PRG yang bersangkutan.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Di samping kelengkapan surat keterangan yang menyatakan bahwa PRG tersebut telah diperdagangkan secara bebas di negara asalnya dan dokumentasi pengkajian dan pengelolaan resiko, pemasukan PRG dari luar negeri harus pula memperhatikan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
Cukup jelas.
Menteri yang berwenang atau Kepala LPND yang berwenang antara lain: - Dibidang pelepasan varietas tanaman adalah Menteri Pertanian; - Dibidang pelepasan ikan adalah Menteri Kelautan dan Perikanan; - Dibidang pelepasan tanaman kehutanan adalah Menteri Kehutanan; - Dibidang pelepasan pangan olahan adalah Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Pokok-pokok pengaturan mengenai syarat dan tata cara pemasukan PRG dari luar negeri yang dilakukan oleh Menteri meliputi antara lain pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang karantina.
Cukup jelas.
Menteri yang berwenang atau Kepala LPND yang berwenang antara lain: - Dibidang pelepasan varietas tanaman adalah Menteri Pertanian; - Dibidang pelepasan ikan adalah Menteri Kelautan dan Perikanan; - Dibidang pelepasan tanaman kehutanan adalah Menteri Kehutanan; - Dibidang pelepasan pangan olahan adalah Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Jangka waktu untuk uji lanjutan di laboratorium, fasilitas uji terbatas (rumah kaca, kandang, kolam, dan tambak) dan/atau lapangan uji terbatas didasarkan pada jenis dan sifat PRG yang dikaji.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pengujian di laboratorium, fasilitas uji terbatas dan/atau lapangan uji terbatas dilakukan apabila informasi dalam dokumen yang disertakan oleh pemohon belum dapat meyakinkan KKH untuk mengambil kesimpulan bagi pemberian rekomendasi keamanan lingkungan, keamanan pangan dan/atau keamanan pakan PRG.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan institusi yang berkompeten antara lain Universitas, Lembaga Penelitian yang memiliki fasilitas dan kemampuan yang memadai.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan fasilitas uji terbatas adalah fasilitas yang telah memenuhi persyaratan minimal untuk melakukan pengujian keamanan hayati.
Cukup jelas.
Pengumuman kepada publik dimaksudkan agar masyarakat luas mengetahui adanya permohonan pelepasan dan peredaran PRG. Dengan pengumuman tersebut, masyarakat dapat memperoleh kesempatan untuk menyampaikan tanggapan secara tertulis kepada KKH. Pengumuman dilakukan baik dengan cara menempatkannya dalam media publikasi yang disediakan oleh KKH maupun melalui BKKH yang mudah dijangkau dan diperoleh oleh masyarakat.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Sejak jangka waktu pengkajian, tanggapan dan masukan dari masyarakat berakhir, maka KKH wajib menyerahkan bahan rekomendasi keamanan hayati kepada Menteri.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Ketentuan pelepasan dan/atau peredaran PRG mengikuti peraturan perundangundangan di bidang komoditi masing-masing. Untuk tanaman PRG peraturan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman sedangkan untuk ikan PRG mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Cukup jelas.
Pengawasan dan pengendalian oleh Menteri yang berwenang atau Kepala LPND yang berwenang meliputi antara lain penetapan mengenai petugas dan/atau lembaga yang melakukan pengawasan dan tata cara pengawasan, pelaporan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang komoditi yang bersangkutan.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Yang dimaksud dengan penanggung jawab kegiatan adalah setiap orang yang memproduksi, memasukkan dan/atau mengedarkan PRG.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Keanggotaan TTKH terdiri dari para pakar karena TTKH menangani kajian teknis yang bersifat ilmiah yang hanya dapat ditangani oleh pakar di bidangnya masing-masing.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Cukup jelas.