「식품에 관한 인도네시아 공화국 법률 2012년 제18호」
ㆍ 국 가 ‧ 지 역: 인도네시아 ㆍ 법 률 번 호: 2012년 제18호 ㆍ 제 정 일: 2012.11.16.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas; b. bahwa negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi Pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal; c. bahwa sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar dan di sisi lain memiliki sumber daya alam dan sumber Pangan yang beragam, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan Pangannya secara berdaulat dan mandiri; d. bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan sudah tidak sesuai lagi dengan dinamika perkembangan kondisi eksternal dan internal, demokratisasi, desentralisasi, globalisasi, penegakan hukum, dan beberapa peraturan perundang-undangan lain yang dihasilkan kemudian sehingga perlu diganti; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pangan; Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28A, dan Pasal 28C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PANGAN. 전능하신 신의 은총으로 인도네시아 공화국 대통령은, 고려함: a. 식량은 인간에게 있어 가장 중요한 기본적인 필수품이며, 그충족은 1945년 인도네시아 공화국 헌법에 보장된 인권의 일부로 양질의 인적자원을 형성하기 위한 기본 요소이다. b. 국가는 자원, 조직 및 지역 문화를 활용하여 인도네시아 공화국 전역의 개개인에게까지 균등하게 국가 및 지역 수준에서 충분하고 안전하며 품질이 좋고 영양상 균형이 잡힌 식량의 가용성과 접근성 그리고 소비에 대한 충족을 실현할 의무가 있다. c. 인구가 많으며 천연자원과 식량자원이 다양한 국가로서, 인도 네시아는 자주적이고 독립적으로 식량의 수요를 충족할 능력이 있다. d. 1996년 제7호 법률은 내외부 적인 상황의 발전에 더이상 부응하지 못하며, 민주주의, 분권 주의, 세계화, 법집행과 일부 법령규정으로 인하여 변화가 필요 하다. e. a, b, c, 그리고 d의 고려사항을 기초로 하여 식품에 관한 법률을 제정하는 것이 필요하다. 검토함: 1945년 인도네시아 공화국 헌법 제20조, 제21조, 제28A조 및 28C조 인도네시아 공화국 국민대표의회의 동의를 얻어 인도네시아 공화국 대통령은 결정한다. 확정함: 식품에 관한 법률
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. 2. Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. 3. Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi Pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat. 4. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. 5. Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. 6. Produksi Pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan/atau mengubah bentuk Pangan. 7. Ketersediaan Pangan adalah kondisi tersedianya Pangan dari hasil produksi dalam negeri dan Cadangan Pangan Nasional serta impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. 8. Cadangan Pangan Nasional adalah persediaan Pangan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk konsumsi manusia dan untuk menghadapi masalah kekurangan Pangan, gangguan pasokan dan harga, serta keadaan darurat. 9. Cadangan Pangan Pemerintah adalah persediaan Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh Pemerintah. 10. Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi adalah persediaan Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh pemerintah provinsi. 11. Cadangan Pangan Pemerintah Kabupaten/Kota adalah persediaan Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. 12. Cadangan Pangan Pemerintah Desa adalah persediaan Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh pemerintah desa. 13. Cadangan Pangan Masyarakat adalah persediaan Pangan yang dikuasai dan dikelola oleh masyarakat di tingkat pedagang, komunitas, dan rumah tangga. 14. Penyelenggaraan Pangan adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam penyediaan, keterjangkauan, pemenuhan konsumsi Pangan dan Gizi, serta keamanan Pangan dengan melibatkan peran serta masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. 15. Pangan Pokok adalah Pangan yang diperuntukkan sebagai makanan utama sehari-hari sesuai dengan potensi sumber daya dan kearifan lokal. 16. Penganekaragaman Pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi Pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal. 17. Pangan Lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal. 18. Pangan Segar adalah Pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung dan/atau yang dapat menjadi bahan baku pengolahan Pangan. 19. Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan. 20. Petani adalah warga negara Indonesia, baik perseorangan maupun beserta keluarganya yang melakukan usaha tani di bidang Pangan. 21. Nelayan adalah warga negara Indonesia, baik perseorangan maupun beserta keluarganya yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. 22. Pembudi Daya Ikan adalah warga negara Indonesia, baik perseorangan maupun beserta keluarganya yang mata pencahariannya membesarkan, membiakkan, dan/atau memelihara ikan dan sumber hayati perairan lainnya serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol. 23. Perdagangan Pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penjualan dan/atau pembelian Pangan, termasuk penawaran untuk menjual Pangan dan kegiatan lain yang berkenaan dengan pemindahtanganan Pangan dengan memperoleh imbalan. 24. Ekspor Pangan adalah kegiatan mengeluarkan Pangan dari daerah pabean negara Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif, dan landas kontinen. 25. Impor Pangan adalah kegiatan memasukkan Pangan ke dalam daerah pabean negara Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif, dan landas kontinen. 26. Peredaran Pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran Pangan kepada masyarakat, baik diperdagangkan maupun tidak. 27. Bantuan Pangan adalah Bantuan Pangan Pokok dan Pangan lainnya yang diberikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat dalam mengatasi Masalah Pangan dan Krisis Pangan, meningkatkan akses Pangan bagi masyarakat miskin dan/atau rawan Pangan dan Gizi, dan kerja sama internasional. 28. Masalah Pangan adalah keadaan kekurangan, kelebihan, dan/atau ketidakmampuan perseorangan atau rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan Pangan dan Keamanan Pangan. 29. Krisis Pangan adalah kondisi kelangkaan Pangan yang dialami sebagian besar masyarakat di suatu wilayah yang disebabkan oleh, antara lain, kesulitan distribusi Pangan, dampak perubahan iklim, bencana alam dan lingkungan, dan konflik sosial, termasuk akibat perang. 30. Sanitasi Pangan adalah upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi Pangan yang sehat dan higienis yang bebas dari bahaya cemaran biologis, kimia, dan benda lain. 31. Persyaratan Sanitasi adalah standar kebersihan dan kesehatan yang harus dipenuhi untuk menjamin Sanitasi Pangan. 32. Iradiasi Pangan adalah metode penanganan Pangan, baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan, membebaskan Pangan dari jasad renik patogen, serta mencegah pertumbuhan tunas. 33. Rekayasa Genetik Pangan adalah suatu proses yang melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama untuk mendapatkan jenis baru yang mampu menghasilkan produk Pangan yang lebih unggul. 34. Pangan Produk Rekayasa Genetik adalah Pangan yang diproduksi atau yang menggunakan bahan baku, bahan tambahan Pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan dari proses rekayasa genetik. 35. Kemasan Pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus Pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan Pangan maupun tidak. 36. Mutu Pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan dan kandungan Gizi Pangan. 37. Gizi adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam Pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, serat, air, dan komponen lain yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. 38. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. 39. Pelaku Usaha Pangan adalah Setiap Orang yang bergerak pada satu atau lebih subsistem agribisnis Pangan, yaitu penyedia masukan produksi, proses produksi, pengolahan, pemasaran, perdagangan, dan penunjang. 40. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 41. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Penyelenggaraan Pangan dilakukan dengan berdasarkan asas: a. kedaulatan; b. kemandirian; c. ketahanan; d. keamanan; e. manfaat; f. pemerataan; g. berkelanjutan; dan h. keadilan.
Penyelenggaraan Pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan.
Penyelenggaraan Pangan bertujuan untuk: a. meningkatkan kemampuan memproduksi Pangan secara mandiri; b. menyediakan Pangan yang beraneka ragam dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan Gizi bagi konsumsi masyarakat; c. mewujudkan tingkat kecukupan Pangan, terutama Pangan Pokok dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat; d. mempermudah atau meningkatkan akses Pangan bagi masyarakat, terutama masyarakat rawan Pangan dan Gizi; e. meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas Pangan di pasar dalam negeri dan luar negeri; f. meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang Pangan yang aman, bermutu, dan bergizi bagi konsumsi masyarakat; g. meningkatkan kesejahteraan bagi Petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Pelaku Usaha Pangan; dan h. melindungi dan mengembangkan kekayaan sumber daya Pangan nasional.
Lingkup pengaturan Penyelenggaraan Pangan meliputi: a. perencanaan Pangan; b. Ketersediaan Pangan; c. keterjangkauan Pangan; d. konsumsi Pangan dan Gizi; e. Keamanan Pangan; f. label dan iklan Pangan; g. pengawasan; h. sistem informasi Pangan; i. penelitian dan pengembangan Pangan; j. kelembagaan Pangan; k. peran serta masyarakat; dan l. penyidikan.
Perencanaan Pangan dilakukan untuk merancang Penyelenggaraan Pangan ke arah Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan.
Perencanaan Pangan harus memperhatikan: a. pertumbuhan dan sebaran penduduk; b. kebutuhan konsumsi Pangan dan Gizi; c. daya dukung sumber daya alam, teknologi, dan kelestarian lingkungan; d. pengembangan sumber daya manusia dalam Penyelenggaraan Pangan; e. kebutuhan sarana dan prasarana Penyelenggaraan Pangan; f. potensi Pangan dan budaya lokal; g. rencana tata ruang wilayah; dan h. rencana pembangunan nasional dan daerah.
a. rencana Pangan nasional; b. rencana Pangan provinsi; dan c. rencana Pangan kabupaten/kota.
Rencana Pangan nasional sekurang-kurangnya memuat: a. kebutuhan konsumsi Pangan dan status Gizi masyarakat; b. Produksi Pangan; c. Cadangan Pangan terutama Pangan Pokok; d. Ekspor Pangan; e. Impor Pangan; f. Penganekaragaman Pangan; g. distribusi, perdagangan, dan pemasaran Pangan, terutama Pangan Pokok; h. stabilisasi pasokan dan harga Pangan Pokok; i. Keamanan Pangan; j. penelitian dan pengembangan Pangan; k. kebutuhan dan diseminasi ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Pangan; l. kelembagaan Pangan; dan m. tingkat pendapatan Petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Pelaku Usaha Pangan.
a. mengembangkan Produksi Pangan yang bertumpu pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal; b. mengembangkan efisiensi sistem usaha Pangan; c. mengembangkan sarana, prasarana, dan teknologi untuk produksi, penanganan pascapanen, pengolahan, dan penyimpanan Pangan; d. membangun, merehabilitasi, dan mengembangkan prasarana Produksi Pangan; e. mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif; dan f. membangun kawasan sentra Produksi Pangan.
Pemerintah berkewajiban mengelola stabilisasi pasokan dan harga Pangan Pokok, mengelola cadangan Pangan Pokok Pemerintah, dan distribusi Pangan Pokok untuk mewujudkan kecukupan Pangan Pokok yang aman dan bergizi bagi masyarakat.
a. sumber daya manusia; b. sumber daya alam; c. sumber pendanaan; d. ilmu pengetahuan dan teknologi; e. sarana dan prasarana Pangan; dan f. kelembagaan Pangan.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban melindungi dan memberdayakan Petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Pelaku Usaha Pangan sebagai produsen Pangan.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam memenuhi kebutuhan Pangan berkewajiban: a. mengatur, mengembangkan, dan mengalokasikan lahan pertanian dan sumber daya air; b. memberikan penyuluhan dan pendampingan; c. menghilangkan berbagai kebijakan yang berdampak pada penurunan daya saing; dan d. melakukan pengalokasian anggaran.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk peningkatan Produksi Pangan.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi penggunaan dan pengembangan sarana dan prasarana dalam upaya meningkatkan Produksi Pangan.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengembangkan kelembagaan Pangan masyarakat untuk meningkatkan Produksi Pangan.
a. perubahan iklim; b. serangan organisme pengganggu tumbuhan serta wabah penyakit hewan dan ikan; c. bencana alam; d. bencana sosial; e. pencemaran lingkungan; f. degradasi sumber daya lahan dan air; g. kompetisi pemanfaatan sumber daya Produksi Pangan; h. alih fungsi penggunaan lahan; dan i. disinsentif ekonomi.
a. Cadangan Pangan Pemerintah; b. Cadangan Pangan Pemerintah Daerah; dan c. Cadangan Pangan Masyarakat.
Cadangan Pangan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan untuk mengantisipasi: a. kekurangan Ketersediaan Pangan; b. kelebihan Ketersediaan Pangan; c. gejolak harga Pangan; dan/atau d. keadaan darurat.
Cadangan Pangan Nasional dapat dimanfaatkan untuk kerja sama internasional dan Bantuan Pangan luar negeri.
Pemerintah dapat mengembangkan kemitraan dengan Pelaku Usaha Pangan, perguruan tinggi, dan masyarakat dalam pengembangan Cadangan Pangan Nasional.
a. Cadangan Pangan Pemerintah Desa; b. Cadangan Pangan Pemerintah Kabupaten/Kota; dan c. Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi.
a. kekurangan Pangan; b. gejolak harga Pangan; c. bencana alam; d. bencana sosial; dan/atau e. menghadapi keadaan darurat.
a. mekanisme yang disesuaikan dengan kondisi wilayah dan rumah tangga; dan b. tidak merugikan konsumen dan produsen.
Impor Pangan wajib memenuhi persyaratan batas kedaluwarsa dan kualitas Pangan.
Pemerintah menetapkan kebijakan dan peraturan Impor Pangan yang tidak berdampak negatif terhadap keberlanjutan usaha tani, peningkatan produksi, kesejahteraan Petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Pelaku Usaha Pangan mikro dan kecil.
Impor Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 39 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penganekaragaman Pangan merupakan upaya meningkatkan Ketersediaan Pangan yang beragam dan yang berbasis potensi sumber daya lokal untuk: a. memenuhi pola konsumsi Pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman; b. mengembangkan usaha Pangan; dan/atau c. meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Penganekaragaman Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dilakukan dengan: a. penetapan kaidah Penganekaragaman Pangan; b. pengoptimalan Pangan Lokal; c. pengembangan teknologi dan sistem insentif bagi usaha pengolahan Pangan Lokal; d. pengenalan jenis Pangan baru, termasuk Pangan Lokal yang belum dimanfaatkan; e. pengembangan diversifikasi usaha tani dan perikanan; f. peningkatan ketersediaan dan akses benih dan bibit tanaman, ternak, dan ikan; g. pengoptimalan pemanfaatan lahan, termasuk lahan pekarangan; h. penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah di bidang Pangan; dan i. pengembangan industri Pangan yang berbasis Pangan Lokal.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penganekaragaman Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan Pasal 42 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
a. pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran Cadangan Pangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah; b. mobilisasi Cadangan Pangan Masyarakat di dalam dan antardaerah; c. menggerakkan partisipasi masyarakat; dan/atau d. menerapkan teknologi untuk mengatasi Krisis Pangan dan pencemaran lingkungan.
a. Presiden untuk skala nasional; b. gubernur untuk skala provinsi; dan c. bupati/walikota untuk skala kabupaten/kota.
a. distribusi; b. pemasaran; c. perdagangan; d. stabilisasi pasokan dan harga Pangan Pokok; dan e. Bantuan Pangan.
a. pengembangan sistem distribusi Pangan yang menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara efektif dan efisien; b. pengelolaan sistem distribusi Pangan yang dapat mempertahankan keamanan, mutu, gizi, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat; dan c. perwujudan kelancaran dan keamanan distribusi Pangan.
a. stabilisasi pasokan dan harga Pangan, terutama Pangan Pokok; b. manajemen Cadangan Pangan; dan c. penciptaan iklim usaha Pangan yang sehat.
Pelaku Usaha Pangan dilarang menimbun atau menyimpan Pangan Pokok melebihi jumlah maksimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.
a. denda; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; dan/atau c. pencabutan izin.
Stabilisasi pasokan dan harga Pangan Pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dilakukan melalui: a. penetapan harga pada tingkat produsen sebagai pedoman pembelian Pemerintah; b. penetapan harga pada tingkat konsumen sebagai pedoman bagi penjualan Pemerintah; c. pengelolaan dan pemeliharaan Cadangan Pangan Pemerintah; d. pengaturan dan pengelolaan pasokan Pangan; e. penetapan kebijakan pajak dan/atau tarif yang berpihak pada kepentingan nasional; f. pengaturan kelancaran distribusi antarwilayah; dan/atau g. pengaturan Ekspor Pangan dan Impor Pangan.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban meningkatkan pemenuhan kuantitas dan kualitas konsumsi Pangan masyarakat melalui: a. penetapan target pencapaian angka konsumsi Pangan per kapita pertahun sesuai dengan angka kecukupan Gizi; b. penyediaan Pangan yang beragam, bergizi seimbang, aman, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat; dan c. pengembangan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam pola konsumsi Pangan yang beragam, bergizi seimbang, bermutu, dan aman.
Penganekaragaman konsumsi Pangan dilakukan dengan: a. mempromosikan penganekaragaman konsumsi Pangan; b. meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi aneka ragam Pangan dengan prinsip Gizi seimbang; c. meningkatkan keterampilan dalam pengembangan olahan Pangan Lokal; dan d. mengembangkan dan mendiseminasikan teknologi tepat guna untuk pengolahan Pangan Lokal.
Tercapainya penganekaragaman konsumsi Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 diukur melalui pencapaian nilai komposisi pola Pangan dan Gizi seimbang.
a. penetapan persyaratan perbaikan atau pengayaan Gizi Pangan tertentu yang diedarkan apabila terjadi kekurangan atau penurunan status Gizi masyarakat; b. penetapan persyaratan khusus mengenai komposisi Pangan untuk meningkatkan kandungan Gizi Pangan Olahan tertentu yang diperdagangkan; c. pemenuhan kebutuhan Gizi ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita, dan kelompok rawan Gizi lainnya; dan d. peningkatan konsumsi Pangan hasil produk ternak, ikan, sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian lokal.
a. denda; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; d. ganti rugi; dan/atau e. pencabutan izin.
Ketentuan mengenai persyaratan khusus tentang komposisi, persyaratan perbaikan, atau pengayaan Gizi dan tata cara pengolahan Pangan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Penyelenggaraan Keamanan Pangan dilakukan melalui: a. Sanitasi Pangan; b. pengaturan terhadap bahan tambahan Pangan; c. pengaturan terhadap Pangan Produk Rekayasa Genetik; d. pengaturan terhadap Iradiasi Pangan; e. penetapan standar Kemasan Pangan; f. pemberian jaminan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan; dan g. jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan.
a. memenuhi Persyaratan Sanitasi; dan b. menjamin Keamanan Pangan dan/atau keselamatan manusia.
a. denda; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; d. ganti rugi; dan/atau e. pencabutan izin.
Bahan tambahan Pangan merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam Pangan untuk mempengaruhi sifat dan/atau bentuk Pangan.
a. bahan tambahan Pangan yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan; dan/atau b. bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan Pan gan.
a. denda; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; d. ganti rugi; dan/atau e. pencabutan izin.
a. denda; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; d. ganti rugi; dan/atau e. pencabutan izin.
a. persyaratan kesehatan; b. prinsip pengolahan; c. dosis; d. teknik dan peralatan; e. penanganan limbah dan penanggulangan bahaya zat radioaktif; f. keselamatan kerja; dan g. kelestarian lingkungan.
a. denda; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; d. ganti rugi; dan/atau e. pencabutan izin.
Setiap Orang dilarang memperdagangkan Pangan yang tidak sesuai dengan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan yang tercantum dalam label Kemasan Pangan.
a. mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat membahayakan kesehatan atau jiwa manusia; b. mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan; c. mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses Produksi Pangan; d. mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai; e. diproduksi dengan cara yang dilarang; dan/atau f. sudah kedaluwarsa.
Setiap Orang yang mengimpor Pangan untuk diperdagangkan wajib memenuhi standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan.
a. denda; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; d. ganti rugi; dan/atau e. pencabutan izin.
a. nama produk; b. daftar bahan yang digunakan; c. berat bersih atau isi bersih; d. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor; e. halal bagi yang dipersyaratkan; f. tanggal dan kode produksi; g. tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa; h. nomor izin edar bagi Pangan Olahan; dan i. asal usul bahan Pangan tertentu.
Setiap Orang dilarang menghapus, mencabut, menutup, mengganti label, melabel kembali, dan/atau menukar tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa Pangan yang diedarkan.
a. denda; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; d. ganti rugi; dan/atau e. pencabutan izin.
Ketentuan lebih lanjut mengenai label Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 sampai dengan Pasal 101 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
a. denda; b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran; c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen; d. ganti rugi; dan/atau e. pencabutan izin.
Ketentuan lebih lanjut mengenai iklan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 dan Pasal 105 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
a. ketersediaan dan/atau kecukupan Pangan Pokok yang aman, bergizi, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat; dan b. persyaratan Keamanan Pangan, Mutu Pangan, dan Gizi Pangan serta persyaratan label dan iklan Pangan.
a. Ketersediaan dan/atau kecukupan Pangan Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pangan; b. persyaratan Keamanan Pangan, Mutu Pangan, dan Gizi Pangan, serta persyaratan label dan iklan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, untuk Pangan Olahan, dilaksanakan oleh lembaga pemerintah yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan; dan c. persyaratan Keamanan Pangan, Mutu Pangan, dan Gizi Pangan, serta persyaratan label dan iklan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, untuk Pangan Segar, dilaksanakan oleh lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pangan.
Dalam melaksanakan pengawasan, lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (3) sesuai dengan urusan dan/atau tugas serta kewenangan, masing-masing mengangkat pengawas.
a. memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan Perdagangan Pangan untuk memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh Pangan dan segala sesuatu yang diduga digunakan dalam kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau Perdagangan Pangan; b. menghentikan, memeriksa, dan mencegah setiap sarana angkutan yang diduga atau patut diduga yang digunakan dalam pengangkutan Pangan serta mengambil dan memeriksa contoh Pangan; c. membuka dan meneliti Kemasan Pangan; d. memeriksa setiap buku, dokumen, atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau Perdagangan Pangan, termasuk menggandakan atau mengutip keterangan tersebut; dan e. memerintahkan untuk memperlihatkan izin usaha atau dokumen lain yang sejenis.
Dalam hal hasil pemeriksaan oleh pengawas menunjukkan adanya bukti awal bahwa telah terjadi tindak pidana di bidang Pangan, penyidikan segera dilakukan oleh penyidik yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 sampai dengan Pasal 110 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Sistem informasi Pangan mencakup pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, dan penyajian serta penyebaran data dan informasi tentang Pangan.
a. perencanaan; b. pemantauan dan evaluasi; c. stabilitas pasokan dan harga Pangan; dan d. sistem peringatan dini terhadap Masalah Pangan serta kerawanan Pangan dan Gizi.
a. jenis produk Pangan; b. neraca Pangan; c. letak, luas wilayah, dan kawasan Produksi Pangan; d. permintaan pasar; e. peluang dan tantangan pasar; f. produksi; g. harga; h. konsumsi; i. status Gizi; j. ekspor dan impor; k. perkiraan pasokan; l. perkiraan musim tanam dan musim panen; m. prakiraan iklim; n. teknologi Pangan; dan o. kebutuhan Pangan setiap daerah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 sampai dengan Pasal 115 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Penelitian dan pengembangan Pangan dilakukan untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi Pangan serta menjadi dasar dalam merumuskan kebijakan Pangan yang mampu meningkatkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan.
a. menciptakan produk Pangan yang berdaya saing di tingkat lokal, nasional, dan internasional; b. mempercepat pemuliaan dan perakitan untuk menghasilkan varietas unggul sumber Pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan yang toleran terhadap cekaman biotik dan abiotik, tahan terhadap organisme pengganggu tumbuhan atau wabah penyakit hewan dan ikan, dan adaptif terhadap perubahan iklim; c. merekayasa inovasi teknologi dan kelembagaan sistem budi daya tanaman, hewan, dan ikan sebagai sumber Pangan yang dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan daya saing, serta melestarikan keanekaragaman hayati; d. merekayasa inovasi teknologi dan kelembagaan pascapanen, pengolahan, dan pemasaran hasil untuk mengembangkan produk Pangan Olahan berbasis Pangan Lokal, peningkatan nilai tambah, pengembangan bisnis Pangan, dan pengayaan komposisi kandungan Gizi Pangan yang aman dikonsumsi; e. menciptakan produk Pangan Lokal yang dapat menyubstitusi Pangan Pokok dengan memperhatikan kesesuaian kandungan vitamin dan zat lain di dalamnya; f. mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lahan, air, iklim, dan genetik guna mempertahankan dan meningkatkan kapasitas Produksi Pangan nabati dan hewani secara nasional; dan g. menghasilkan rekomendasi kebijakan pembangunan Pangan.
Penelitian dan pengembangan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 dapat dilakukan secara mandiri dan/atau melalui kerja sama dengan lembaga penelitian internasional, baik yang dikelola Pemerintah maupun swasta.
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban memfasilitasi publikasi, penyebaran, pemanfaatan, dan penerapan hasil penelitian Pangan.
Kerja sama internasional untuk pengembangan Pangan Lokal dapat dilakukan apabila diinisiasi oleh lembaga di dalam negeri setelah mendapat izin menteri yang membidangi penelitian.
Pemerintah memfasilitasi dan memberikan pelindungan hak atas kekayaan intelektual terhadap hasil penelitian dan pengembangan Pangan serta Pangan Lokal unggulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memberikan penghargaan dan/atau insentif bagi peneliti dan/atau penelitian Pangan yang mampu menghasilkan teknologi unggul yang bermanfaat bagi masyarakat dalam pewujudan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan.
Dalam hal mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan nasional, dibentuk lembaga Pemerintah yang menangani bidang Pangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Lembaga Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Pangan.
Lembaga Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 dapat mengusulkan kepada Presiden untuk memberikan penugasan khusus kepada badan usaha milik negara di bidang Pangan untuk melaksanakan produksi, pengadaan, penyimpanan, dan/atau distribusi Pangan Pokok dan Pangan lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja lembaga Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 sampai Pasal 128 diatur dengan Peraturan Presiden.
a. pelaksanaan produksi, distribusi, perdagangan, dan konsumsi Pangan; b. penyelenggaraan Cadangan Pangan Masyarakat; c. pencegahan dan penanggulangan rawan Pangan dan Gizi; d. penyampaian informasi dan pengetahuan Pangan dan Gizi; e. pengawasan kelancaran penyelenggaraan Ketersediaan Pangan, keterjangkauan Pangan, Penganekaragaman Pangan, dan Keamanan Pangan; dan/atau f. peningkatan Kemandirian Pangan rumah tangga.
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Pangan; b. melakukan pemanggilan terhadap seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau sebagai saksi dalam tindak pidana di bidang Pangan; c. melakukan penggeledahan dan penyitaan terhadap barang bukti tindak pidana di bidang Pangan; d. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang Pangan; e. membuat dan menandatangani berita acara; f. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana di bidang Pangan; dan g. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Pangan.
Pelaku Usaha Pangan yang dengan sengaja menimbun atau menyimpan melebihi jumlah maksimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang mengakibatkan harga Pangan Pokok menjadi mahal atau melambung tinggi dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan Olahan tertentu untuk diperdagangkan, yang dengan sengaja tidak menerapkan tata cara pengolahan Pangan yang dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan kandungan Gizi bahan baku Pangan yang digunakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Setiap Orang yang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran Pangan yang tidak memenuhi Persyaratan Sanitasi Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan yang dengan sengaja menggunakan: a. bahan tambahan Pangan melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan; atau b. bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan, yang dengan sengaja menggunakan bahan apa pun sebagai Kemasan Pangan yang dapat melepaskan cemaran yang membahayakan kesehatan manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Setiap Orang yang dengan sengaja membuka kemasan akhir Pangan untuk dikemas kembali dan diperdagangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Setiap Orang yang memproduksi dan memperdagangkan Pangan yang dengan sengaja tidak memenuhi standar Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Setiap Orang yang dengan sengaja memperdagangkan Pangan yang tidak sesuai dengan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan yang tercantum dalam label Kemasan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pelaku Usaha Pangan yang dengan sengaja tidak memiliki izin edar terhadap setiap Pangan Olahan yang dibuat di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Setiap Orang yang dengan sengaja menghapus, mencabut, menutup, mengganti label, melabel kembali, dan/atau menukar tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa Pangan yang diedarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Setiap Orang yang dengan sengaja memberikan keterangan atau pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan pada label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Setiap Orang yang dengan sengaja memuat keterangan atau pernyataan tentang Pangan yang diperdagangkan melalui iklan yang tidak benar atau menyesatkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
a. luka berat atau membahayakan nyawa orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). b. kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
a. luka berat atau membahayakan nyawa orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau denda paling banyak Rp14.000.000.000,00 (empat belas miliar rupiah). b. kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
Setiap pejabat atau penyelenggara negara yang melakukan atau membantu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 sampai Pasal 145, dikenai pidana dengan pemberatan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ancaman pidana masingmasing.
a. pencabutan hak-hak tertentu; atau b. pengumuman putusan
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, lembaga Pemerintah yang menangani bidang Pangan yang sudah ada pada saat berlakunya UndangUndang ini tetap menjalankan tugasnya sampai dengan terbentuknya lembaga Pemerintah yang menangani bidang Pangan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.
Peraturan pelaksanaan UndangUndang ini harus telah ditetapkan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak UndangUndang ini diundangkan.
Lembaga Pemerintah yang menangani bidang Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 harus telah terbentuk paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur Pangan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang belum diganti atau tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 16 November 2012 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 November 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN 2012년 11월 16일 자카르타에서 승인됨 인도네시아 공화국 대통령, 수실로 밤방 유도요노 2012년 11월 17일 자카르타에서 제정됨 인도네시아 공화국 법인권부장관아미르 샴수딘
「식품에 관한 인도네시아 공화국 법률 2012년 제18호」
ㆍ 국 가 ‧ 지 역: 인도네시아 ㆍ 법 률 번 호: 2012년 제18호 ㆍ 제 정 일: 2012.11.16.
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas; b. bahwa negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi Pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal; c. bahwa sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar dan di sisi lain memiliki sumber daya alam dan sumber Pangan yang beragam, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan Pangannya secara berdaulat dan mandiri; d. bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan sudah tidak sesuai lagi dengan dinamika perkembangan kondisi eksternal dan internal, demokratisasi, desentralisasi, globalisasi, penegakan hukum, dan beberapa peraturan perundang-undangan lain yang dihasilkan kemudian sehingga perlu diganti; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pangan; Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28A, dan Pasal 28C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PANGAN. 전능하신 신의 은총으로 인도네시아 공화국 대통령은, 고려함: a. 식량은 인간에게 있어 가장 중요한 기본적인 필수품이며, 그충족은 1945년 인도네시아 공화국 헌법에 보장된 인권의 일부로 양질의 인적자원을 형성하기 위한 기본 요소이다. b. 국가는 자원, 조직 및 지역 문화를 활용하여 인도네시아 공화국 전역의 개개인에게까지 균등하게 국가 및 지역 수준에서 충분하고 안전하며 품질이 좋고 영양상 균형이 잡힌 식량의 가용성과 접근성 그리고 소비에 대한 충족을 실현할 의무가 있다. c. 인구가 많으며 천연자원과 식량자원이 다양한 국가로서, 인도 네시아는 자주적이고 독립적으로 식량의 수요를 충족할 능력이 있다. d. 1996년 제7호 법률은 내외부 적인 상황의 발전에 더이상 부응하지 못하며, 민주주의, 분권 주의, 세계화, 법집행과 일부 법령규정으로 인하여 변화가 필요 하다. e. a, b, c, 그리고 d의 고려사항을 기초로 하여 식품에 관한 법률을 제정하는 것이 필요하다. 검토함: 1945년 인도네시아 공화국 헌법 제20조, 제21조, 제28A조 및 28C조 인도네시아 공화국 국민대표의회의 동의를 얻어 인도네시아 공화국 대통령은 결정한다. 확정함: 식품에 관한 법률
이 법에서 사용하는 용어의 뜻은 다음과 같다. 1. 식량이란 인간이 소비할 수있도록 음식 또는 음료로 가공되거나 가공되지 않은 농업, 원예업, 임업, 어업, 축산 업, 수산업 및 물의 생물자원 에서 도출된 모든 것으로, 여기에는 음식 또는 음료의 준비, 가공, 그리고 생산 과정에서 사용되는 식품첨가물, 식 품원재료, 그리고 기타 원료가 포함된다. 2. 식량주권이란 국민에게 식량권을 보장해주는 정책을 독립적으로 수립하고 지역자원의 잠재력에 따라 식량체계를 수립할 권리를 지역사회에 부여하는 국가와 민족의 권리를 말한다. 3. 식량자립이란 천연자원, 인간, 사회, 경제 및 국지적 지혜의 잠재력을 존엄하게 활용 하여 개인에까지 충분한 식량 수요를 충족할 수 있는 다양한 종류의 식량을 국내에서 생산할 수 있는 국가와 국민의 능력을 말한다. 4. 식량안보란 개인에게까지 도달할 수 있는 국가의 식량 확보 상태로, 확보된 식량이 양과 질적으로 충분하고 안전 하고 다양하며, 영양적으로 균형 있으며 접근성이 보장되 고, 또한 건강하고 역동적이며 지속가능한 생산적인 삶을 영위하는데 있어 종교와 신념및 사회문화에 반하지 않음을 반영한다. 5. 식품안전이란 인간의 건강을 방해하고 해를 끼치며 위험을 초래할 수 있는 생물학 적, 화학적, 기타 물질의 오염 가능성으로부터 식품을 예방 하며, 종교, 신념 및 사회문화에 반하지 않아 소비함에 있어 안전한 상태와 노력을 말한다. 6. 식량생산이란 식량의 생산, 준비, 가공, 제조, 보존, 포장, 재포장 그리고/또는 형태의 변형 행위나 과정을 말한다. 7. 식량가용성이란 국내에서 생산된 식량과 국가식량비축 분, 그리고 위 두 가지 주요 공급원이 수요를 충족할 수없는 경우 수입식량의 확보 상태를 말한다. 8. 국가식량비축분이란 인간의 소비, 식량 부족, 공급 및 가격 혼란, 그리고 비상사태에 대응하기 위한 인도네시아 공화국 전역의 식량 비축분을 말한다. 9. 정부식량비축이란 정부가 통제하고 관리하는 식량 비축 분을 말한다. 10. 주정부식량비축이란 주정 부가 통제하고 관리하는 식량 비축분을 말한다. 11. 시/군정부식량비축이란 시/ 군정부가 통제하고 관리하는 식량 비축분을 말한다. 12. 마을정부식량비축이란 마을단위의 정부가 통제하고 운영하는 식량 비축분을 말한 다. 13. 지역사회식량비축이란 상인, 주민 및 가정 차원에서 지역사회가 통제하고 운영하는 식량 비축분을 말한다. 14. 식량관리란 조정되고 통합된 지역사회의 참여를 통하여 식량의 공급, 접근, 소비의 충족 및 영양, 그리고 식품안전을 기획하고 실행하며 감독하는 활동을 말한다. 15. 주식이란 자원의 잠재력과 국지적 지혜에 따라 일일 주요 식량으로 지정된 음식물을 말한다. 16. 식량의 다양화란 다양하고 영양적으로 균형 잡히고 지역 자원의 잠재력을 기반으로 하는 식량의 가용성과 소비를 증진하는 노력을 말한다. 17. 지역식품이란 지역의 잠재 력과 국지적 지혜에 따라 지역사회에서 소비하는 음식을 말한다. 18. 신선식품이란 바로 섭취하기 위하여 가공을 거치지 않은 그리고/또는 식품 가공의 원재료가 되는 식품을 말한 다. 19. 가공식품이란 첨가물을 포함하거나 포함하지 않고 특정 수단 또는 방법의 공정으로 만든 음식이나 음료를 말한 다. 20. 농업인이란 식량 분야의 농업을 경영하는 인도네시아 국민 개인이나 그 가족을 말한다. 21. 어업인이란 어획을 생계수 단으로 하는 인도네시아 국민 개인이나 그 가족을 말한다. 22. 양식업 종사란 어류 및 기타 수산 자원을 사육, 번식 그리고/또는 유지하고 통제된 환경에서 수확하는 것을 생계 수단으로 하는 인도네시아 국민 개인이나 그 가족을 말한 다. 23. 식량거래란 식량의 판매 그리고/또는 구매와 관련된 모든 활동 또는 일련의 활동을 말하며, 여기에는 식량을 판매하기 위한 판촉과 수입을 획득하고 식량을 양도하는 것과 관련된 기타 활동이 포함 된다. 24. 식량수출이란 육지, 영해, 영공, 특정 배타적 경제수역, 대륙붕을 포함한 인도네시아 공화국 관세구역에서 식량을 반출하는 활동을 말한다. 25. 식량수입이란 육지, 영해, 영공, 특정 배타적 경제수역, 대륙붕을 포함한 인도네시아 공화국 관세구역으로 식량을 반입하는 활동을 말한다. 26. 식량유통이란 거래 여부에 관계없이 지역사회에 식량을 분배하는 모든 활동 또는 일련의 활동을 말한다. 27. 식량지원이란 정부, 지방정 부, 그리고/또는 지역사회가 식량문제와 식량위기를 극복 하고 빈곤 그리고/또는 식품과 영양 취약계층의 식량접근 성을 높이고 국제협력을 위하여 주식 및 기타 식량을 지원 하는 것을 말한다. 28. 식량문제란 개인 또는 가정이 식량수요와 식품안전을 충족하는 데 있어 결핍, 초과 그리고/또는 무능력한 상태를 말한다. 29. 식량위기란 식량 수급의 어려움, 기후변화의 영향, 자연환경재해, 전쟁을 포함한 사회적 갈등으로 인하여 한지역의 다수가 겪는 식량부족 상태를 말한다. 30. 식품위생이란 식품이 생물 학적, 화학적, 그리고 기타 물질의 오염 위험이 없는 위생 적이고 청결한 식품상태를 만들고 유지하는 노력을 말한 다. 31. 위생요건이란 식품위생을 보장하기 위하여 반드시 충족 하여야 하는 청결과 보건 기준을 말한다. 32. 식품조사(照射)란 방사성 물질과 촉진제를 사용하여 부패 및 손상을 방지하고 미생 물로부터 안전하고 발아를 방 지하기 위한 식품취급의 방법을 말한다. 33. 식품유전공학이란 우수한 식품을 생산할 수 있는 새로운 종을 얻기 위하여 하나의 생물종에서 다른 또는 동일한 생물종으로 유전자(유전인자) 를 전달하는 일종의 과정을 말한다. 34. 유전자변형식품이란 유전자 응용 과정을 통하여 생산된 원료, 식품첨가물, 그리고/ 또는 기타 재료로 생산하거나 사용한 식품을 말한다. 35. 식품포장이란 식품에 직간 접적으로 접착되어 식품을 담거나 포장하는데 사용되는 재료를 말한다. 36. 식품품질이란 식품의 안전과 영양 함량 기준을 기초로 정해진 가치를 말한다. 37. 영양이란 탄수화물, 단백 질, 지방, 비타민, 무기질, 섬유질, 물, 그리고 인간의 성장 과 건강에 유익한 기타 성분 으로 구성되어 식품에 포함되는 물질 또는 합성물을 말한 다. 38. 모든 사람이란 자연인 또는 법인을 말하며 법인의 형태는 불문한다. 39. 식품사업자란 하나 또는그 이상의 농업 관련 하위 시스템에 종사하는 모든 사람으 로, 생산 투입, 생산 공정, 가공, 마케팅, 거래와 관련한 공급업자 및 지원자를 말한다. 40. 이하 정부라 약칭하는 중앙정부란 1945 년 인도네시아 공화국 헌법에서 언급한 인도 네시아 정부의 권한을 가진 인도네시아 공화국 대통령을 말한다. 41. 지방정부란 지방행정 운영의 요소로서 주지사, 군수, 또는 시장과 지방조직을 말한다.
식량 관리는 다음 각 호의 원칙을 기초로 하여 실시된다. a. 주권성 b. 자립성 c. 안보성 d. 안전성 e. 유용성 f. 형평성 g. 지속가능성 h. 공정성
식량관리는 식량주권, 식량자립및 식량안보를 기반으로 공정하고 보편적이며 지속가능한 혜택을 부여하는 인간의 기본 욕구를 충족하기 위하여 실시된다.
식량관리는 다음 각 호를 목적 으로 한다. a. 독립적인 식량 생산 능력 증진 b. 다양한 식량을 공급하고 지역사회에서 소비함에 있어 안 전, 품질, 영양 요건 충족 c. 특히 주식에 있어서 지역사 회의 필요에 따라 합리적이고 저렴한 가격을 갖춘 식량의 재고 구축 d. 특히 식량과 영양이 취약한 지역사회의 식량접근성의 용의 또는 제고 e. 국내외 시장에서 식료품의 부가가치와 경쟁력 제고 f. 지역사회가 소비함에 있어 안전하고 품질이 좋으며 영양가 있는 식량에 대한 지역사 회의 지식과 인식 제고 g. 농업인, 어업인, 양식업 종사자 및 식품사업자의 복지 향상 h. 국가식량자원의 부의 보호와 발전
식량관리의 적용 범위에는 다음각 호가 포함된다. a. 식량계획 b. 식량가용성 c. 식량접근성 d. 식량 및 영양의 소비 e. 식품안전 f. 식품라벨 및 광고 g. 감독 h. 식품정보체계 i. 식품연구 및 개발 j. 식품기구 k. 국민참여 l. 조사
식량전략입안은 식량주권, 식량 자립, 식량안보를 위한 식량관리를 수립하기 위하여 실시된다.
식량전략입안에 있어서 다음 각호의 사항을 고려하여야 한다. a. 인구 성장 및 분포 b. 식품 및 영양소 소비의 필요 c. 천연자원, 기술, 그리고 자연보존 수용력 d. 식량관리에 있어서 인적자 원의 개발 e. 식량관리의 인프라 및 설비의 필요성 f. 식량의 잠재력 및 지역문화 g. 지역 공간 계획 h. 국가 및 지역 개발 계획
a. 국가식량계획 b. 주식량계획 c. 시/군식량계획
국가식량계획에는 최소한 다음각 호를 모두 포함한다. a. 식량소비수요 및 국민영양상태 b. 식량생산 c. 식량, 특히 주식의 비축 d. 식량수출 e. 식량수입 f. 식량의 다양화 g. 식량, 특히 주식의 분배, 거래 및 마케팅 h. 주식의 재고 및 가격 안정성 i. 식품안전 j. 식품연구 및 개발 k. 식량 분야의 지식과 기술의 수요와 보급 l. 식량기구 m. 농어인, 어업인, 양식업 종사자 및 식품사업자의 소득 수준
a. 자원, 조직, 그리고 지역문 화를 기반으로 하는 식량생산 개발 b. 식량 사업체계의 효율성 개발 c. 식량 생산, 수확 처리, 가공및 저장을 위한 인프라와 설비, 그리고 기술 개발 d. 식량생산 설비 건설, 재건및 개발 e. 생산적인 토지의 유지 및개발 f. 식량생산센터 지역 건설
정부는 주식의 재고 및 가격 안정을 관리하고, 정부의 주식 비축분과 지역사회를 위하여 안전 하고 영양가 있는 주식의 재고를 확보하기 위한 배급을 관리한다
a. 인적자원 b. 천연자원 c. 재원 d. 학문 및 과학기술 e. 식량 인프라 및 설비 f. 식량기구
정부와 지방정부는 농업인, 어업 인, 양식업 종사자, 식품사업자를 식품생산자로 보호하고 권한을 부여할 의무가 있다.
식량수요의 충족에 있어 정부와 지방정부는 다음 각 호의 의무가 있다. a. 농업용지와 수자원의 통제, 개발 및 배분 b. 상담 및 멘토링 제공 c. 경쟁력 감소에 영향을 미치는 다양한 정책 폐지 d. 예산의 재배분
정부와 지방정부는 식량생산을 늘리기 위하여 학문과 과학기술을 개발하고 보급할 의무가 있다.
정부와 지방정부는 식량생산 증진 노력에 있어 인프라와 설비의 이용과 개발을 지원한다.
정부와 지방정부는 식량생산을 늘리기 위하여 지역사회식량기구를 개발한다.
a. 기후변화 b. 식물 해충의 공격 및 가축과 어류의 전염병 c. 자연재해 d. 사회적 재난 e. 환경오염 f. 토지 및 수자원의 저하 g. 식량생산자원의 활용 경쟁 h. 토지 이용 기능의 변경 i. 경제적 불이익
a. 정부식량비축분 b. 지방정부식량비축분 c. 지역사회식량비축분
제23조의 국가식량비축분은 다음 각 호를 예측하기 위함이다. a. 식량 공급 부족 b. 식량 공급 과잉 c. 식량 가격 파동 d. 긴급사태
국가식량비축분은 국제협력과 해외식량지원에 사용될 수 있다.
정부는 국가식량비축분을 개발 하는 데 있어 식품사업자, 대학및 지역사회와 협력할 수 있다.
a. 마을정부식량비축분 b. 시/군정부식량비축분 c. 주정부식량비축분
a. 식량부족 b. 식량파동 c. 자연재해 d. 사회적 재난 e. 긴급사태 직면
a. 지역 및 가정 조건에 적합한 체계 b. 소비자와 생산자에게 손해를 끼치지 않을 것
식량수입은 유통기한 및 식량품질 요건을 반드시 충족하여야 한다.
정부는 농업의 지속가능성, 생산량 증대, 농업인, 어업인, 양식업 종사자 및 소형 및 초소형 식품 사업자의 복지에 부정적인 영향을 미치지 않는 식량수입 정책 및 규정을 수립한다.
제36조부터 제39조의 식량수입은 법령규정에 따라 실시한다.
식량의 다양화는 다음 각 호를 위하여 다양하고 지역 자원의 잠재력을 기반으로 하는 식량가 용성을 높이기 위한 노력으로 이루어진다. a. 다양한 식량소비, 균형 있는 영양 및 안전 측면의 충족 b. 식량 사업의 개발 c. 지역사회의 복지 향상
제41조의 식량의 다양화는 다음각 호를 통하여 실시된다. a. 식량다양화 규칙 제정 b. 지역식량의 최적화 c. 지역식량가공업을 위한 기술및 인센티브 체계 개발 d. 활용되지 않은 지역식량을 포함한 새로운 식량 유형의 소개 e. 농업 및 어업의 다양화 개발 f. 식물, 가축, 어류의 종자 및종자의 가용성과 접근성 증진 g. 대지를 포함한 토지 이용의 최적화 h. 식량 부분의 초소형, 중소기 업의 강화 i. 지역식량을 기반으로 하는 식량산업의 개발
제41조와 제42조의 식량다양화에 관한 세부규정은 정부령으로 또는 정부령에 따라 정한다.
a. 정부 및 지방정부의 식량비 축의 조달, 운영 및 분배 b. 지역 내 및 지역 간 지역사 회식량비축의 동원 c. 지역사회의 참여 유발 d. 식량위기 및 환경오염을 극복하기 위한 기술 적용
a. 국가적 규모는 대통령 b. 주 규모는 주지사 c. 시/군 규모는 군수/시장
a. 분배 b. 시장 c. 거래 d. 주식의 재고 및 가격 안정화 e. 식량지원
a. 효과적이고 효율적으로 인도 네시아 공화국 전역에 도달할수 있는 식량분배 체계의 개발 b. 종교, 신념 및 지역사회의 문화에 반하지 아니하고 안전, 품질, 영양을 유지할 수있는 체계의 관리 c. 원활하고 안전한 식량분배 구축
a. 식량, 특히 주식의 재고와 가격 안정화 b. 식량비축분 관리 c. 건전한 식량사업환경의 형성
식량사업자는 제52조의 최대량을 초과하는 주식을 축재하여서는 아니된다.
a. 벌금 b. 활동, 생산 그리고/또는 배포의 일시 중지 c. 허가 취소
제55조의 주식의 재고와 가격 안정화는 다음 각 호를 통하여 실시한다. a. 정부 수매의 지침이 되는 생산자 수준의 가격 결정 b. 정부 판매의 지침이 되는 소비자 수준의 가격 책정 c. 정부식량비축분의 관리 및유지 d. 식량의 재고 통제 및 관리 e. 국익에 유리한 세금 그리고/ 또는 요금의 결정 f. 지역 간 원활한 분배 조절 g. 식량수출 및 수입 규제
정부와 지방정부는 다음 각 호를 통하여 지역사회 식량소비의 양적, 질적 충족을 향상할 의무가 있다. a. 영양적정량 수치에 따른 1 인당 연간 식품 소비량 달성을 위한 목표 설정 b. 다양하고 영양상 균형 잡히고 안전하며 종교, 신념 및지역사회의 문화에 반하지 아니하는 식량의 공급 c. 다양하고 영양상 균형잡힌 양질의 안전한 식량 소비 형태에 대한 지역사회의 지식과 능력 개발
식량소비의 다양화는 다음 각호를 통하여 실시한다. a. 식량소비의 다양화 촉진 b. 영양균형원칙에 따른 다양한 식량의 소비를 위한 대중의 지식 및 인식 개선 c. 지역식량 가공 개발을 위한 기술 향상 d. 지역식량의 가공을 위한 적정기술의 개발과 보급
제60조의 식량소비의 다양화 달성은 식량과 영양 균형 구성 평가의 달성을 통하여 측정한다.
a. 지역사회의 영양상태가 부족 하거나 감소하는 경우 유통되는 특정 식량의 영양 개선 또는 강화 요건 수립 b. 거래되는 특정 가공식품의 영양 함량을 높이기 위하여 식량 구성에 관한 특별 요건 수립 c. 임신부, 모유수유모, 영아, 5 세 이하 유아 및 기타 영양 취약계층의 필수 영양 충족 d. 지역 가축, 생선, 채소, 과일및 구근류 식품의 소비 증진
a. 벌금 b. 활동, 생산 그리고/또는 유통의 일시 중지 c. 유통된 식품의 생산자 회수 d. 손해배상 e. 허가 취소
영양 구성, 개선요건, 또는 강화및 식품가공법에 대한 특별 요건에 관한 규정은 정부령으로 또는 정부령을 근거로 정한다.
식품안전은 다음 각 호를 통하여 관리한다. a. 식품위생 b. 식품첨가물에 대한 규제 c. 유전자조작식품에 대한 규제 d. 식품조사에 대한 규제 e. 식품포장 기준 수립 f. 식품안전과 식품품질 보증 제공 g. 할랄제품 인증
a. 위생 요건 충족 b. 식품안전 그리고/또는 인간에 대한 복지 보장
a. 벌금 b. 활동, 생산, 그리고/또는 유통의 일시 중지 c. 유통된 식품의 생산자 회수 d. 손해배상 e. 허가 취소
식품첨가물은 식품의 성질 그리고/또는 형태에 영향을 주기 위하여 식품에 첨가되는 재료이다.
a. 지정된 최대 허용치를 초과 하는 식품첨가물 b. 식품첨가물로 사용이 금지 되는 물질
a. 벌금 b. 활동, 생산 그리고/또는 유통의 일시 중지 c. 유통된 식품의 생산자 회수 d. 손해배상 e. 허가 취소
a. 벌금 b. 활동, 생산 그리고/또는 유통의 일시 중지 c. 유통된 식품의 생산자 회수 d. 손해배상 e. 허가 취소
a. 보건 요건 b. 처리 원칙 c. 정량 d. 기술 및 장비 e. 폐기물 처리 및 방사성 물질의 위험 관리 f. 작업 안전 g. 환경보존
a. 벌금 b. 활동, 생산 그리고/또는 유통의 일시 중지 c. 유통된 식품의 생산자 회수 d. 손해배상 e. 허가 취소
모든 사람은 식품포장 라벨에 붙은 식품안전과 식품품질을 준수하지 아니한 식품을 판매하여 서는 아니 된다.
a. 독성, 위험물질을 포함하거나 건강이나 정신에 위협을 가할 수 있는 물질의 포함 b. 지정된 최대한도를 초과하는 오염물질의 포함 c. 식품생산 활동 또는 공정에 사용이 금지된 물질의 포함 d. 더럽고 부식되고 악취가 나며 부패한 재료를 포함하거나 질병에 걸리거나 시체에서 유래된 식물성 또는 동물성 물질의 포함 e. 금지된 방식으로 생산 f. 유통기한의 만료
거래를 위하여 식품을 수입하는 자는 식품안전과 식품품질 기준을 충족할 의무가 있다.
a. 벌금 b. 활동, 생산 그리고/또는 유통의 일시 중지 c. 유통된 식품의 생산자 회수 d. 손해배상 e. 허가 취소
a. 제품명 b. 사용된 재료 목록 c. 중량 또는 내용물 d. 제조자 또는 수입업자의 상호 및 소재지 e. 요청하는 자를 위한 할랄 f. 생산일 및 생산코드 g. 유통기한 연월일 h. 가공식품 유통허가번호 i. 특정식품의 재료 원산지
유통된 식품의 라벨을 삭제, 제거, 가림, 변경, 재교환 그리고/ 또는 유통기한의 연월일을 변경 하여서는 아니 된다.
a. 벌금 b. 활동, 생산 그리고/또는 유통의 일시 중지 c. 유통된 식품의 생산자 회수 d. 손해배상 e. 허가 취소
제96조부터 제101조까지의 식품 라벨에 관한 세부규정은 정부령 으로 정하거나 정부령을 근거로 하여 정한다.
a. 벌금 b. 활동, 생산 그리고/또는 유통의 일시 중지 c. 유통된 식품의 생산자 회수 d. 손해배상 e. 허가 취소
제104조와 제106조의 식품광고에 관한 세부규정은 정부령으로 정하거나 정부령을 근거로 하여 정한다.
a. 안전하고 영양가 있으며 대중의 구매력이 미칠 수 있는 주식의 가용성 그리고/또는 재고 마련 b. 식품안전, 식품품질 및 식품 영양 요건 그리고 식품라벨및 광고 요건 충족
a. 제 2 항제 a 호의 주식의 가용성 그리고/또는 재고는 식품분야의 정부 업무를 관장하는 정부기관이 실시 b. 가공식품에 대한 제 2 항제 b 호의 식품안전, 식품품질 및식품영양 요건과 식품라벨 및광고 요건은 식품의약감독 분야의 정부 업무를 관장하는 정부기관이 실시 c. 신선식품에 대한 제 2 항 b 호의 식품안전, 식품품질 및식품영양 요건과 식품라벨 및광고 요건은 식품 분야의 정부 업무를 관장하는 정부기관이 실시
감독을 실시함에 있어 제108조 제3항의 정부기관은 업무 그리고/또는 직무와 권한에 따라 각각의 감독자를 지정한다.
a. 생산, 활동 또는 공정, 저장, 운송 및 식품 거래에 사용되는 것으로 의심되는 각각의 장소에 들어가 검사, 조사 및식품 및 그 외의 의심되는 모든 것의 수거 b. 식품운송에 사용되는 것으로 의심되거나 합리적인 의심이 있는 모든 운송 수단의 정지, 검사, 방지 및 식품의 샘플 조사 c. 식품포장 개봉 및 검사 d. 생산 활동, 저장, 운송 그리 고/또는 식품유통에 대한 내용이 포함되거나 이를 복제 또는 인용한 것으로 의심되는 모든 서적, 서류 또는 기타 기록의 조사 e. 사업허가증 또는 기타 동등 한종류의 서류 제시 명령
감독관의 검사 결과 식품 분야 에서 범죄 행위가 있었다는 초기 증거가 제시된 경우 법령규 정에 따라 권한 있는 수사관이 즉시 수사를 실시하여야 한다
제108조부터 제112조의 감독에 관한 세부규정은 정부령에서 정한다.
식품정보시스템은 식품에 관한 데이터와 정보의 수집, 가공, 분석, 보관, 게시 및 배포를 포함 한다.
a. 전략입안 b. 조정 및 평가 c. 식품 재고 및 가격 안정화 d. 식량문제와 취약점에 대한 조기 경보 시스템
a. 식품 유형 b. 식품수급표 c. 식품 생산 위치, 면적 및 지역 d. 시장 수요 e. 시장의 기회와 도전 f. 생산 g. 가격 h. 소비 i. 영양 상태 j. 수출 및 수입 k. 재고 예상 l. 재배기 및 수확기 예측 m. 기후 예측 n. 식품 기술 o. 각 지역의 식량 수요
제113조부터 제115조까지의 식품정보시스템에 관한 세부규정은 정부령에서 정한다.
식품 연구 및 개발은 식품 과학 기술의 발전을 위하여 실시되며, 식량주권, 식량자립 그리고 식량 안보를 강화할 수 있는 식품정책을 수립하는 데에 기반이 된다.
a. 지역, 국가 및 국제적으로 경쟁력을 갖춘 식품의 생산 b. 생물적, 비생물적 스트레스에 대한 내성, 식물 해충 또는 가축 및 어류의 질병 발생에 대한 내성 그리고 기후변 화에 적응할 수 있는 식물, 가축 및 어류에서 파생된 우수하고 다양한 식품공급원을 생산하기 위한 번식 및 개량의 가속화 c. 생산성, 효율성 및 경쟁력을 제고하고 생물다양성을 보존할 수 있는 식량원인 식물의 재배, 가축의 사육 및 어류의 양식 체계에 대한 기술 혁신및 제도의 적용 d. 지역식량을 기반으로 하는 가공식품의 개발, 부가가치의 증대, 식품사업 개발과 소비에 안전한 식품영양함량구성 강화를 위한 수확, 가공 및생산품 마케팅에 대한 기술 혁신 및 제도의 적용 e. 비타민 및 기타 물질의 적절한 함량을 고려한 주식대용 품이 될 수 있는 지역식품의 생산 f. 식물성 및 동물성 식품의 생산능력을 유지하고 향상시키기 위한 토지, 물, 기후 및 유전자원 활용의 최적화 g. 식량개발정책의 권고
제110조의 연구 및 개발은 독립적으로 그리고/또는 정부 또는 민간이 운영하는 국제연구기관과 협동하여 실시할 수 있다.
정부 그리고/또는 지방정부는 식품 연구의 결과물을 출판, 보급, 활용 그리고 적용하는 데에 지원할 의무가 있다.
지역식량 개발을 위한 국제협력은 연구 분야를 관장하는 장관의 허가를 받아 국내 기관이 착수하는 경우에 할 수 있다.
정부는 법령규정에 따라 식품연구 및 개발 결과와 우수한 지역 식량에 대한 지식재산권을 보호하는 데에 편의와 보호를 제공 한다.
정부 그리고/또는 지방정부는 식량주권, 식량자립 및 식량안보를 실현하기 위하여 사회에 유용한 우수 기술을 개발할 수 있는 연구자 그리고/또는 식품 연구에 대한 보상 그리고/또는 인센티브를 제공한다.
국가 식량주권, 식량자립 및 식량안보를 실현하기 위하여 대통령 산하에서 식량 부문을 담당하는 정부기관을 구성한다.
제126조의 정부기관은 식품 분야의 행정 업무를 수행한다
제127조의 정부기관은 대통령에게 정부가 정한 주식과 기타 식품의 생산, 조달, 저장 그리고/또는 유통을 수행하기 위하여 식품 분야의 국영기업에게 특별 임무를 부여할 것을 제안할 수 있다.
제126조에서 제128조까지의 정부기관의 조직 및 업무 절차에 관한 세부규정은 대통령령으로 정한다.
a. 식품 생산, 분배, 거래 및소비 b. 지역사회 식량비축 c. 식품 및 영양 취약 예방 및 통제 d. 식품 및 영양 정보 및 지식 전달 e. 식량가용성, 식량접근성, 식량다양화 및 식량안전의 원활한 실시에 대한 감독 f. 가정의 식량독립성 증진
a. 식품 분야의 범죄행위와 관련된 보고서 또는 정보의 진위 여부 조사 b. 식품 분야의 범죄행위에 대하여 피의자 또는 증인을 신문하고 조사하기 위한 소환 c. 식품 분야의 범죄행위에 대한 증거물 압수 및 수색 d. 식품 분야의 범죄행위와 관련하여 개인 또는 법인에 정보 및 증거 요청 e. 진술서 작성 및 서명 f. 식품 분야의 범죄행위에 대한 증거가 불충분한 경우 수사 중지 g. 식품 분야의 범죄행위에 대한 수사에 있어 전문가의 지원 요청
주식의 가격을 비싸게 하거나 상승시켜 이익을 얻기 위하여 고의로 제53조의 최대 총량을 초과하여 적재하거나 보관하는 식품사업자는 7년 이하의 징역 또는 Rp100,000,000,000(일천억 루피아) 이하의 벌금에 처한다.
거래하기 위하여 특정 가공식품을 생산하는 자가 고의로 제64 조제1항의 식품원재료 영양함량의 감소 또는 손실을 억제할 수있는 식품 가공 절차를 적용하지 아니하는 경우 1년 이하의 징역 또는 Rp2,000,000,000(이 십억 루피아) 이하의 벌금에 처한다.
제71조제2항의 식품위생 요건을 준수하지 아니하고 식품의 생산 활동 또는 공정, 저장, 운송 그리고/또는 유통을 수행한 자는 2 년 이하의 징역 또는 Rp4,000,000,000(사십억 루피아) 이하의 벌금에 처한다.
유통을 목적으로 다음 각 호의 식품첨가물을 고의로 사용한 자 는 5년 이하의 징역 또는 Rp10,000,000,000(일백억 루피 아) 이하의 벌금에 처한다. a. 규정으로 정한 최대 허용량을 초과한 식품 첨가물 b. 제 75 조제 1 항의 식품첨가 물로 사용이 금지되는 재료
유통을 목적으로 식품을 생산하는 자가 고의로 제83조제1항의 인체에 위협을 가하는 오염물질을 방출할 수 있는 물질을 식품 포장재로 사용하는 경우 2년 이하의 징역 또는 Rp4,000,000,000(사십억 루피아) 이하의 벌금에 처한다.
제84조제1항의 재포장 및 거래의 목적으로 식품의 최종 포장을 고의로 개봉한 자는 5년 이하의 징역 또는 Rp10,000,000,000(일백억 루피 아)의 벌금에 처한다.
고의로 제86조제2항의 식품안전 요건을 준수하지 아니한 식품을 생산하고 거래하는 자는 2년 이하의 징역 또는 Rp4,000,000,000(사십억 루피아) 이하의 벌금에 처한다.
제89조의 식품포장 라벨에 명시된 식품안전 및 품질에 부합하지 아니한 식품을 고의로 거래 하는 자는 2년 이하의 징역 또는 Rp4,000,000,000(사십억 루피아) 이하의 벌금에 처한다.
제91조제1항의 소매포장으로 거래하기 위하여 국내에서 제조하 거나 수입한 가공식품에 대하여 고의로 유통허가를 받지 아니한 식품사업자는 2년 이하의 징역 또는 Rp4,000,000,000(사십억 루피아) 이하의 벌금에 처한다.
제99조의 유통 식품의 라벨을 고의로 삭제, 제거, 은폐, 변경, 재부착 그리고/또는 유통기한의 연, 월, 일을 변경하는 자는 2년 이하의 징역 또는 Rp4,000,000,000(사십억 루피 아) 이하의 벌금에 처한다.
제100조제2항의 라벨에 고의로 허위 또는 혼란을 야기할 수 있는 정보 또는 내용을 제공하는 자는 3년 이하의 징역 또는 Rp6,000,000,000(육십억 루피 아) 이하의 벌금에 처한다.
제104조의 광고를 통하여 고의로 거래하는 식품에 대한 허위 또는 오해를 야기할 수 있는 정보 또는 내용을 포함하는 자는 3년 이하의 징역 또는 Rp6,000,000,000(육십억 루피아) 이하의 벌금에 처한다.
a. 중상 또는 생명에 대한 위험을 발생하게 한 자는 5 년 이하의 징역 또는 Rp10,000,000,000(일백억 루피아) 이하의 벌금에 처한다. b. 사망에 이르게 한 자는 10 년 이하의 징역 또는 Rp20,000,000,000(이백억 루피아) 이하의 벌금에 처한다.
a. 중상 또는 생명에 대하여 위험을 발생하게 한 자는 7 년이하의 징역 또는 Rp14,000,000,000(일백사십 억 루피아) 이하의 벌금에 처한다. b. 사망에 이르게 한 자는 10 년 이하의 징역 또는 Rp20,000,000,000(이백억 루피아) 이하의 벌금에 처한다.
제133조에서 제145조의 범죄행 위를 하거나 조력하는 공무원 또는 국가 업무 담당자는 형의 1/3(삼분의 일)까지 가중한다.
a. 특정 권리의 박탈 b. 판사의 판결 고지
이 법이 시행될 때, 이 법의 시행 당시 이미 존재하는 식품 분야를 담당하는 정부기관은 이법의 규정에 따라 식품 분야를 취급하는 정부기관이 구성될 때까지 계속하여 그 임무를 수행한다.
이 법의 시행령은 이 법이 제정된 후 늦어도 3년 이내에 제정되어야 한다.
제129조의 식품 분야를 담당하는 정부기관은 이 법이 제정된후 늦어도 3년 이내에 구성되어야 한다.
이 법이 시행될 때, 식품에 관한 사항을 규정하는 모든 법령규정은 이 법에 따라 개정되거나 반하지 아니하는 한 계속하여 유효하다.
이 법이 시행될 때, 「식품에 관한 법률 1996년 제7호」(인도네 시아 공화국 관보 1996년 제99 호, 인도네시아 공화국 추가 관보 제3656호)는 폐지되어 더 이상 효력을 갖지 아니한다.
이 법은 제정된 날로부터 시행 한다. 모든 사람이 알 수 있도록 이법의 제정을 인도네시아 공화국 관보에 게재할 것을 명한다.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 16 November 2012 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 November 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN 2012년 11월 16일 자카르타에서 승인됨 인도네시아 공화국 대통령, 수실로 밤방 유도요노 2012년 11월 17일 자카르타에서 제정됨 인도네시아 공화국 법인권부장관아미르 샴수딘